"Lho, lho, yo opo rek, isoke nikah ra ngabari iku lho!" ( Bagaimana sih, nikah tidak memberi kabar itu) ulang laki-laki itu dengan mata menyipit curiga.Agus berdehem lirih dan menggaruk pelipis. "Maaf, Mas. Belum ngadain resepsi, InshaAllah nanti aku undang," jawabnya canggung."Gus, syukurlah nek awakmu wes tob--" Agustus langsung menepuk pelan bahu laki-laki itu. Laki-laki tersebut merangkul bahu Agus sembari terkekeh dan berbisik lirih, "Yo opo, luwih enak karo wong wedok kan, Gus? Weslah, Gus, ojo suwe-suwe awakmu tersesat." (Bagaimana lebih enak sama perempuan kan? Sudahlah, jangan lama-lama kamu tersesat)"Aku masih belajar, Mas. Doain aku bisa dan kembali ke jalan yang lurus. Aku tersiksa, Mas, kayak gini terus," balas Agus sembari berbisik pula. Dia melirik Nur yang berdiri tak jauh darinya. Wanita itu malah sibuk memperhatikan ombak pantai sembari memvideokannya menggunakan kamera ponsel."Iyo, Gus. Nggak semua perempuan itu bajingan dan murahan seperti Susan. Lihat tuh ist
"Mas Agus jangan pernah begini sama orang lain, ya. Aku nggak ikhlas. Aku akan marah banget dan bisa membencimu, Mas," lirih Nur sembari memegang wajah sang suami.Agustus menatap Nur dengan nanar kemudian mendekap tubuh sang istri. Mencium bibir wanita di bawah kungkungannya itu dengan lembut. Agus mengerjap, sudut matanya terasa basah.Laki-laki itu menghentikan ciuman, lalu menatap Nur dengan tatapan berkabut. "Apa kamu mencintaiku, Nur?"Nur mengerjap dan mengangguk pelan. "Aku mencintaimu, Mas. Karena kamu suamiku. Jangan khianati cintaku, Mas." Setelah berkata begitu, Nur merengkuh bahu Agus dan terisak di dada lelaki itu. Nur memukul pelan lengan kekar Agus. Laki-laki itu semakin tertegun dengan kejujuran sang istri. Seharusnya dia senang atas pengakuan wanita itu. Namun, Agus justru merasa takut dan sedih. Dia takut akan mengecewakan wanita itu."Jangan mencintaiku terlalu dalam kalau kamu nggak bisa menerima kekuranganku, Nur. Aku nggak sebaik yang kamu pikirkan. Aku banyak
"Mas, apaan sih?"Nuraini mendorong dada suaminya. Agus tak menjawab dan kembali menarik pelan tangan Nur menuju ke mobil. Pandangan laki-laki itu masih tertuju ke lobby hotel. Nur mengikuti arah pandangan Agus, lalu menyentuh pelan lengan sang suami."Mas, ada apa sebenarnya? Siapa yang Mas lihat?" tanya Nur lagi.Agus menatapnya tanpa ekspresi. "Teman aku, tapi dia nggak sama istrinya," jawabnya berbohong. Agustus tidak ingin mengatakan hal yang sebenarnya."Kenapa banyak banget orang seperti itu? Astaghfirullah. Apa enaknya coba, berhubungan sembunyi-sembunyi begitu?" Agus mengangguk pelan. "Orang yang terbiasa berselingkuh akan merasa nyaman-nyaman saja, Nur," jawabnya sambil mengusap kepala istrinya."Mana ada orang selingkuh nyaman, Mas? Yang ada seperti kucing ketahuan nyolong ikan asin," sahut Nur sembari tertawa. Agustus tersenyum mendengar jawaban istrinya. Dia mencondongkan wajah ke arah sang istri. "Berarti Dion itu kucing garong yang nyolong ikan asin?""Hah, siapa Dion
"Dasar munafik. Pengkhianat!" Laki-laki tersebut menatap geram pada Agustus yang berenang bersama Nuraini. Laki-laki itu bergegas bangkit dari tempat duduk, namun dengan cepat lengannya ditarik oleh teman lelakinya."Oh, sekarang kamu ingin pergi begitu saja setelah melihat Agus? Ya, dia memang lebih tampan dariku, Gino!" ucap lelaki gemulai itu sembari menekan suaranya.Gino langsung melengos. Laki-laki bertubuh kekar itu kembali duduk dan mengusap-usap lengan kekasih sejenisnya. "Maaf, Sayang. Aku nggak tertarik dengannya, aku cuma geram karena dia mengkhianati temanku," dalihnya. Laki-laki gemulai dengan style rambut curly itu mencibir, memanyunkan bibir seksinya. "Ah, alasan. Paling kamu juga tertarik kan, sama dia? Dari tadi kamu lihat dia terus. Iya, badan dia bagus, atletis, nggak seperti aku, bulet," sungutnya lirih sambil mengusap-usap pipinya yang basah oleh air mata palsu.Gino mendengus, berusaha untuk sabar. "Sayang, jangan marah dong, ah," rayunya. "Kalau begitu ayo k
