Nuraini mengangguk ragu. Dia hendak mendekati Agus, tetapi lagi-lagi, pemandangan memuakkan menghentikan langkahnya."Om Agus, maaf ya. Saya nggak sengaja," ucap Cesi sembari berdiri di depan Agus.Agus mengangguk samar. Cesi tersenyum manis lalu memberanikan diri mendongak menatap laki-laki tampan itu. Agus yang merasa tidak nyaman kembali mundur. Apalagi tatapan mata beberapa orang tertuju ke arahnya."Om, Agus!" panggil Cesi lagi.Agus memejamkan mata dengan rahang mengetat. Dia menatap tak minat pada gadis yang terlihat begitu genit itu."Ada apa?" tanya Agus datar.Cesi kembali tersenyum. "Terima kasih atas pertolongan Om tadi sore. Saya belum sempat bilang. Kapan-kapan, bisa nggak Om kita jalan?" tanyanya tanpa malu.Agus terkekeh pelan. Dia menggaruk telinganya yang terasa gatal. Tidak tahu malu sekali gadis di depannya itu. Dari dandanannya dia juga berbeda dari anak seusianya."Maaf ya, Dik. Aku nggak bisa karena aku sudah punya istri!" jawab Agus kemudian bergegas meninggalk
Kehebohan terjadi di grup chat alumni SMU Harapan. Beberapa guru yang melihat video rekaman yang dikirim oleh salah satu siswa tersebut juga ikut berkomentar. Pagi-pagi sekali, Agus dipanggil oleh Pak Fahrul. "Kita harus bicara jujur pada mereka Mas Agus," ucap salah seorang guru. Agus mengangguk menyetujui. Tidak disangka, kebersamaannya dengan Nur tadi malam, diam-diam dividio oleh salah satu murid. "Saya juga berpikir begitu, Pak. Tapi Nur selalu menolak. Dia belum siap. Maafkan kami, kalau sudah membuat suasana tidak nyaman," sesalnya.Beberapa guru mengangguk. Tidak bisa dipungkiri, apa yang dilakukan mereka walaupun tidak sepenuhnya salah juga tidak bisa dibenarkan. Meskipun mereka terikat pernikahan yang sah, namun mereka bermesraan di tempat camping siswa."Maafkan saya," ucap Agus lagi lirih."Kami mengerti. Untuk meredakan kasak-kusuk, lebih baik Pak Agus dan Nuraini mengumumkan status kalian," nasihat guru yang lain.Sementara di tendanya, Nuraini yang juga melihat video
Nur tertegun. Telat? Dia menatap Agus yang justru senyum-senyum. Agus mengusap bibir istrinya dengan sapu tangan."Setelah dari sini, kita cek ke dokter ya, Nur," saran Agus lirih."Ta-tapi Mas, bagaimana kalau hanya masuk angin? Soalnya semalam kan kita di luar tenda sampe malam banget.""Ya, nggak apa-apa, setidaknya kita sudah cek. Takutnya kamu isi terus nggak tahu kan bahaya, Sayang," jawab laki-laki itu lagi.Tangan Agus bergerak pelan mengusap kepala sang istri. Kemudian laki-laki itu berdiri dan membantu istrinya untuk bangkit. Nur menunduk dalam tidak berani membalas tatapan mata Pak Fahrul dan istrinya. Istri Pak Fahrul mendekati Nur, lalu duduk di samping wanita itu. "Kenapa Nur? Apa kamu sakit?" tanyanya pelan.Nuraini mengangguk samar. Dia kembali membekap mulut ketika pandangannya tertuju pada mie instan tersebut. Agus menggeser mangkuk mie menjauh."Sepertinya istrimu hamil, Gus," ucap Pak Fahrul.Istri Pak Fahrul terpekik bahagia. "Alhamdulillah, Nur!" Wanita berhijab
Terlihat jelas raut wajah gugup mendengar cecaran dari istrinya. Agus tidak ingin aib memalukan yang berusaha dia sembunyikan sebaik mungkin itu diketahui oleh orang lain terutama Nur. Tidak ada orang yang akan lapang dada menerima masa lalu seorang gay. Tidak ada istri yang legowo menerima orientasi menyimpangnya selama beberapa tahun terakhir ini. Meskipun dari pemeriksaan medis, Agus tidak terindikasi terkena HIV dan sipilis. Namun siapa yang tidak jijik dengan masa lalunya itu? Terutama Nuraini, gadis polos yang kebetulan menjadi istrinya."Kenapa nggak dijawab, Mas? Apa Mas berantem sama Ibu?" selidik Nur lagi.Agus mengangguk samar tanpa berani membalas tatapan mata istrinya. "Kenapa Mas sebagai anak nggak ngalah, sih?" tanya Nur sambil mengusap dagu kasar laki-laki yang tengah memeluknya itu.Agus menunduk lalu menempelkan dagunya di kepala Nuraini. Tangannya bergerak pelan mengusap perut rata sang istri."Aku sudah berusaha menghubungi Ibu, tapi Ibu benar-benar marah, Nur. I
