Mata Riri terbelalak ketika melihat sesosok laki-laki paruh baya yang sangat dia kenal sedang berdiri di sampingnya. Berkali-kali Riri menggosok matanya untuk membuktikan bahwa dirinya saat ini tidak sedang salah lihat.“Ayah?!... Ayah nggak jadi meninggal?!”“Kamu mau jadi anak yatim?!”Mata Riri yang awalnya suram dan di penuhi dengan kekosongan kini menjadi berbinar seolah-olah di penuhi dengan kehidupan yang penuh warna.Riri tak tahu bagaimana dan kenapa bisa, tapi yang pasti saat ini Riri merasa sangat bahagia karna ayahnya tak jadi pergi untuk selamanya.Dengan perasaan bahagia Riri melompat kearah ayahnya lalu memeluknya dengan sangat erat.“Makanya kalau ada apa-apa itu di pastikan dulu, ini malah langsung nangis sampai pingsan!”Riri tersenyum senang, kata-kata sindiran dari ayahnya terasa seperti hiburan di telinganya, setidaknya Riri merasa yakin bahwa ayahnya tidak pergi karna bisa menyindirnya secara langsung.Riri melepaskan pelukannya, matanya menelisik seluruh tubuh d
“Sayang~. Yang aku maksud itu pulang ke rumah orang tuaku, bukannya malah pulang ke makam mamah!”Leon menekan Kata-kata dan amarahnya sembari tersenyum creepy kearah Riri yang sedang menatapnya.“Bilang dong... Tapi aku mau melayat dulu, lagian ini juga udah hampir tengah malam, lebih baik kita menginap saja di...”“Hotel!”Riri yang sudah merasa kesal karna di halang-halangi terus akhirnya memutuskan untuk pergi saja dan tak mau mendengarkan ucapan Leon lagi. Namun langkah Riri langsung terhenti ketika tangan Leon tiba-tiba saja ada di depan tubuhnya.“Kamu mau kemana?!...”“Ya mau kemana lagi?! Ya jelas mau pulang ke rumahlah, kan aku niatnya juga baik, aku mau mendoakan orang yang sudah meninggal, terlebih lagi beliau itu sudah menolong ayah loh.”“Iya, aku tahu, tapi kali jangan dulu, ini semua demi kebaikan kamu.”Tangan Riri mengepal kuat, dengan wajahnya yang sudah memerah, Riri menunjuk kearah wajah Leon dan mulut yang sudah terbuka lebar untuk melampiaskan rasa kesalnya yang
Sebuah cahaya yang menyilaukan masuk melalui celah-celah tirai jendela.Mata Riri perlahan-lahan terbuka, terasa berat dan sakit sekali, walaupun begitu Riri tetap memaksakannya agar dapat terbuka.Riri bangun dari posisi tidurnya dengan perasaan tak nyaman, mata beratnya mengedar ke seluruh penjuru ruangan yang saat ini di gunakannya untuk tidur.Mulut Riri bergumam dengan kesal, pemandangan di sekitarnya yang cukup familiar membuat emosi Riri memuncak, di tambah lagi ingatan tentang ucapan dan perilaku Leon sebelum meninggalkannya di dalam mobil.“Kenapa di bawa ke sini sih, kan aku maunya pulang ke rumah ayah.”“Kakak udah bangun?”Kepala Riri tergerak untuk melihat pemilik dari suara yang terasa tak asing di telinganya.Dion berjalan kearah tempat tidur yang kini sedang di gunakan oleh Riri.“Kakak kamu mana?!”Dion berdecak kesal namun tetap berjalan kearah Riri dengan sebuah nampan putih di tangannya.“Makan dulu, cari suami nanti aja.”Perut Riri bergemuruh melihat makanan yang
“Ya iya lah. Impian aku itu dapat suami yang baik, pengertian, peka, suka manjain istri, nggak suka main cewek, nggak sombong, nggak kasar, dan masih banyak lagi deh. Sekarang lihat apa yang aku dapat, udah nyebelin, suka marah-marah, boro-boro di manjain, setiap hari aja di tinggal pergi, mana suka main cewek sana sini lagi.”Leon berdecak, jawaban Riri ternyata tak sesuai dengan harapannya. Padahal Leon sudah membayangkan bagaimana wajah Riri ketika salah tingkah atau pun menyesal dengan perkataannya, tapi tak tahunya dia malah mendapatkan serentetan penilaian buruk dari Riri secara blak-blakan.“Iya, terserah kamu aja, aku diam.”“Untung aja ganteng, kalau nggak udah dari dulu aku buang ke tong sampah.”‘Ya ampun kasihan banget, gimana ya rasanya di hujat langsung di depan mata sama istri sendiri.’Langkah Leon terhenti, merasa ada yang mengejeknya dari belakang, Leon mengerjakan pandangannya dan akhirnya menemukan sesosok tikus yang sedang bersembunyi.“Keluar! Kalau nggak mau di