"Nuraini..."Nur memegang erat telapak tangan Agus dengan tatapan nanar mengarah tepat ke manik hitam lelaki itu."Mas, kenapa diam? Jawablah!" tuntut Nur lagi. Agus memejamkan matanya, kemudian memeluk tubuh sang istri. "Kita bicara baik-baik, jangan berteriak, Nur," lirihnya.Agustus membimbing istrinya duduk di tepi ranjang. Laki-laki itu memperhatikan sang istri, menggenggam tangannya kemudian menarik napas panjang."Tentang Gino..." Lagi, Agustus menjeda kalimatnya sejenak, sekedar menyusun kata-kata. "Gino terobsesi dengan aku, Nur. Aku mengenalnya ketika masih kuliah, setelah aku cerai dengan Susan. Maafkan aku, Nur. Dulu aku down. Lalu, datang Gino dan beberapa teman yang mendorongku bangkit. Tapi semakin ke sini aku semakin menyadari jika Gino terobsesi denganku," pungkasnya lirih.Agustus teringat betapa besar obsesi Gino padanya. Berkali-kali lelaki bertubuh kekar tersebut berusaha menjebak, bahkan mengancamnya. Dan akibat dari pergaulan yang salah, sering keluar masuk klu
Nuraini menoleh, menatap suaminya yang telah terbuai ke alam mimpi. Nur menarik napas pelan. Memperhatikan sang suami, betapa tampannya lelaki berusia 29 tahun tersebut. Tidak heran jika yang terpesona dengan sosok Agustus Setiadji bukan hanya perempuan."Mas, shalat Dhuhur dulu," bisik Nur sembari mengusap pipi lelaki tersebut. Agus menggeliat dan membuka sedikit matanya, namun kembali terpejam. "Mas, ayo shalat dulu," panggilnya lagi.Agustus menarik pelan lengan sang istri dan kembali memeluknya. "Sebentar, Nur. Masih ngantuk," jawabnya tanpa membuka mata."Iiih, shalat Dhuhur, terus kita makan. Aku lapar, Pak Lurah. Ibuk sama Nenek nungguin lho, Mas," rengek Nur lagi."Biar saja, mereka tahu kalau kita lagi honey moon. Kalau habis dari sini kamu positif kan, mereka juga ikut senang," jawab Agus santai."Huh!"Nuraini mendengus, kemudian bangkit dari tempat tidurnya. Wanita itu segera melangkah ke kamar mandi. Bersuci, untuk selanjutnya, melaksanakan kewajiban empat rakaat."Tunggu
Nur semakin mempercepat langkah ketika merasakan langkah Agus semakin mendekat. Di belakangnya, Agus terus memanggil dengan setengah berlari."Nuraini, berhenti!"Nuraini masih tak menghiraukan. Dia malah berlari menghindari laki-laki yang telah mengajarkan banyak hal, namun juga meremukkan hatinya.Agus melirik ke sebuah jembatan yang dilaluinya. Dia menatap tubuh Nur yang kian menjauh. Agus ingin tahu seberapa besar cinta sang istri untuknya. Tentunya, dia juga masih waras untuk melakukan hal konyol tersebut."Nuraini Laila! Kamu berhenti atau aku melompat!" teriaknya sekuat tenaga. Agustus berdiri di tepi pagar jembatan dengan air sungai yang mengalir deras di bawah sana. Dia menoleh ke kanan kiri dan satu kakinya memanjat pagar tersebut. Suara beberapa orang yang meneriaki Agus, menghentikan langkah Nur. Dia membalikkan badan. "Mas Agus!" pekiknya. Agustus melirik sekilas ke arah Nur dan menyunggingkan senyum satu sudut. Laki-laki itu berbisik ke salah satu orang yang berkerum
"Nuraini, jangan becanda!" sentak Agus marah.Laki-laki itu memegang wajah istrinya dengan tatapan tajam. Nur memalingkan wajah. Hatinya kembali terasa sakit mengingat ucapan laki-laki yang bernama Gino tadi."Sudah Mas, kita siap-siap pulang."Nuraini beranjak namun Agus segera menyambar lengannya. Agus memeluk tubuh Nur dengan erat."Nuraini, percaya sama aku. Aku sudah jelaskan semuanya. Kamu lebih percaya sama orang yang baru kamu temui atau suami kamu, Nur?" tanyanya lirih di balik bahu sang istri. Agustus melepaskan pelukan dan kembali memegang wajah Nur. Menatap kedua mata wanita itu dengan sendu."Aku bukannya nggak tahu, aku juga bukannya nggak dengar gosip tentang aku setelah aku berpisah dengan Susan. Tapi aku nggak perlu menjelaskan apa-apa karena itu nggak penting. Aku nggak pernah berurusan dengan mereka, Nur. Dan sekarang mereka akan diam dengan sendirinya."Nuraini bertanya ragu. "Lalu, lalu ... ke-kenapa, laki-laki itu berkata begitu, Mas?"Agustus mendesah kasar lal