Elina memarkirkan mobilnya di depan rumah orang tua Noah. Sejenak dia hanya diam di dalam mobil saat melihat mobil Noah sudah terparkir di depan rumahnya. Ada sedikit rasa ragu di hati Elina, sehingga dia memilih untuk menyalakan mobilnya dan kembali pulang ke rumah.
Namun, saat dia akan memasang selt belt ... "Argh!!!"Elina menjerit sejadi-jadinya saat melihat wajah Anna yang menempel di kaca mobilnya seolah sedang mencari keberadaannya.Mau tidak mau Elina pun membuka kaca mobil untuk menghampiri mertuanya itu."Non Elina masih di sini. Ayo, masuk!""Ak-aku baru sampai. Kalian habis dari mana?" tanya Elina basa-basi saat melihat Intan dan Anna membawa plastik di kedua tangannya.Intan lalu mendekati Elina, menyerahkan satu kantong plastik agar dia bawa. Setelah itu dia melingkarkan tangannya di lengan Elina."Ayo, Kak kita masuk!" Elina tak bisa berkutik, dia mengikuti Intan ke dalam rumah mereka. "Taaarrraaa ... Liat aku bawa siapa?""Waaaah,Mata Noah ke seisi kamarnya yang sempit, hanya satu ranjang berukuran queen size. Tidak mungkin juga dia tidur di luar alasan apa lagi yang harus dia buat. "Ehm, kamu tidur saja, biar aku tidur di kursi."Elina pun merebahkan tubuhnya di atas ranjang. "Tidurlah di sini, ini kan kamarmu."Noah diam sejenak mengatur degup jantungnya yang begitu cepat, sebelum akhirnya dia naik ke atas ranjang yang sama dengan Elina. Ini kali pertama dia tidur satu ranjang dengan istrinya. Noah tak bisa mengendalikan jantungnya yang berdegup dengan kencang saat melihat punggung Elina yang membelakanginya."Sadarlah Noah, jangan melakukan hal yang aneh-aneh.""Noah.""Hm, ada apa?"Elina berbalik menatap pria yang ada di sampingnya. "Biasakah kamu menciumku?""Hah, ak-aku ...."Elina mendekatkan wajahnya, menunggu Noah menciumnya. Cukup lama Noah berpikir bagian mana yang di inginkan Elina. Hingga akhirnya dia memilih dahi Elina untuk dia kecup.CupNetra Noa
Elina mengetuk jemarinya diatas meja, matanya terus melihat ke detik jam yang berhenti tepat di angka 12. Ceklek "Mau makan siang apa?" tanya Dina yang tepat waktu dalam hal makan siang. Elina menyunggingkan senyum lalu beranjak dari kursinya. "Aku ingin makan di kantin kantor." "Hah, serius?" Elina hanya mengangguk lalu berjalan melewati Dina begitu saja. "Apa Bu Elina nggak mau makan steak?" "Nggak, aku takut kolesterolku naik. Aku harus menjaga tubuhku agar tetap sehat," jelas Elina membuat Dina bingung. Keduanya lalu masuk ke dalam lift. Tepat di lantai ground, Elina keluar lebih dulu di ikuti Dina di belakangnya. "Apa Ibu yakin akan makan di sini?" "Hm, memangnya kenapa?" tanya Elina sambil matanya melihat keberadaan seseorang. "Bagaimana cara memesan makanan di sini?" Dina pun mengambil nampan berisi piring untuk atasannya lalu berjalan ke menu makanan yang sudah tersusun rapih di sana. "Ibu mau makan apa?" Elina me
Elina berdiri mematung saat melihat banyak teman-temannya masuk ke dalam ballroom. "Ayo, kita masuk," ajak Angga mengalihkan perhatiannya."Tunggu, sepertinya aku nggak cocok datang ke sini," ujar Elina."Kenapa, apa kamu takut mereka mem-bully-mu lagi?" Elina terkejut saat Angga tiba-tiba saja mengatakan hal yang tak ingin dia dengar. "Kamu juga tahu kan apa yang mereka lakukan kepadaku dulu.""Hm, maka dari itu aku mengajakmu ke sini. Mereka nggak tahu siapa kamu, mereka nggak tau seperti apa orang yang mereka rendahkan selama ini."Dina merangkul lengan Elina lalu berkata, "Kalau nggak mau, kita pulang saja."Elina memegang tangan Dina seolah menahannya. "Aku akan menemui mereka."Angga pun menyunggingkan senyum lalu mengulurkan tangannya, menunggu Elina menyambutnya dengan baik.Mata Elina beralih ke tangan Angga, tapi sedetik kemudian dia malah berjalan lebih dulu. "Ayo, kenapa diam saja."Angga dan Dina hanya melempar pandang sebelum akhirnya keduanya mengikuti langkah Elina.
