aw aw aw .... Kira-kira Hexa buat kejutan apa yaaa??
Tak terasa, waktu berjalan begitu cepat. Yang semula Dhea pikir hanya perawatan biasa, kini semua asumsinya melenceng sempurna.Dhea menatap pantulan dirinya di sebuah cermin full body. Dengan gaun berwarna peach juga make up natural yang flawless, harus Dhea akui dirinya begitu berbeda.Kening Dhea mengerut bingung. "Sebenarnya, Hexa bakal ajak aku ke mana sih sampai rempong make over aku kayak gini?""Masa cuma beli choco lava cake harus se-perfect ini?" gumamnya penasaran.Saat begitu, ponsel Dhea berbunyi. Benda pipih yang sejak tadi tergeletak di meja kaca di depannya pun segera dia tarik.Dokter Hexa, nama itu tertera disana dan langsung Dhea angkat."Halo? Kamu di mana? Aku sudah selesai, Hexa. Aku benar-benar seperti sedang diculik di sebuah kerajaan. Dipaksa memakai make up dan pakaian indah tanpa tau apa yang harus aku lakukan setelahnya.” Dhea panjang lebar menjelaskan isi hatinya yang kesal sekaligus bingung.Namun hal pertama yang Dhea dengar adalah helaan nafas kekasihny
Allice tidak mengerti, kenapa Arsen seperti ini sejak tiga hari lalu dia ijin ke Singapura. Pria itu terlihat begitu manja.Sama seperti pagi kemarin, Allice terbangun dan sulit untuk beranjak. Sebab Arsen memeluknya terlalu erat. Bahkan enggan untuk melepas.“Sayang .... Aku mau masak.” Allice melihat wajah suaminya yang masih tidur. Tapi kaki dan tangan sudah memiliiki tenaga untuk menahan Allice di ranjang.“Arsen, Sayang ....”“Aku maunya begini saja.”Arsen justru kini menarik kepala Allice untuk menempel di dadanya.Allice menghela nafasnya. Dia tersenyum dan membalas pelukan suaminya.“Aku harus berangkat siang ini, Arsen. Jadi pagi ini aku ingin memastikan kebutuhan sekolah anak-anak aman selama beberapa hari ke depan. Aku juga mau cek ulang barang bawaanmu,” ucap Allice dengan lembut.Arsen menggeleng.“Kali ini aku boleh egois? Aku berat kamu pergi, Allice.”Allice memundurkan kepalanya hingga dia bisa melihat mata suaminya yang sudah terbuka. Ekspresi yang Arsen tunjukkan m
Arsen membawa mobilnya melintas cepat melewati banyak pengguna jalan di jalur yang cukup ramai. Pikirannya tidak karuan, begitu pun hatinya yang merasa tidak tenang kali ini.“Sudah ku katakan, Allice. Jangan pergi. Tapi kamu tidak mau mendengar perkataanku,” geram Arsen sambil mencengkeram stir mobilnya.Matanya memerah. Rasanya dia ingin menangis saat ini juga.Tadi sebelum dia membawa mobilnya keluar dari area rumah mewahnya, Arsen sempat membaca pesan yang Imelda kirim.[Arsen, ada kabar buruk. Meski kita belum memastikan apa yang terjadi dengan penerbangan siang ini. Tapi pihak maskapai memberitakan kalau pesawat yang Allice tumpangi hilang dari radar ketika sedang melewati Laut Jawa. Kamu cepat ke Bandara untuk memastikan semuanya.]Jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya. Dalam hati Arsen juga terus merapalkan doa mengenai keselamatan sang istri.Sesampainya di bandara, seperti yang Lucas katakan kalau disana sangat ramai. Arsen menerobos masuk ke arah bagian informasi.
