Qizha langsung menggeser tombol hijau pada panggilan teleponnya. Dia tempelkan benda pipih itu ke telinga dengan penuh semangat."Qizha, dimana kau? Aku tadi ke kontrakan dan kau tidak ada." Suara Qasam terdengar bersemangat sekali."Hp mu nggak bisa dihubungi terus. Coba kalau bisa dihubungi, pasti kamu akan dengan mudah menemukanku, kamu bisa telepon aku sejak tadi," sahut Qizha."Hp sialan ini lowbat, sialnya terlalu lama saat di charger di mobil, aku harus menunggu lama sampai terisi dan bisa dihidupkan. Ah, sudahlah tidak perlu bahas itu. Kau dimana? Kita harus bertemu.""Di kontrakan," jawabku lesu. "Kamu ke sini ya sekarang. Temani aku. Aku mau curhat banyak.""Bukan saatnya curhat. Kau harus ke rumahku sekarang!" titah Qasam. "Ke rumah mama Habiba?" tanya Qizha."Ya.""No. Aku tidak mau ke sana. Baru saja mama mengusirku dari kantor, aku dipecat. Dipermalukan. Bukan salah mama, dia adalah korban. Dia kehilangan putrinya. Wajar mama sangat marah kepadaku yang dia kira adalah p
“Maaf, Tuan Qasam. Saya hanya menjalankan perintah dari Ibu. Bu Habiba melarang saya memasukkan Non Qizha!” ucap Satpam dengan sopan.“Aku yang memerintahmu, aku juga yang bertanggung jawab!” ucap Qasam dengan tenang.“Maaf. saya melanggar aturan jika itu saya lakukan. Saya harus mematuhi perintah Bu habiba!” sahut satpam lagi.Qasam tak mau berdebat. Apa yang dikatakan satpam memang benar. Dia adalah pekerja yang wajib mematuhi perintah bosnya. Qasam tak bisa memaksanya untuk membangkang dari peraturan tersebut.Qasam melangkah mendekati pintu gerbang. “Aku tidak akan melibatkanmu dalam hal ini. aku tidak memintamu membukakan gerbang untuk Qizha.”Qasam membuka gerbang dan menganggukkan kepala kepada Qizha, isyarat menyuruhnya masuk.Satpam hanya terbengong. Memang bukan satpam yang membukakan pintu gerbang, tapi Qasam. Pintar juga majikannya itu.“Jika aku keluar pakai mobil, lalu aku masuk lagi membawa Qizha di dalam mobilku, kau tidak tahu apa- apa dalam hal ini,” ucap
"Qizha!" Sayup- sayup Qizha mendengar ada yang memanggil namanya. Tak lama kemudian pundaknya diguncang pelan. "Bangun!"Qizha membuka mata. Samar, ia melihat wajah Qasam di dekatnya. Ia mengucek mata. "Mama dan papa datang! Mereka di depan." Qasam baru saja mengintip ke jendela saat mendengar suara mobil memasuki halaman rumah sesaat setah membunyikan klakson saat berada di gerbang guna meminta satpam membukakan gerbang. Qizha membenarkan posisi duduk. Ia lalu menegakkan punggung. Meski tak tahu apa yang akan dilakukan oleh suaminya, namun ia tetap akan mengikuti semuanya sesuai yang diinginkan sang suami. Entah apa itu.Pintu terbuka sesaat setelah didorong dari luar, Habiba dan Husein melangkah masuk. Wajah Qizha sontak menegang melihat kedatangan mertuanya. Setelah tadi ia diusir oleh Habiba dan Husein dari kantor, sekarang ia malah kembali bertemu di sini. Mungkinkah Habiba akan bisa menerimanya di rumah ini meski hanya sekedar duduk mengobrol saja?"Pa, Ma, thanks sudah be
Husein menatap wanita yang pernah menjadi kekasihnya itu. Wanita yang dulu sangat dia percayai bisa menjadi ibu dari anak- anaknya, tapi malah berselingkuh dengan Bily. Sekarang wanita ini muncul hanya untuk mengusik kehidupannya.Husein menghambur cepat mendekat pada Agatha, mencengkeram lengan wanita itu kuat- kuat dengan sorot mata yang tajam, rahang mengeras dan raut wajah merah padam."Hanya b4jingan terkutuk yang bisa- bisanya mencelakai manusia tak berdosa. Apa masalahmu dengan putriku?" geram Husein dengan suara rendah yang penuh dengan penekanan. Cengkeraman tangannya di lengan Agatha makin kuat. Namun Agatha hanya menunduk saja, mukanya memucat, tubuhnya gemetaran. "Biadab kau! Apa tujuanmu melakukan ini, huh? Terkutuk!" Husein menyentak lengan Agatha hingga tubuh wanita itu tersungkur ke lantai. Bily terkesiap, sempat bergerak hendak mendekat pada Agatha, namun urung. Pria itu hanya terpaku dengan wajah sembab. Entah sudah berapa lama ia menangis selama dikurung di dalam
