Sudah tiga hari berlalu semenjak Kanisa kembali ke mansion Tendero di ukraina. Kanisa tampak terlihat jauh lebih kurus dan tidak terurus. Bekas luka-luka yang dibuat Tendero terlihat masih ada dan mulai memudar secara perlahan.
Kehidupan Kanisa di mansion pria itu pun tentunya sudah tidak sama lagi seperti dulu, ada banyak hal yang berubah. Terutama perlakuan Tendero yang kian harinya semakin kejam dan bengis. Pria itu benar-benar tidak punya belas kasih, tidak perduli meski Kanisa berkali-kali terluka Tendero tetap memperlakukannya dengan buruk.
Setidaknya kini Kanisa menyadari di mana tempat seharusnya dia berada. Hidupnya kini benar-benar persis seperti pelayan namun pelayan yang sangat hina.
Tiap kali mengingat perlakuan Tendero kepadanya Kanisa selalu meneteskan air mata. Di tambah lagi dengan rasa bersalahnya kepada orang-orang termasuk nyonya Elsa yang sudah menanggung hukuman atas kesalahannya.
Atas kesalaha
“Nona Kanisa.”“Nona ayo bangun,” ucap Netra berusaha membangunkan Kanisa yang masih saja tertidur, wanita itu bahkan belum sempat makan sejak dari tadi pagi hingga kini jam sudah menunjukan pukul delapan malam.Netra tentu saja sangat mencemaskan Kanisa, bagaimana pun Kanisa masih proritasnya.“Nona ayo bangun,” ucap Netra lagi, tidak lama kemudian Kanisa pun akhirnya membuka matanya. Dia menatap Netra dengan sayu lalu secara perlahan Kanisa bangkit terduduk.“Netra, ada apa?” tanya Kanisa menatap Netra dengan bingung.Netra memberikan nampan berisikan sepiring makanan dan segelas air putih kepada Kanisa.“Nona sejak dari pagi hingga sekarang belum memakan apa pun, sekarang ayo nona makam malam dulu,” kata Netra menatap Kanisa dengan tatapan khawatirnya yang tidak sedikit pun hilang dari kedua matanya.Kanisa menerima nampan itu kemudian menatap Netra. Kanisa
Kedatangan Luvita Valeryna budak sex baru Tendero dalam hidupnya sekaligus menjadi nyonya besar dikediaman Lecanpon membangkitkan api cemburu dalam hati Kanisa yang diam-diam mulai menyukai Tendero.Bukan hanya selalu dibuat cemburu dengan kedekataan dan kemesraan keduannya, kehadiran Luvita dalam hidup Kanisa seolah menjadi neraka kedua baginya.Seolah tidak cukup dengan siksaan yang diberikan Tendero setiap hari padanya, Luvita— Wanita asing yang sok berkuasa di mansion Tendero itu ikut menyiksa Kanisa tanpa sepengetahuan Tendero.DugKanisa meringis saat keningnya bertabrakan dengan ujung meja begitu Luvita mendorongnya dengan sengaja.Wanita itu terlihat berdiri angkuh dihadapan Kanisa sambil bersidekap. Memandang Kanisa rendahan.Kanisa mengepalkan tangannya. Dia pun menyentuh keningnya yang berdarah, rasa pening pun menghantam kepalanya membuat Kan
Kanisa menjerit histeris saat tangan kekar itu melilit tubuhnya lalu perlahan tubuh Kanisa di seret ke dalam kamar Tendero.“Lepas!” berontak Kanisa. Tubuhnya mengiggil ketakutan namun Tendero tampaknya tidak memperdulikannya sama sekali.Dengan paksa pria itu berusaha mencium Kanisa namun karena Kanisa terus memberontak dan tidak diam membuat Tendero kesulitan untuk melancarkan aksinya.Kanisa meringis saat Tendero menjambak rambutnya dengan kasar.“Sekali lagi kau membantah perkataanku, aku tidak akan segan-segan menghukummu lebih berat dari ini Kanisa,” ucap Tendero menatap Kanisa dengan tajam. Tidak perduli meski sejak dari tadi Kanisa terus menangis dan memohon untuk dilepaskan.“Aku minta maaf,” lirih Kanisa.Tendero mendengus, dia pun
Tendero melangkahkan kaki jenjangnya masuk ke dalam club yang sudah sering dia datangi. Bisa dikatakan Tendero merupakan salah satu pelanggan tetap yang ada di club itu.Seperti biasa dentuman musik, bau alkohol, asap rokok, bau parfum wanita dan pria bercampur menjadi satu di dalam ruangan yang sesak dan penuh gairah itu. Pemandangan vulgar di sudut-sudut club itu juga sudah menjadi pemandangan yang biasa Tendero tonton.Tendero menghela nafas panjang. Kakinya pun semakin masuk ke dalam hingga pria itu berhenti melangkah begitu dia berada tepat dihadapan bartender.Tendero memutuskan duduk disalah satu kursi yang ada di sana lantas memesan minuman khusus yang diracik oleh sang bartender. Begitu minuman berwarna hijau itu tersedia dihadapannya Tendero pun langsung meminumnya dalam sekali tegukan.Rasa dingin, panas dan aroma mint bercampur anggur itu pun langsung memenuhi tenggorokan Tendero.
