Share

8. Terpaksa.

"Kamu tadi bilang sengaja datang ke sini tanpa ayahmu, karena ingin mengajak saya berekonsiliasi menantang perjodohan ini. Kamu tidak punya cukup keberanian untuk menantang ayahmu secara terbuka ya? Makanya kamu mengajak saya untuk mengeroyok ayahmu? Saya tidak tahu harus berekspektasi apa terhadapmu." Lara membalikkan sindiran Bagas telak.

"Ehm... Ehm... Non Sesil, Pak Bagas, apa tidak sebaiknya berangkat sekarang? Takutnya nanti kemalaman di jalan." Bu Ningsih memotong percakapan yang mulai memanas antara Lara dan Bagas. Khusus pada Lara, Bu Ningsih memberinya tatapan mengancam. Lara ini memang keras hati. Susah sekali membungkam mulut besarnya.

"Ibu benar. Baiklah, kami akan berangkat sekarang. Sepertinya Sesil sudah tidak sabar menjadi istri saya secepatnya. Kami permisi dulu ya, Bu?" Bagas beringsut dari sofa. Ia ngeloyor ke depan tanpa melirik sedikit pun pada Lara yang kesulitan berjalan dengan koper besar di belakangnya.

"Kamu ini tidak bisa dibilangin ya?" Bu Ningsih menjewer telinga Lara gemas begitu bayangan Bagas menghilang.

"Aduh! Sakit, Bu." Lara meringis. Ibunya memutar daun telinganya terlebih dahulu baru menjewernya. Sakitnya dua kali lipat dari jeweran biasa.

"Rasakan, karena kamu terus saja mencari-cari masalah. Tidak bisa ya kamu diam dan menutup mulutmu saja? Bagaimana kalau Bagas nanti curiga dan mengetahui semuanya? Bisa-bisa ayahmu nanti hanya tinggal nama. Awas, jangan macam-macam kamu di Yogya sana!" Bu Ningsih memperingati Lara sekali lagi. 

"Iya, Bu. Lepaskan telinga Lara. Sakit." Lara meringis.

"Makanya kamu jangan bertingkah. Kamu dengar tadi apa yang Non Sesil bilang bukan? Bahwa setelah ayahmu dioperasi pun, ayahmu masih harus menjalani serangkaian perawatan panjang di rumah sakit. Dan itu semua memerlukan biaya yang mahal. Jadi kalau sampai penyamaranmu ketahuan, maka nyawa ayahmu bisa melayang. Paham kamu?"

Bu Ningsih melepas jewerannya setelah memberi Lara ancaman. 

Lara tercekat. Ia lupa kalau nyawa ayahnya ada di pundaknya saat ini. Kalau ia terus saja melawan Bagas, nyawa ayahnya bisa melayang. Masalahnya Bagas terlalu merendahkannya, sehingga ia menjadi emosi.

"Paham, Bu. Tolong bilang pada Non Sesil dan Pak Hardi. Lara janji, Lara akan menuruti semua keinginan mereka asal perawatan ayah jangan dihentikan." Lara kini pasrah. Demi ayahnya ia akan diam saja meski dianggap buruk oleh Bagas. Yang penting ayahnya bisa tetap hidup.

"Bagus. Turuti dan mengalah saja pada Bagas. Dengan begitu keadaan ayahmu akan aman." Bu Ningsih akhirnya bisa menarik napas lega. Lara ini kalau sudah berjanji, pasti akan ia tepati. 

"Kamu akan menikah dengan wali hakim karena Pak Hardi sedang di Bandung. Pak Hardi dan Pak Jaya sudah mengurus semuanya. Kamu tinggal terima beres dan tutup mulut saja. Mengerti?" tandas Bu Ningsih lagi. Lara tidak menyahuti kata-kata ibunya. Sebagai gantinya ia mengangguk saja.

"Kamu jadi ikut saya ke Yogya tidak?" Terdengar seruan Bagas dari halaman rumah. 

"Sana, Bagas sudah memanggilmu." Bu Ningsih membuat gerakan mengusir dengan tangannya. 

"Bu, kalau nanti ayah siuman, kabari Lara ya? Biar Lara tenang." Lara menitip pesan sebelum mendorong kopernya. Bagas telah berkali-kali membunyikan klakson mobilnya. 

"Iya... iya... sana cepat, Bagas sudah memanggil," seru Bu Ningsih tidak sabar. 

"Cepat naik kalau kamu tidak mau saya tinggal!" bentak Bagas seraya membunyikan klakson panjang. Tergopoh-gopoh Lara menghampiri mobil Bagas di halaman. Ia kemudian membuka bagasi mobil besar Bagas. Mengangkat koper besarnya dengan susah payah dan segera menutupnya setelah kopernya aman di dalamnya. Lara mengitari mobil dan duduk di samping Bagas. Sejurus kemudian mobil pun melaju. Lara memandangi rumah besar yang selama dua puluh tahun lamanya Lara tinggali hingga mengecil dan tak tampak lagi. 

"Lehermu bisa patah kalau kamu terus memandangi rumahmu," ejek Bagas lagi. Ia heran melihat sikap gadis yang duduk di sampingnya ini. Tadinya Sesil begitu bersemangat mengikutinya pulang. Namun kini ia terlihat sangat tertekan. Seolah-olah ia tidak rela meninggalkan rumah mewahnya. Apa sebenarnya yang ada di benak Sesil ini?

Ocehan Bagas tidak lagi ditanggapi oleh Lara. Seperti janjinya pada sang ibu ia akan menahan semua dera dan siksa dari Bagas. Ia akan menjadi orang bisu, tuli dan buta. 

"Kenapa kamu diam? Tidak punya mulut?" Bagas gemas karena Sesil menganggapnya angin lalu belaka.

"Saya tidak mau menjawab pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban," sahut Lara getir. Ia tidak berhasrat untuk menyindir atau menantang Bagas lagi. Ia sudah pasrah pada nasibnya. 

"Baik. Kalau begitu saya juga tidak akan berbasa basi lagi denganmu." Bagas tiba-tiba saja menghentikan laju kendaraannya. Ia ingin berekonsiliasi dengan Sesil sebelum mereka berdua resmi menikah.

"Saya tidak mencintaimu," tandas Bagas terus terang.

Lara menghela napas. Tidak bisa seperti ini. Nanti, yang ada pernikahan ini batal dan membuat Sesil, serta ibunya marah. "Tapi, saya mencintaimu. Makanya saya ingin secepatnya menikah denganmu."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status