“Hah?!... Buat apa aku jadi simpanan orang kaya kalau suami aku aja udah kaya. Nggak masuk akal banget sih, lagian itu gosipnya dari mana sih? Siapa yang nyebarin?!...”Fafa mengangkat kedua bahunya tanda tak tahu.“Aku nggak tahu, tadi pagi waktu cari bunga sama Radit, aku nggak sengaja dengar tetangga samping rumah bilang kalau kakak jadi simpanan orang tua kaya yang udah bau tanah.”Tambahan kata-kata dari Fafa membuat Riri naik pitam, selain tak terima karna di gosipkan sebagai simpanan orang kaya, Riri juga tak terima karna seleranya di rendahkan serendah-rendahnya.“Terus apa lagi yang kamu dengar?!”“Katanya, kakak itu hamil duluan sama orang kaya bau tanah itu, terus kakak juga di sebut sebagai pelakor karna jadi simpanan orang kaya itu.”“Terus apa lagi?!”“Udah, kalau selain itu sih aku kurang tahu.”Kurang puas dengan jawaban adiknya, Riri berjalan untuk mencari ibunya dan menanyai tentang gosip yang sedang beredar tentangnya.“Ada satu lagi.” Ucap Fafa tiba-tiba.Riri meng
"Benar kata pak ustaz, jodoh itu cerminan diri."Riri berdecak sebal mendengar gumaman adiknya yang tak bisa di sangkal lagi, merasa sudah puas melampiaskan kekesalannya, Riri berdiri lalu berjalan masuk ke dalam kamarnya sembari mendorong tubuh adiknya untuk ikut masuk.“Itu nggak papa di biarin begitu? Kalau dia kenapa-kenapa gimana? Pasti bakal marah tuh induknya.”“Kamu mau tolong dia? Kalau mau sih kamu keluar aja, tapi yakin mau bantu? Kamu lupa kalau dia pernah video-in kamu waktu lagi joget-joget di kamar pakai baju pendek? Gara-gara itu kan kamu jadi di bully satu sekolahlah, di katai nggak sadar diri, item, kayak orang gila, yakin masih mau bantuin orang kayak dia?”Kaki Fafa langsung beraksi dan menendang sebuah lemari baju yang ada di sampingnya, mengingat tentang kejadian satu tahun yang lalu membuat dada Fafa bergejolak hebat, sampai saat ini pun Fafa masih belum melupakan kejadian waktu itu, bahkan videonya pun saat ini masih ada dan sering di gunakan oleh taman-temannya
Tangan Riri bergetar ingin meraih tangan Leon untuk menenangkannya.“Mas, kasihan ibu yang kelihatannya ketakutan banget, ayah juga masih sakit loh, nggak lihat itu Fafa udah hampir nangis?”Leon menarik nafasnya panjang-panjang untuk menenangkan dirinya dan menormalkan ekspresi wajahnya.“Sudah hampir malam, lebih baik bude susul saja anak liar menyebalkan yang tak tahu malu itu, takutnya dia nyasar ke rumah orang lain dan menggoda laki-laki di sana.”Tanpa banyak bicara lagi, mereka berdua segera pergi tanpa berpamitan atau mengucapkan sepatah kata apa pun.“Maaf ya bu, kita masuk ke dalam kamar dulu, ibu sama ayah istirahat saja dulu.”Bu Khansa mengangguk pelan dan berjalan menuju kamarnya di ikuti pak Fikri di belakang.“La terus aku gimana?!”Riri tersenyum licik dengan tatapan mata penuh mengintimidasi yang terlihat di wajahnya.“Kamu mau ikut kakak ke kamar?”Mendengar itu Fafa bergegas berjalan kearah ruang keluarga dan duduk di sana.Leon mencium pipi Riri lalu memeluknya dar
Suara teriakan Riri terdengar nyaring di dalam mobil, tangannya sudah menyilang di depan dadanya untuk melindungi aset berharganya.“Nggak! Pergi sana!” Usir Riri ketika alarm bahaya di kepalanya telah menyala.Riri menggeser posisi duduknya untuk menjauhi Leon yang semakin lama semakin mendekat kearahnya.“Sana jauh-jauh, aku masih sayang badan ya!”Leon terkekeh menikmati raut wajah panik istrinya yang terlihat sangat lucu di matanya.“Kenapa?” Seringai licik terbit di wajah Leon yang tampan, mata elangnya yang tajam mampu mengintimidasi Riri yang terlihat bagaikan anak kelinci di matanya.Terdengar Suara seat belt yang terbuka, jantung Riri berdebar tak karuan ketika mendengar suara nafas Leon yang berada persis di samping telinganya, badan Riri meremang bagaikan terkena sengatan listrik yang sangat besar, keringatnya sudah mengalir dengan deras saat merasa tangan Leon sudah berhasil menyentuh tubuhnya.“Sekali saja ya?...” *****Lagi-lagi Riri menghela nafas, sudah dari tadi mala