Rahman berjalan tergesa-gesa di lorong rumah sakit dengan dibantu Pangeran. Bahkan karena tergesa-gesa dia hampir jatuh saat tongkatnya terpeleset di lantai rumah sakit. “Hati-hati, Yah!” ucap Pangeran yang dengan gesit memegang bahu ayahnya. “Kita harus segera melihat keadaan kakakmu, Pangeran," ujar Rahman tidak sabaran.Mereka bertiga langsung meluncur ke daerah P setelah Bagaskara menghubungi mereka dan mengatakan tentang kejadian yang menimpa Maharatu. Rupanya inilah jawaban dari kegelisahan yang dirasakan Rahman dan yang menjadi penyebab Maharatu tidak bisa menghubungi Maharatu. Ternyata Maharatu diculik. Menurut Bagaskara tidak baik merahasiakan keadaan Maharatu pada keluarganya. Toh, sekarang Maharatu juga sudah ditemukan dan dalam keadaan yang cukup baik. Jadi, Bagaskara memutuskan untuk mengabari Sandra karena dia tidak terlalu akrab dengan Rahman dan Pangeran. Atau lebih tepatnya tidak pernah bertegur sapa. Sementara, di belakang mereka, Sandra berjalan dengan santai.
Bibir Danendra melengkung saat notifikasi pesan di ponselnya muncul. ‘Kamu sudah makan?’‘Belum,’ balas Danendra yang berbohong. Padahal baru saja Nick meninggalkan apartemennya. Sahabatnya itu membawakan makanan untuknya. ‘Kenapa tidak makan?’ Pesan selanjutnya kembali muncul diikuti emotikon marah. ‘Karena tidak ada makanan,’ Bibir Danendra terus melengkung saat membalas pesan dari Maharatu. ‘Astaga,’ Emoticon melongo mengiringi pesan terakhir Maharatu. Lalu detik berikutnya, ponsel Danendra berdering. “Dia langsung telpon,” ucap Danendra senang. Sudah dua hari mereka tidak bertemu sejak kepulangan keduanya dari rumah sakit. Rasa rindu mulai menggerogoti hati Danendra. Pucuk dicinta. Wanita yang Danendra rindui menelponnya. Meski hanya suara tidak masalah baginya. Itu sudah cukup untuk meredam rindu yang semakin mendekam. “Hallo,” sapa Danendra.“Kenapa tidak bilang kalau tidak ada makanan sama sekali,” cerocos Maharatu.“Lupa,” jawab Danendra asal. Bibirnya benar-benar tid
Di sebuah restoran berbintang bergaya Eropa, dua pria dengan kekuasaan di bidangnya masing-masing tengah bertemu di ruang VVIP.“Andai saja Arlo bukan putramu. Bisa kupastikan dia habis di tanganku,” kata Bagaskara yang bersandar di kursi, sementara tangannya berada di atas meja memegang segelas wine. Sutopo, pria yang duduk berhadapan dengan Bagaskara itu hanya tersenyum getir. “Oh, ayolah Bagaskara, kita ini sudah lama menjadi partner. Kamu membutuhkanku untuk menyelimuti bisnis tambang ilegalmu itu. Jadi, mencabut laporan atas Arlo tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan bantuan yang sudah kuberikan kepadamu selama ini, ” timpal Sutopo yang merasa di atas angin. Karena seorang Bagaskara tidak akan berani macam-macam dengannya. Sudut bibir Bagaskara terangkat. “Kamu mengancamku, Sutopo?! Apa kamu lupa bantuan yang kamu berikan juga tidak gratis.” Bagaskara mengangkat gelasnya. Menandaskan wine yang berada di dalam gelas itu. “Kamu juga harus ingat satu hal. Kalau aku hanc
Hari ini benar-benar sangat melelahkan bagi Maharatu, artis muda berusia 24 tahun. Pagi sampai siang hari dia harus syuting drama series terbaru. Sore hari sampai menjelang malam, dia harus pemotretan sebuah brand baju ternama.Jam di pergelangan tangan perempuan berambut panjang itu sudah menunjukkan jam sepuluh malam saat wanita cantik itu sampai apartemen miliknya.“Aku sangat lelah,” keluh Ratu yang berjalan lunglai menuju kamar.Setelah membersihkan wajah dari make up yang membuat wajah terasa berat, Maharatu menuju kamar mandi lalu menyalakan lilin aroma terapi.Dia duduk di pinggir bathtub, mengisinya dengan air hangat kemudian menuangkan sabun beraroma mawar, kesukaannya. Kaki jenjang Ratu masuk ke dalam air. Disusul seluruh tubuhnya.Ratu memejamkan mata dengan kepala yang disandarkan pada bathtub menikmati aroma mawar yang membuatnya rileks. Rasa lelah membuat Ratu tertidur sepersekian menit.Hingga nada dering khusus membuatnya kaget. “Astaga, bisa-bisa kamu tertidur Ratu,