“Menikah?” Elina Nathania Putri menatap tajam pria yang ada di hadapannya. “Nggak, aku nggak mau menikah,” ucapnya tegas seketika. “Kalau kamu nggak mau menikah kamu harus mau meninggalkan jabatanmu sekarang!” Deg! Elina terdiam memikirkan apa yang baru saja keluar dari mulut Hardi yang tak lain pamannya. Gadis itu jelas tidak mau melepaskan jabatannya begitu saja apa lagi perusahaan itu didirikan oleh ayahnya dan memiliki saham paling banyak di perusahaan tersebut. “Tanpa pendamping pun aku bisa mengelola bisnis ini dengan baik, Paman. Jadi jangan menyuruhku untuk menikah.” Hardi mendekati Elina lalu berucap, “Itu menurutmu, tapi kami membutuhkan sosok pemimpin yang bisa mengatur bisnis kita ini.” “Jadi menurut Paman aku nggak bisa mengurus bisnis ini dengan baik, gitu?” “Dengar Elina, kamu itu perempuan. Akan ada banyak orang atau pemilik saham yang ingin merebut posisimu. Kalau kamu menikah dengan orang kaya, paman yakin mereka akan takut kepadamu karena kamu memili
Suara ketukan sepatu mengalihkan perhatian semua karyawan yang berada di lobi. mereka berhamburan dari lobi dan duduk di kursi masing-masing, sedangkan karyawan yang berada di lantai atas berlari ke tangga darurat agar tidak bertemu dengan bos killer.“Apa mereka sudah berkumpul?” tanya Elina.“Sudah Bu, semua pemegang saham sudah berkumpul di ruang meeting,” jawab Dina lalu masuk ke dalam lift yang sama dengan Elena.“Apa, bukannya kita meeting sama staf divisi?” Dina menelan salivanya, dia benar-benar lupa memberitahu Elina jika semua pemegang saham mengadakan meeting mendadak.“It-itu—” Elina mengangkat tangannya tanda jika dia tidak menerima penjelasan apapun dari sekretarisnya itu.Tepat saat pintu lift terbuka, Elina keluar lebih dulu. Namun, langkahnya terhenti tepat di depan pintu ruang meeting. Dia menghela napasnya mencoba tetap tenang ketika bertemu dengan para pemegang saham yang tak lain pamannya sendiri.“Selamat pagi,” sapa Elina diikuti Dina. Tapi Elina bergegas mendor
Elina menatap rumah kecil yang ada di hadapannya, lalu membuka kacamata yang dia gunakan untuk memperjelas penglihatannya.“Beneran ini rumahnya, kecil sekali?!”Supir Elina melihat alamat yang diberikan Anna lalu berkata, “Iya, Nona. Ini alamat rumah yang diberikan oleh Bi Anna.”Elina melihat Anna berjalan ke arah mobilnya lalu membukakan pintu untuknya. “Selamat datang di rumah Bibi,” ucap Anna menyambut kedatangan Elina.Elina tak bergeming bahkan dia terlihat biasa saja melihat beberapa orang berdiri menyambut kedatangannya. Wajah dingin yang dia tunjukkan membuat Intan dan Budi terlihat risih melihatnya.“Ayo, masuk.” Anna mempersilahkan Elina untuk masuk ke dalam rumahnya. Menyingkirkan Budi dan Intan yang berdiri di depan pintu masuk.Elina duduk di kursi, di ikuti Anna. Namun, Anna langsung memukul paha Intan ketika dia akan duduk di sampingnya. Mata Anna melotot menatap ke arah Intan dan Budi bergantian seolah mengatakan jika mereka tidak boleh duduk.“Kenapa kalian hanya be
Jam menunjukkan pukul 10 pagi, banyak sekali orang berlalu lalang memulai aktivitas mereka. Noah hanya diam memperhatikan para pekerja yang berjalan melewatinya. Ada rasa iri di hati Noah ketika melihat para karyawan pria, yang terlihat bersemangat dengan pekerjaan mereka.“Gedung Subagja Grup,” gumam Noah mendongak melihat nama gedung yang dia tuju menyamakan dengan kartu nama yang di berikan oleh Elina. “Bener ini kantornya.”Noah berjalan masuk ke lobi, salah satu sekuriti yang tidak pernah melihat Noah pun bergegas menghampirinya. “Ada yang bisa saya bantu, Pak?” tanyanya.Noah tersenyum lalu menjawab, “Saya ingin bertemu dengan Ibu Elina.”“Apa sebelumnya sudah ada janji?”“Iya, beliau menyuruhku untuk datang ke sini.”“Baik, silahkan ke bagian resepsionis untuk menemui Ibu Elina.” Noah berjalan mendekati resepsionis.Setelah mendapatkan data yang dibutuhkan resepsionis itu pun menghubungi sekretaris Elina untuk memastikan pertemuannya dengan pria yang ada di hadapannya.“Baik Bu
'Saat aku melakukan ijab kabul dan berjanji dengan Tuhanku. Maka saat itu, kamu akan menjadi milikku seutuhnya dan aku tidak akan melepaskanmu begitu saja, Elina.'Noah mengulurkan tangannya menunggu Elina menyambutnya. Namun, sayangnya wanita tersebut sepertinya tidak mengerti dengan apa yang sedang dia lakukan.“Apa?” desis Elina ketika bibir Noah berkomat-kamit, dengan mata yang naik turun melihat ke tangannya.“Cium tangan suamimu,” bisik Anna dari belakang.Elina seperti orang bodoh karena semua mata tertuju kepadanya. Mereka seolah menunggu apa yang akan dilakukan selanjutnya. Elina pun menyambut tangan Noah lalu menciumnya. Tangan kiri Noah mengusap kepala Elina dan berdoa sesuai tuntunan penghulu.“Alhamdulilah, kalian sudah sah menjadi suami istri.”Elina menatap kedua mata Noah, dia tidak menyangka jika sekarang sudah menjadi seorang istri dari pria pengangguran yang hanya menjadi beban keluarganya. Tak seperti pria sempurna yang yang ditunjuk oleh ketiga pamannya untuk menj