POV FirmanSetelah kejadian itu aku sama sekali tidak pernah melihat Mayra sama sekali, aku dengar dia dihukum dua puluh tahun. Aku tidak pernah menuntut dia soal penculikan Tita dan diriku, ini karena keinginan Arlita, dia merasa kasihan pada tragedi yang telah menimpa Mayra, menurutnya semua ini terjadi juga karena ada hubungannya dengan kami, mungkin pernikahan kami adalah salah satu penyebabnya, atau mungkin awal dari dendamnya pada kami. Dan satu lagi kami juga tidak mau berurusan lagi dengannya, dia hanya dijatuhi hukuman karena kejahatan mengedarkan barang haram itu, itu pun mungkin sudah membuatnya lama mendekam di penjara.Tapi entahlah, ini sudah hampir tujuh tahun, aku belum pernah mengunjunginya sama sekali, bagaimanakah kabarnya sekarang, apa dia masih menyimpan perasaan itu padaku.Sampai saat ini aku belum berani jujur pada Arlita mengenai kejadian malam itu, karena aku tidak mau kami mengingat hal buruk itu lagi, sekarang keadaan rumah tangga kami sudah kembali harmo
POV MayraBeberapa bulan setelah Mayra berada di penjara.."Nak, semoga kamu tumbuh sehat yah di sini!" ucapku pada perutku yang sudah semakin membesar.Dalam keadaan hamil di penjara memang sangat menyedihkan, biasanya ada seorang suami yang senantiasa menemani istrinya, tapi aku harus merasakan dinginnya lantai penjara dalam keadaan hamil.Tak ada yang menemaniku yang kerap mengalami pusing dan mual yang sungguh menyiksa di awal kehamilanku.Semua aku lakukan sendiri, apapun yang menjadi ngidam anakku, tak ada yang membantuku.Maya tidak bisa diharapkan dia pun sedang dalam masa penahanan, hanya saja kasusnya tidak terlalu berat mungkin kurang dari dua tahun pun dia akan keluar, apalagi ada seseorang yang ingin membantunya diam-diam.Dia adalah salah satu laki-laki yang pernah berhubungan dengannya, dia tidak bisa mengeluarkannya sekaligus hanya bisa meringankan masa kurungannya saja.Setiap kali aku memeriksa kandunganku, aku selalu merasa sedih teringat akan ayah dari anakku ini.
"Selamat yah Bu, bayinya perempuan!" ucap perawat sambil membawakan bayi itu ke pangkuanku.'Bayi berkelamin perempuan itu sangat cantik, ini anak kita, Mas Alfa. Dia sangat cantik!' Air mataku meleleh melihat bayi merah itu kini telah hadir di pangkuanku, aku sangat bahagia campur haru, seorang anak yang lahir dari cinta kami."Maaf Bu, siapa yang akan mengadzani bayi ini?" tanya sang perawat membuatku sangat sedih.Deg! Ya Tuhan ... anakku, belum diadzani! Siapa yang akan mengadzaninya, ayahnya saja tidak ada di sini.Aku terdiam, apa yang akan aku katakan pada perawat ini, aku sungguh bingung apa yang harus aku jawab.'Mas Alfa, anakmu sudah lahir tapi kamu tidak ada di sini untuk mengadzaninya, bahkan kamu sama sekali tidak tahu menahu soal anak ini.'"Maaf Sus, ayahnya tidak ada ... daaan dia sama sekali tidak tahu kalau saya sedang mengandung anaknya," jawabku dengan lirih, air mataku hendak turun tapi sebisanya aku tahan. Ya Tuhaaan ... begitu berat hatiku mengatakannya."Maaf
Beberapa tahun kemudian ...Aku hendak pulang ke rumah, aku sudah tak sabar ingin makan siang bersama istriku.Belum juga sampai setengah jalan, di depan ada keramaian di jalanan.Ada apa itu kenapa orang-orang pada berkerumun? Apa ada kecelakaan yah?Aku yang penasaran menepikan mobilku dan menghampiri kerumunan itu, aku menelusup ke dalamnya.Aku lihat seorang gadis berseragam putih biru tergeletak dengan bersimbah darah.Aku mendekati korban kecelakaan itu, "Ini korban tabrakan?""Iya Pak, tapi orang yang menabraknya Kabur, saat kami mencoba mengejarnya.""Sudah hubungi ambulans?""Sudah, mungkin sebentar lagi sampai.""Apa kalian sudah hubungi keluarganya?""Sepertinya anak ini sekolah di SMP sana!" ujar salah seorang Bapak yang berkerumun itu sambil menunjuk sebuah sekolah mewah yang letaknya tak jauh dari tempat kecelakaan."Sekolah megah itu?"Berarti anak ini anak orang kaya, tidak mungkin kalau anak dari kalangan biasa bisa sekolah di sana, karena biaya di sekolah itu selang
