Lamat sekali Deu mengamati layar ponsel menyala. Sudut bibirnya melekuk menelusuri wajah Harger yang terlihat tenang. Gadis itu sudah terlelap dalam, dan mungkin sudah waktunya melanjutkan kegiatan tertunda. Panggilan video dihentikan. Benda pipih segera terselip di saku celana. Deu mulai beranjak bangun dari ranjang. Membuka pintu kamar sekadar memastikan Alice atau siapa pun tak akan membuntutinya. Paling tidak, sekarang, sudut lorong terduga sangat sepi. Langkah Deu lantas meninggalkan kamar hotel. Berjalan sebegitu tenang melewati beberapa tikungan jalan. Sebuah gedung kosong telah begitu dekat. Setiap derap yang dia lakukan menggema di tengah remang – remang cahaya. Aroma debu berterbangan, tetapi Deu perlu mencapai demi puncak melakukan pertemuan di hari ini.Pak Sekretaris akan tiba dengan helikopter. Hanya butuh waktu tidak terlalu lama sampai bunyi mesin itu menyeruak di langit malam. Baling yang berputar menciptakan udara besar. Beberapa daun – daun kering, sampah tak bergun
Selangkah demi langkah hentakan kaki Harger terburu menuruni tangga. Satu – satunya tujuan sedang bersarang di benaknya adalah dapur. Cukup mendebarkan dia harus mengetahui Daisy telah selesai dengan pekerjaan terakhir. Wanita tua itu akhirnya tersenyum dan meletakkan lipatan kain di atas tumpukan kain yang lain.“Kau lapar, Harger? Makanlah. Sarapanmu sudah siap dari tadi.”Rasa bersalah membludak liar. Harger tersenyum gugup, benar – benar tidak nyaman menghadapi Daisy yang telah menyiapkan segalanya. Tetapi bagaimanapun dia berjuang untuk mengatakan sesuatu.“Maaf, Daisy. Semalam aku tidur terlalu larut. Jadi ....”“Tidak apa – apa. Kau terlihat gelisah sejak malam. Aku tahu kau mencemaskan Deu. Apa dia sudah menghubungimu?”“Sudah. Semalam kami bicara sampai aku tertidur.”Keceplosan ....Rasanya Harger hampir tidak bisa melakukan apa pun, selain menyengir malu. Dia ragu – ragu mendekati meja makan. Sarapan orang Italia selalu unik baginya dengan cita rasa selalu memuaskan.“Di ma
Menjelang sore ....Sudah seharusnya Harger menunggu saat – saat dia dan sang hakim akan segera bicara, tetapi kesibukan merajut sejak tadi tak pernah menghentikan niatnya untuk menciptakan satu karya manis. Sesekali Harger akan meminta bantuan Daisy, tidak begitu banyak kesulitan; dia dengan mudah mengerti beberapa hal. Kembali berlarut – larut terhadap satu kegiatan mengesankan, hingga kemudian sulur – sulur ponsel yang bergetar memberitahukan sesuatu.Nama sang hakim terduga di sana, menunggu sebuah jawaban nyaris tanpa jeda. Harger segera mencondongkan tubuh, membiarkan dirinya terapit di antara kaki sofa dan pinggir meja setelah mengurai benang yang melilit di antara sela – sela jari. Dia cekatan mengatur benda pipih itu tegak bersandar pada vas keramik yang terukir cantik dengan Bunga Daisy tertancap utuh, sementara Daisy yang lainnya turut mengambil posisi duduk di atas sofa yang empuk.Wajah tampan itu, sesaat terlihat terkejut. Harger menduga; sang hakim tak pernah mengira b
Tidak ada bunyi tembakan, suara menggelegar, dan gerakan mendadak yang brutal. Tetapi titik di mana aset berada, di halaman belakang gedung, telah dilakukan eksekusi yang matang. Mula – mula mereka terbagi menjadi beberapa kelompok; tiga berjaga di gerbang terdepan; empat berada di posisi paling stabil, di tengah – tengah lorong, kemudian tiga berikutnya terlibat di lokasi transaksi sungguhan—yang salah satunya telah tumbang.Deu bersembunyi di balik sekat dari gedung lainnya. Tembakan pertama dengan senjata kedap suara membuat perhatian semua orang teralihkan. Direktur Oscar maupun broker senjata ilegal itu sedang berusaha mewaspadai situasi.Wajah mereka menengadah. Sulur – sulur beberapa pasang iris mata bergerak liar. Mencari – cari sumber serangan peluru, meski embusan angin melambangkan keheningan yang nyata.Lurus – lurus perhatian Deu tertuju pada titik; satu pria lainnya yang tersisa bersama Direktru Oscar. Lengan liatnya serius mengajukan ujung senjata dari jarak kejauhan,