Awal musim panas, pagi hari yang terlihat cerah. Tampak kehangatan dari sebuah keluarga di dalam rumah sederhana tepat di pinggir jalan."Sa," panggil Indrina yang tengah menata makanan di meja.Sesa yang sedang bermain ponsel di sopa menyahut, "Apa mah?""Kakak kamu belum bangun, cepet kamu bangunin dia. Nanti kesiangan lagi dia," suruh sang ibu.Sesa mendengus, "Dasar kebo. Kebiasaan dan nyusahin aja sih," gerutu Sesa namun tetap menuruti perintah ibunya itu.Sesa pergi ke kamar sang kakak yang berada di lantai dua. Ketika Sesa membuka pintu kamar kakaknya, bisa dia lihat gundukan besar di atas kasur yang tak lain adalah kakaknya yang masih tertidur di mana tubuhnya tertutupi selimut tebal sampai mencapai dagu.Sesa berjalan masuk ke dalam kamar kakaknya tersebut dan berkaca pinggang di pinggir ranjang sang kakak. Bisa Sesa dengar suara dengkuran halus keluar dari bibir cery kakak
Dengan telaten Netra menyuapi Kanisa. Kanisa pun tampak makan dengan lahap.Sambil mengunyah nasi dalam mulutnya Kanisa terlihat menatap Netra dalam diam. Hingga akhirnya Kanisa memutuskan untuk berbicara.“Aku ingin mengucapkan terima kasih, kau sudah mau merawatku dengan baik,” ucap Kanisa dengan sungguh-sungguh disertai senyum tulus merekah di bibirnya.Netra balas menatap Kanisa dan menganggukan kepalanya sambil ikut tersenyum juga.“Selama aku tinggal di sini setelah bibi Elsa tiada. Kau rela mengurusku, aku tidak tahu harus membalas kebaikanmu ini seperti apa.”Kanisa menyeka air matanya yang jatuh. Netra mengelus pundak Kanisa.“Nona tidak perlu merasa berhutang budi pada saya. Saya iklas membantu nona, selama ini tuan sudah memberikan amanah untuk menjaga nona. Meski apa yang saya lakukan ini tidak seberapa dan maaf saya tidak bisa membantu nona di saat nona menga
Selesai mandi dan berganti pakaian Tendero pun akhirnya memakan lahap sarapan yang sudah dibuatkan oleh Yutaka untuknya. Tendero tidak sendiri Yutaka juga tampak memakan sarapannya dengan lahap juga.Sesekali mereka saling mengobrol hingga akhirnya keduanya pun selesai makan.“Kau masih mengingat perkataanku semalam bukan?” tanya Yutaka menatap Tendero dengan seksama.Tendero diam untuk beberapa saat mencoba mengingat-ngingat percakapannya dengan Yutaka sewaktu di club malam itu. Begitu Tendero berhasil mengingat apa yang dikatakan Yutaka kepadanya waktu itu Tendero pun mengangguk.“Makasih atas nasehat dan sarannya,” ucap Tendero dengan tulus.Yutaka mengangguk, “Santai saja. Kapan pun kau butuh bantuan aku siap membantumu,” ujarnya.Tok tokMereka berdua serentak menoleh ke arah pintu saat mendengar pintu yanh tidak jauh dari hadap
Dengan kasar Luvita menjambak rambut Kanisa, menyeret wanita itu menuju pintu keluar. Di belakang Netra tampak berlari tergopong berusaha mengejar dan menghentikan kenekadan Luvita yang ingin mengusir Kanisa karena menganggap Kanisa adalah musuh utamanya, batu krikil yang bisa menghalanginya untuk mendapatkan perhatian Tendero sepenuhnya.Untuk sekarang Tendero mungkin memperlakukan Kanisa dengan buruk tapi nanti pria itu bisa berubah pikiran dan kembali baik kepada Kanisa, sebelum semua itu terjadi Luvita akan mencegahnya lebih dulu.“Nona... Nona berhenti.”“Pergi dari sini dan jangan pernah kembali lagi! Kau paham!” bentak Luvita kemudian berkaca pinggang dihadapan Kanisa yang jatuh tersungkur. Wanita itu tersenyum pongah.Netra datang hendak membantu Kanisa berdiri namun dengan cepat Luvita menahannya.“Berani kau membantu dia. Aku akan memecatmu! Kau mau!” bentak Luvita menatap galak pada Netra