Wajah Bagaskara perlahan mulai memudar dan berganti dengan wajah lain. “Kamu siapa?!” Maharatu mendorong tubuh Danendra sekuat mungkin, hingga Danendra jatuh dari atas ranjang.“Aw!” Danendra mengusap bokongnya. “Kuat sekali tenaganya,” imbuh Danendra.Sementara, Maharatu berdiri di atas ranjang dengan tubuh sempoyongan. “Kamu mau memperkosaku, ya!” Jari Maharatu menunjuk ke arah Danendra.“Enak saja. Kamu sendiri yang mengajakku ke sini, Nona,” sahut Danendra.“Bohong!” Maharatu memegangi kepalanya yang berdenyut nyeri, perutnya juga mulai bergejolak. Wanita berkulit putih itu berlari ke kamar mandi dengan tangan yang membekap mulutnya sendiri lalu mengunci kamar mandi dari dalam. Maharatu mengeluarkan semua isi perutnya. “Pusing sekali.” Maharatu sesekali memukul kepalanya sendiri. Dia berjalan gontai ke arah bathtub. Membaringkan tubuhnya di sana lalu memejamkan mata.Suara Maharatu yang muntah-muntah sudah tidak terdengar lagi dari luar. Namun, Danendra heran. Kenapa wanita itu
Ratu masuk ke dalam mobil dengan pipi yang basah dan mata merah. “Kita pergi sekarang, Sa!”“Kamu tidak apa-apa, ‘kan, Ra?” Sasa menatap sendu ke arah artisnya.Maharatu menatap Sasa yang duduk di kursi kemudi. Dia menghapus jejak air matanya, lalu mengulas senyum. “Aku baik. Bukankah ini sudah sering terjadi, Sa.”Dulu Sasa sempat tidak percaya saat mendengar ada artis yang bertahun-tahun bekerja di dunia entertain, tapi miskin tidak punya apa-apa. Bukan karena sang Artis berfoya-foya melainkan karena uang sang Artis habis ditangan keluarganya sendiri. Akan tetapi, setelah bertemu Ratu tiga tahun lalu, Sasa baru percaya bahwa memang ada keluarga toxic seperti itu. Bahkan, bagi Sasa nasib Maharatu lebih tragis. Mama artis berambut panjang itu bukan hanya menguasai dan menghabiskan hasil keringat Maharatu. Dia juga tega menjadikan putrinya, istri kedua Bagaskara agar bisa hidup enak.“Miris sekali hidupmu, Ra. Punya Mama yang selalu bikin naik darah, jadi istri kedua pula.” Sasa berde
Jantung Ratu seakan berhenti berdetak, sebuah tangan kekar melingkar posesif di perutnya yang rata. Dari suara, dan aroma parfumnya, Ratu mengenali pemiliknya.Kenapa Bagas kembali secepat ini. Biasanya pria itu akan menghabiskan waktu berhari-hari bila menyangkut kesenangan Hanum –putri kesayangannya. Pikiran Ratu terus berkelindan.Susah payah Ratu menelan salivanya. “Sangat. Pagi harus syuting, sore pemotretan, dan malammya ada talkshow di SME TV.” Sebisa mungkin Ratu menyembunyikan rasa takutnya. Dia mengusap perlahan lengan Bagas.“Aku merindukanmu, Ra.” Pria berjambang tipis itu mulai menyusuri leher jenjang Ratu.Ratu segera mematikan kompornya. Dia berbalik arah, mengalungkan tangannya di leher Bagas. Maharatu terus menunduk, berharap Bagas tidak melihat tanda di lehernya. Bagas memegang dagu Ratu agar istrinya mendongak. Bagaskara menyentuh bibir Ratu, memberi kecupan perlahan yang lama-kelamaan semakin menuntut. Dia terus mencumbu istrinya, leher Ratu menjadi sasaran berik
Amarah dan hasrat yang sudah tersalurkan membuat Bagaskara lega. Pria itu menjatuhkan tubuhnya di samping Ratu. “Sekarang aku percaya, dia tidak menyentuhmu. Tidurlah! Aku akan mentransfer uang ke rekeningmu. Gunakan untuk mengobati luka-luka ini.” Ratu berdesis saat Bagaskara menyentuh ujung bibirnya. “Shh....” perih langsung menjalar ke seluruh tubuh.Bagaskara menarik tubuh Ratu ke dalam pelukannya, mencium sudut bibir Maharatu yang membiru lalu menyelimuti tubuh keduanya.Sinar matahari pagi sudah menembus tirai yang berkibar tertiup angin, menyilaukan pandangan wanita yang masih bergelung di dalam selimut itu. Tulang-tulang di tubuh Ratu seakan ingin terlepas satu per satu. Sungguh, badannya sakit semua. Belum lagi, kepalanya juga terasa pusing.Melihat matahari yang sudah meninggi, Ratu begitu panik, hari ini dia ada syuting seharian penuh. Ratu menyibak selimutnya, tergesa-gesa.“Aku terlambat,” rutuk Ratu. Kakinya baru akan menapaki lantai saat suara Bagaskara menghentikan g