Share

Episode 117

Melihat keterbengongan mereka, aku hanya terdiam lalu menyuapkan sup ayam kesukaanku ke mulutku tanpa merasa bersalah dengan keterdiaman dan keterbengongan mereka. Sebenarnya ada apa sich? Kok sampai sebegitunya mereka melihatku. Kaget mungkkn aku hidup lagi. Beberapa jsm yang lalu aku kan divonis sekarat.

Setelah habis makan supnya, alu memperhatikan satu per satu wajah-wajah hetan di depanku. Mungkin iya, aku lebih tak acuh, aku caoek jadi orang patih dihina mulu. Agak tetgesa akj beranjak dari tempat tidur pasien.

"Move, mau kemana?" tanya Ray panik dan segeta menghadangku. Aku mdngerutkan dahi kuat-kuat fan menatap wajah Ray drngan tatapan bingung.

"Kudekatkan bibirku ketelinganya.

"Aku msu pipis," bisikku pelan. Wajah Ray seketika mrmetsh malu. "Mau ikut?" tanyaku menggoda dan tanpa menunggu jawaban darinya aku langsung berjalan menuju kama mandi dengan tatapan bingung yang mereka perlihatkan.

"Ray, panggil Careld," tiyah Alliya, mamanya. Ray dan Farhan hanya saling menatap lalu akhirnya salah satu diantara mereka memanggil dokter Careld.

Aku baru saja keluar dari kamar mandi ketika kulihat Farhan menungguiku di samping pintu kamar mandi.

"Rh, Farhan, mau pakai kamar mandinya?" Farhan agak tersentak mendengar suaraku.

"Nggak kok, Move. Aku hanya sedang menunggumu. Apa kamu bisa jalan sendiri?" Aku mrngerutkan dahi lagi mendengar pertanyaan aneh dari Farhan. Sambil berjalan sampai di pembaringan, masih kuperhatikan mereka menatapku dengan tatapan aneh dan bingung. Dari arah pintu terlihat Ray dan dokter Careld sedang mendekati aku.

"Hallo, Move, gimana kabarmu, sudah mendingan?" tanya dokter Careld dambil memeriksaku dengan lembut. Menatap bola mataku yang redup. Dan kubalas dengan tatapan teduh.

"Mata kamu baik-baik sajakan, Move?" tanya dokter Careld sambil memegang senter dan menyinari retinaku. Aku mengangguk pelan.

"Bagaimana, Careld?" tanya Ray antusias.

"Ini keajaiban, mukzizat dari sang khalik. Move bisa melihat dengan sempurna. Tidak ada satupun yang terluka di saraf matanya."

Semua yang hadir di sana langsung bersyukur. Awalnya aku bingung kenapa mereka seperti itu tapi ternyata banyak alasannya. Dan yang jadi masalahnya sekarang, aku sepertinya amnesia sedikit.

Sepeninggal mereka hanya aku dan Farhan yang memang meminta waktu untuk bicata empat mata denganku.

"Move, Aku minta maaf,"

"Soal?" Belum selesai Farhan menyelesaikan ucapannya aku sudah memotongnya.

"Tentang jatuhnya kamu dan kecelakaan kemarin?" ucapnya pelan sambil menunduk.

"Hei, kenapa begitu? Apa separah itukah aku jatuh, sampai kamu panik begini?"

"Kamu mengalami kebutaan, Move," aku terhenyak mendengar kalimat Farhan. 

Separah itukah? Kenapa aku tak bisa mengingat apapun tentang kebutaanku dan kecelakaaan yang terjadi padaku beberapa jam yang lalu.

"Aku nggak bisa mengingat apapun tentang hari itu, Farhan. Sama sekali aku tidak bisa ingat," ucapku tertunduk. Ada rasa sedih yang tiba-tiba menggelayut di hatiku.

"Jangan dipaksakan untuk mengingat kalau itu menyakitimu, Move," ucapnya membuatku semakin merasa sedih.

"Apakah dalam hal ini, aku jatuh karena keteledoran ku?" tanyaku sambil memperhatikan ekspresi wajahnya. 

Farhan nampak sendu sambil membalas tatapanku. 

"Aku yang waktu itu ada di sana dan tidak bisa menyelamatkanmu, kamu terpeleset karen dorongan tanganku yang tak sengaja menyelamatkan Feronika," 

Mendengar itu seperti ada kilasan masa lalu pahit beberapa hari yang lalu. Tentang hari jadi dan pertunangan. Ya! Sekarang akh ingat. Ray mau bertunangan di hari lahir ku.

"Apa Ray jadi bertunangan di hari itu?" Sesaat Farhan terdiam dan seolah sadar.

"Apa kamu sudah mengingat semuanya, Move?" tanyanya.

"Apa sebenarnya yang mendorongku Feronika?"

_______

BERSAMBUNG

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status