"Berdiri!" Perintah tegas itu dipatuhi Qizha.Lima belas menit lalu, Qizha dipanggil HRD setelah lulus interview, lalu diminta menghadap pimpinan. Meski baru beberapa hari menjabat sebagai pimpinan tertinggi, namun ketegasannya tidak diragukan. "Berputar!" titah pria dengan nama lengkap Shaka El Qasam. Suaranya menggetarkan jantung, sangat berwibawa.Perintah semacam apa itu? Namun, Qizha tetap menuruti. Tubuh langsing berbalut kemeja putih itu berputar. "Melompat!""Hah?" Qizha kaget. Atasannya ini waras atau tidak? Sejak tadi memberikan perintah konyol. "Ke kenapa harus melompat?" "Kalau kau tidak mau, silakan keluar! Aku tidak membutuhkan bawahan pembangkang." Pria itu menunjuk pintu."Oh, baik. Saya akan melompat." Demi jabatan sekretaris, Qizha telah bersusah- payah menyingkirkan ratusan saingan, tak mungkin ia menolak perintah yang bisa saja membuatnya ditendang dari jabatan.Plak plak plak...Suara high heels milik Qizha menghantam keras lantai hingga menimbulkan suara beri
Perjalanan membutuhkan waktu dua belas jam untuk Qizha sampai ke kampung halamannya.Lima belas menit sebelum sampai ke rumah, tepatnya saat ia berjalan kaki sesaat turun dari angkot, ia mendapat telepon dari kepala OB.“Qizha, besok kamu harus masuk kerja ya! Kamu sedang training tapi sudah minta ijin. Untungnya aku menutupi kepergianmu dari yang lain supaya tidak terjadi masalah.” Suara kepala OB memperingatkan.“Baik, aku akan masuk kerja besok.”“Oh ya, kamu sudah tahu belum kabar berkabung?”“Apa, Bu?” Qizha menegang.“Staf cantik bernama Qansha meninggal dunia, keracunan.”Qizha membelalak kaget. Keracunan? Apakah serbuk yang dia berikan itu adalah racun? Ya Tuhan, apakah ini artinya dia menjadi pelaku pembunuhan itu?Belum selesai satu masalah, masalah lain menerpanya. Ia sampai mangap lebar akibat kaget, untungnya lalat sialan yang lewat itu tidak tertelan.Tangannya semakin gemetaran saat mencari pemberitaan di media sosial mengenai kematian staf di perusahaan raksasa itu. B
Tak lama kemudian, kepala Agata kembali nongol dari pintu yang setengah terbuka. “Hei, cepat keluar! Itu Sofian ada di depan. Buatkan teh!”Enteng sekali Agata mengatakannya. Namun seperempat permintaan Qizha seolah terkabul saat ia melihat daun pintu yang disentak oleh Agata terpantul dari dinding, lalu menghantam keningnya sendiri.Rasain!Bukan cuma kening, bibir Agata pun kena tabok pintu cukup keras. Wanita itu kesakitan dan memukul pintu dengan tangan lalu bergegas pergi.Qizha bangkit dan berjalan menuju dapur untuk membuatkan teh. Otaknya terus berpikir, bagaimana ia akan menghadapi masalah ini? Kaki Qizha agak gemetar saat melangkah menuju meja ruang tamu membawa nampan berisi minuman hangat. Keberadaan Sofian membuatnya gentar. Dia menyuguhkan teh ke meja."Nah, Tuan Sofian boleh kembali kemari seminggu lagi dengan membawa mahar lima ratus juta untuk menikahi Qizha. Lihatlah, dia muda, cantik dan sarjana. Cocok dengan harga segitu," tutur Agata dengan senyum simpul. Bibirn
Qizha membuka jendela. Celingukan ke sana sini. Untung saja samping rumah tidak begitu ramai. Orang- orang mengerumun ke depan semua karena ingin menyaksikan uang mahar yang mencapai angka terbesar di komplek itu.Qizha mengambil kesempatan itu untuk kabur. Kebaya bawahannya yang sempit membuatnya kesulitan saat memanjat jendela yang agak tinggi. Namun ia berhasil memanjatnya meski harus terjatuh dan mencium tanah.Berikutnya, Qizha berlari secepat kilat menjauh dari rumah. Hujan deras menghuyur tubuhnya. Dingin sekali rasanya.Setelah ini, entah bagaimana nasibnya nanti. Semoga saja tidak menjadi gelandangan yang saat tengah malam ketemu wewe gombel. Yang penting dia bisa lepas dari Sofian, itu saja sudah cukup. "Woi.. pengantinnya kabur!" "Iya itu pengantinnya kabur!" Orang- orang yang memergoki Qizha tengah berlari kencang menjauh dari rumah, berteriak histeris sambil menunjuk- nunjuk ke arah Qizha. Mereka adalah orang- orang yang rewang dan sedang duduk di depan rumah. "Hadu