"Gino, mau apa kamu ke sini?'' tanya Agus sinis.Gino terkekeh tanpa dosa. Selanjutnya, laki-laki berbadan kekar itu justru menarik kursi dan duduk di dekat mereka.Gino memperhatikan Agus dan Nur bergantian. Bibir laki-laki itu melekuk membentuk senyuman. Tepatnya seringaian licik.Agus yang sudah tidak mood dengan makanannya, segera bangkit. Dia mendekati Nur dan menarik pelan tangan wanita itu."Kita pergi saja. Cari makan di tempat lain," ucap Agus lirih. Meskipun lapar, tidak ada pilihan bagi Nur selain menurut. Dia mengikuti sang suami. Akan tetapi langkah keduanya kembali terhenti."Kamu ingat ya Gus, sampai kapan pun, aku nggak akan melepaskan kamu!" seru Gino.Laki-laki itu tak peduli beberapa pasang mata menatapnya. Dengan gaya menyebalkan, Gino berjalan mendekati Nur dan Agus. Meneliti penampilan Agus dan mengusap pelan dagu kasar laki-laki tampan itu. Agus menyentak kasar tangan Gino dan menatapnya tajam."Nggak usah kurang ajar, Gin. Katakan apa maunya kamu?" tanyanya se
Rahang Agustus mengeras. Dia menggenggam kuat handphone di tangan dengan geram. Agus melirik Nur yang masih menikmati es campur dan bakso."Siapa, Mas?" tanya Nur sedikit mencondongkan tubuh mendekat.Agus segera menghapus pesan singkat tersebut, lalu menggeleng pelan. Laki-laki itu menatap manik hitam Nuraini, lalu meraih sendok dan menyuapkan satu sendok es campur pada istrinya."Em, nggak tahu. Nomor nggak dikenal, mungkin yang pesan emas tadi," jawabnya lirih.Nuraini mengangguk, lalu meraih jemari tangan Agus dan menciumnya. Wanita itu mendongak dan beralih mengusap pipi sang suami."Semoga usaha Mas semakin lancar. Rezeki si Kembar. Setelah membuka toko furniture baru, nanti tambah lagi cabang toko emasnya," do'a Nur tulus."Aamiin, Sayang. Terima kasih sudah mendo'akan suami kamu, ya.""Hem, iya, Mas." Nuraini mengangguk pelan. "Do'a istri juga jalan rezeki suaminya. Ya walaupun aku datang sebagai istrinya Mas, di saat Mas sudah kaya raya. Jadi, wajarlah kalau banyak yang menga
Agustus terbelalak. Laki-laki itu mengepalkan kedua telapak tangan. Rahangnya pun seketika mengeras geram.Bugh!Bugh!Dua buah hantaman mengenai rahang dan pelipis Gino yang tidak siap. Laki-laki bertubuh kekar tersebut terhuyung ke belakang. Gino mengusap pelipisnya yang berdarah, lalu menyeringai."Itulah akibatnya, kalau kamu mengabaikan aku, Gus. Apa sih susahnya nurut, Sayang? Kamu nggak ingat, siapa dulu yang membuatmu melupakan mantan istrimu yang brengsek itu?" "Diam kamu!" sentak Agus. "Jangan ungkit masa lalu yang bejat itu. Sadarlah, Gin. Apa yang kita lakukan itu salah. Menyalahi takdir Allah," ucap Agus melunak."Ha ha ha!" Gino terbahak, diikuti dua temannya. Mereka kompak mentertawakan Agus. "Wah, wah ... wah! Rupanya, mantan gay terganteng yang jadi incaran banyak orang ini sudah berubah jadi ustadz!" ejek Gino sinis.Gino bertepuk tangan di depan wajah Agus. Dia melirik pada temannya yang tampak waspada."Pergilah, Gin. Jangan ganggu aku lagi. Kalau kamu tetap pada
"Nur, Nuraini!" "Mbak Nur, Mbak Susi! Tolong buka pintunya!"Nuraini bergegas membuka pintu depan. Setengah berlari, dia mendekati pagar rumah yang terkunci. Nuraini menatap tiga orang berpakaian lusuh terkena lumpur yang berdiri di luar pagar."Ada apa, Paklek?" tanya Nur sambil membuka pintu pagar. "Masuk dulu, Paklek," lanjutnya."Ndak usah, Nur. Nganu, Nur. Pak Agus..."Dada Nur berdebar-debar mendengar nama suaminya disebut. Apalagi ketiga orang itu terlihat ragu saat ingin mengatakan sesuatu."Ada apa, Paklek? Ada apa, Budhe?" tanya Nur lagi pada ketiganya."Pak Agus di rumah sakit, Mbak. Tadi kecelakaan!" Seorang ibu memberitahu dengan hati-hati.Nuraini terperangah. Wanita itu berpegangan pada pagar. Lututnya terasa lemas. Perempuan paruh baya yang berdiri di depannya, lantas mendekat. Dia memegang bahu Nur yang bergetar karena tangis."Budhe, M-mas Agus kecelakaan di mana? Bagaimana keadaannya?" tanyanya parau."Jangan cemas. Pak Agus sudah di tangani Pak Dokter. Ayo kalau m