[Pa, papa kapan pulang bawa mama? Papa jangan ikut pergi ya. Kami sama siapa kalau papa ikut pergi kayak mama.]Pesan yang Brian kirim dari nomor ponsel Satria pagi tadi baru bisa Arsen baca sore ini. Pria itu baru saja turun dari kapal dan memilih menunggu ke pencarian berikut.Sudah satu minggu tragedi jatuhnya pesawat AJT66 menggemparkan tanah air. Tim yang dikirim dari beberapa negara sudah dikerahkan untuk mencari badan pesawat yang kemungkinan jatuh di perairan laut lepas.Arsen memaksa untuk ikut mencari bersama Badan SAR Nasional. Selama seminggu, dia tidak merawat diri sama sekali. Rambut di rahangnya mulai muncul. Rambut juga acak-acakan. Serta cuaca panas di atas laut membuat kulitnya tidak seputih biasanya.Pria itu duduk di tepi pantai, memandang jauh ke depan. Harapannya masih tinggi sebelum badan pesawat benar-benar ditemukan. Dia masih berharap, siapa tau pesawat bisa mendarat dengan baik sebelum akhirnya meledak di dekat laut. Hingga penumpang selamat.“Allice, kamu h
Dua kali. Bayangkan saja ini kedua kalinya Arsen berada disituasi yang sama. Ditinggal selama-lamanya oleh istri. Jangan katakan Arsen untuk bersabar. Jangan minta dia untuk tabah. Nyatanya dia merasa putus asa saat ini. Hatinya hingga hidupnya merasa hancur saat ini juga. Arsen melupakan tujuannya masuk ke kamar. Dia lupa kalau Anna dan Brian sedang menunggu di bawah untuk makan bersama. Dia justru meraih figura yang terduduk di atas nakas. Itu adalah foto Allice dan Arsen. Pria itu menatap Allice, sedangkan sang istri tengah tertawa. “Aku rindu tawamu, Sayang ....” Jemari Arsen bergetar mengusap permukaan foto Allice. Cukup lama Arsen bicara sambil duduk di lantai. Mengucap banyak hal pada Allice di dalam foto. “Aku boleh ikut denganmu, Allice?” Arsen menunduk tak berdaya. Wajahnya sudah basah karena air mata. Pikirannya kacau. Apalagi selama 10 hari ini, dia makan hanya sedikit. Jarang tidur. Hal itu semakin memicu tingkat stress di otak dan rasa sakit di hatinya. Dengan pena
Sudah tiga pekan berlalu, suasana hati Dhea masih juga belum bersemi kembali. Layaknya hidup tanpa punya arah dan tujuan yang jelas, begitulah kondisinya saat ini.Astri yang mendapati Dhea tengah melamun, menghadap jendela kamarnya yang sengaja dibuka lebar, tak bisa untuk tidak menghampiri gadis berhati rapuh di sana.“Kamu tidak sarapan dulu? Masakan kesukaan kamu sudah matang loh,” cetus Astri tetap ramah dan berusaha mengajak Dhea mengobrol layaknya tak terjadi apa-apa.Sejenak Dhea membalikkan badan. Memberi senyum tipis, lalu kembali membelakangi posisi kakak Hexa yang masih setia menemaninya di sini.“Kakak duluan aja. Aku masih belum lapar,” tolak Dhea halus.Untuk kedua kalinya, Astri menghela napas panjang. Dia memang tidak bisa merasakan apa yang Dhea derita, tapi kehilangan sosok Hexa jelas membuat Astri juga sengsara.Tangan Astri menyentuh bahu gadis cantik di hadapannya dengan lembut. “Aku tahu ini tidak mudah buat kamu.”“Tapi percayalah, Dhea, seandainya Hexa melihat
"Apa semuanya sudah siap?"Lucas menyorot tegas sosok pria berjas hitam dengan dasi senada yang tak lain adalah Cakra, asisten Arsen di kantor."Sudah, Tuan Besar. Sebentar lagi Tuan Arsen akan sampai," jawab Cakra lugas dan tetap sopan.Kali ini, Lucas memilih menganggukkan kepala tanpa banyak bicara. Rasa percayanya pada sang putra membuat Lucas langsung melenggang masuk ke ruang pertemuan.Sedangkan Cakra, pria dengan rambut klimis itu tampak gelisah menunggu sang bos yang belum juga kelihatan batang hidungnya."Tidak mungkin Tuan Arsen lupa bukan? Aku sudah meninggalkan pesan pagi tadi untuk agendanya hari ini," gumam Cakra sambil mondar-mandir depan ruang meeting.Walau sebenarnya masih tersisa dua belas menit lagi menuju sesi pembukaan meeting, tetapi tetap sebetulnya Arsen harus sudah tiba di ruangan.Hanya saja, mengapa Arsen belum juga ada kabar?Jika sampai Arsen tidak hadir pada meeting kali ini, Cakra sungguh tak tahu nasib buruk apa yang akan menimpa sang bos.Karena masa
Bunyi banyaknya pesan masuk pada sebuah ponsel berwarna silver, membuat seseorang mencari keberadaannya.Bunyi itu tidak hanya sekali. Tapi berulang.“Suara apa itu? Bukankah disini tidak ada yang menyembunyikan HP?” tanya pria berkemeja hitam lengan pendek.Seorang pria lainnya, dengan pakaian yang sama karena itu adalah baju seragam dengan logo asing, dia mendekat seraya menjawab, “HP apa?”Netra pria berambut ikal itu menunjuk pada benda pipih yang tergeletak di atas pasir putih.Ya, mereka bertiga sedang berada di sebuah pantai. Salah satu dari mereka mengambil HP itu lalu melihat layar yang terkunci. tapi mereka bisa menangkap banyak sekali pesan masuk dari nama kontak yang sama.“Matikan! Bisa bisa mampus kita kalau ketahuan memegang HP.” Titah pria bernama Frank.Benar seperti yang dikatakan, mereka disana tidak ada yang boleh memegang alat komunikasi apapun. Hanya orang tertentu yang diperbolehkan“Mungkin punya orang-orang yang terdampar,” sahut teman lainnya.Frank mengambil