Share

73. Bulan Madu yang Sebenarnya

"Yud!!! Kalau kacanya pecah dan aku jatuh ke air gimana?" rintihku ketakutan, sembari memegang lengan suamiku erat-erat.

Sudah macam balonku ada lima saja pokoknya dipegang erat-erat, ditambah lagi hatiku juga sangat kacau.

Yudistira tertawa mengejekku. "Ini bukan kaca, Sha. Ini es," tandasnya, malah membuatku semakin takut, dan mengomel.

"Lihat itu si Bapak udah sampai tengah, nggak ada masalah." Dia menunjuk Pak Park yang sudah sampai di tengah danau, dan dengan santai duduk di kursi plastik yang dibawanya. Pria paruh baya itu bahkan siap membuat lubang berbentuk lingkaran dengan gergaji untuk memancing ikan.

"Ikut aku, Sha," perintah Yudis dengan suara riang. "Yang penting kamu nggak joget zumba, pasti aman. Jangan juga goyang ngebor, bisa bolong nanti danaunya, tanpa digergaji."

Ih, mengesalkan banget sih orang ini, tapi lucu. "Jadul banget sih, Yud, goyang ngebor?!" komentarku.

Baiklah, aku mengikutinya berjalan di atas air yang membeku sempurna itu, bahkan tidak ada kesan
Teha

Hayo, pergi berdua, pulang bertiga, bisa gak ya? Btw, novel ini mendekati ending, ya, walaupun masih sedikit panjang. Semoga authornya gak molor kayak kolor, doakan dan kasih semangat, ya, pembaca yang budiman. Terima kasih. ^^

| Sukai
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status