Lebih baik aku pergi, sebelum kedua guru itu melihatku di sini.Aku melepaskan perlahan tangannya, "Maafin Om yah, Om harus pergi, semoga kamu cepet sembuh."Baru aku mau menutup pintu, tepukan seseorang mengejutkanku."Bapak masih di sini!"Orang yang ingin aku hindari malah memergokiku di sini, aku benar-benar malu padahal tadi aku sudah pamitan."Eeeeuh ... Pak, iya Pak, saya penasaran tadi sama keadaan korban, jadi saya balik lagi. Hanya ingin lihat saja." "Oooh ... Saya malah belum lihat Pak, tadi dokternya ngajak bicara serius.""Apa kata dokternya?" Aku malah jadi kepo ingin tahu juga kondisi anak itu."Anak itu butuh banyak darah Pak, karena sudah banyak kehabisan darah, di rumah sakit ini kekurangan cadangan darah B+ saya golongan darahnya A, Bu Rani O." Pak Juhari tampak bingung, aku bisa melihat dari raut wajahnya.B+? Apa ini suatu kebetulan ataukah apa, golongan darahnya sama denganku, dan aku merasa ada sesuatu yang aneh dengan perasaanku sama anak itu, entah rasa apa i
Alhamdulillah, makin hari kondisi anakku berangsur membaik, kata dokter setelah mendapatkan transfusi darah, jadi Fayra bisa lebih cepat ditangani jadi tidak ada luka serius yang harus dikhawatirkan.Aku lupa belum mendatangi bagian administrasi, mungkin tagihannya membengkak karena dari awal masuk aku belum membayar sedikit pun."Jo, tolong tungguin Fayra yah.""Iya, May. Kamu masih segan aja minta bantuan sama aku, dia juga kan anakku, May. Bahkan aku merawatnya sejak bayi, jadi aku sudah menganggapnya seperti anak kandungku sendiri." Iya juga, padahal dia sudah merawat Fayra, tapi kenapa aku masih saja canggung meminta bantuan darinya."Maafkan aku Jo, aku lupa kalau kamu juga ayahnya, meskipun dia bukan darah daging kamu, tapi kamu sudah seperti ayahnya sendiri.""Ya udah sana, aku akan menungguinya.""Iya Jo, aku ke depan dulu yah. Kalau Fayra bangun terus nanyain aku, bilang aku lagi ke bagian administrasi yah!""Oke, Sayang."Dia sudah bertahun-tahun jadi suamiku tapi aku masih
Dua puluh lima tahun sudah pernikahanku bersama Arlita, tak terasa waktu bergulir begitu cepat, anak sulungku sekarang sudah berusia dua puluh empat, dan si Bungsu sudah berumur delapan belas tahun.Di umur yang sudah matang, Tita belum juga memiliki calon suami, katanya belum mau membina hubungan baru lagi setelah beberapa kali dia dikecewakan oleh laki-laki.Semenjak hubungannya yang terakhir siapa itu namanya, aku lupa, dia benar-benar kecewa berat, hingga dia merubah penampilannya. Katanya dia kesal kebanyakan laki-laki hanya menginginkan fisik saja, pakaian seksi dan mengundang hasrat.Kini baju-baju yang ketat dan minim bahan sudah dia museumkan, dia lebih sering memakai pakaian longgar dan panjang.Dulu rambut panjangnya yang selalu dia banggakan, dia urai, atau dia ikat ke atas, tapi sekarang lebih sering dia cepol bila ke kantor, bahkan dia sekarang memakai kacamata dengan bingkai yang besar, tapi tetap saja aura kecantikannya masih terpancar.Entah kapan aku bisa melihat put
Setelah kulihat Pak Beno menjauh, aku melangkah memasuki ruangan tempatku bekerja."Firli ... kamu lama amat sih di toilet?" tanya Sinta."Emang ada apa, apa ada kabar yang aku lewatkan?" tanyaku, walaupun aku sudah mendengarnya melalui Pak Beno."Iya nih, kamu Fir kelamaan sih ngeden," ledek Ryan, teman satu divisiku juga."Sialan Lo, emangnya gue lagi setor, apa!""Hahaha ... sorry gue kira Lo lagi pup, lagian lama amat Lo di WC!""Ada angin surga nih, Pak Beno dimutasi ke cabang baru. Yeeees ... gue gak akan jadi bulan-bulanan lagi, hehehe ...!!" Ryan bersorak, dia yang paling happy dibandingkan temanku yang lain karena dialah yang paling sering dimarahi sebelum aku."Itu gue udah tahu, Yan!""Tapi kalau kabar yang ini Lo belum tahu kan?""Kabar apaan?""Yang gantiin Pak Beno, Fir Waaaaw ... Lo gak akan nahan liatnya!" Tari ikut nimbrung."Memang kenapa?" Aku ingin tahu sejauh mana kebenaran kabar mengenai pengganti Pak Beno, apa benar yang dikatakan Pak Beno tadi sama aku."Tuh pe