Beberapa kali Harger melirik ponsel yang masih begitu hening. Keputusan berbelanja di pasar selesai. Dia dan Daisy sudah kembali ke dalam mobil usai Mr. Thamlin mengoceh ingin pulang. Di Italia nyaris menjelang siang, menegaskan bagaimana pengetahuan Harger sedang mendesak benaknya supaya berpikir jika di Washington D.C sudah cukup pagi. Sang hakim mungkin telah membantah kata – kata terdahulu; untuk menghubunginya semalam, tetapi sekarang Harger harap pria itu segera memperbaiki apa yang sedikit membuat perasaannya teremas, yang sayangnya, sampai semua kebutuhan bersama Daisy telah terpenuhi, Harger masih belum mendapat berita apa pun. Jika Deu ingin tidur sepanjang hari, pria itu bisa mengirim pesan. Setidaknya Harger bisa sedikit lebih tenang. Bagaimanapun keberadaan Rob dan Alice di satu tempat yang sama sudah cukup mengguncang Harger, walau tidak begitu berpengaruh. Beberapa pikiran kotor muncul, bagaimana seandainya Alice kembali menggoda suaminya? Wanita itu sudah melakukan
Samar – samar pemandangan yang buram memberitahu Deu kalau – kalau sesuatu—sangat asing dari pengetahuannya, telah merambat secara serius, dan menyatakan sebuah informasi krusial; dia berada di rumah sakit, terbaring dalam keadaan separuh mengingat kejadian yang diduga baru dilalui beberapa saat lalu, yang sayangnya langit – langit rumah sakit yang kosong, di waktu – waktu mendatang, menyerahkan wajah seseorang agar lebih terlihat jelas.Masuk akal Pak Sekretaris sudah menunggu kesadaran Deu. Pria itu menatap tenang. Masih belum ada satu kata terucap, seolah Pak Sekretaris sedang mempertimbangkan sesuatu; hanya menunduk, hingga Deu berusaha bangun. Tertahan oleh sekujur tubuh yang terasa membeku. Sulur – sulur muncul golakan berbeda. Sedikit menyaktikan, tetapi gerakan lengan Deu cekatan terangkat. Menyentuh kening yang berdenyut untuk kemudian menyorot Pak Sekretaris dengan tanda tanya besar.Pria itu menghela napas kasar. “Peluru di tulang rusukmu dinyatakan mengandung zat kimia, r
Setidaknya bunyi gemerisik air dari kamar mandi membuat Harger terbangun di tengah malam. Diam – diam dia mempelajari situasi. Mengepalkan tangan dan membiarkan lengannya membentuk sudut dengan waspada. Harger tak mau tahu kalau – kalau kamar nyaris sepenuhnya gelap; hanya sulur – sulur cahaya bulan menembus lewat ventilasi memberikan isyarat untuk tetap tenang. Benaknya segera berhitung saat keheningan menyerupai bisu mencekam. Sungguh bukan tentang pemikiran bagus yang menyiram di puncak kepala. Harger menduga pada satu; bahwa seseorang telah menyusup ke kamarnya. Mungkin ingin membuat situasi menjadi lebih dramatis dengan sebuah adegan membuka pintu kamar mandi.Satu ....Itu adalah hitungan tegas seraya mengumpulkan napas. Kepalan tangan Harger semakin mantap saling menggenggam.Dua ....Dia mulai merasakan satu hal ganjil; tekanan, ketika suara ranjang mengikuti seseorang yang menderak lebih dekat di sampingnya. Sayup – sayup suara kain bergesekan cukup menawarkan Harger antisip
Seperti keputusan Harger semalam. Dia beranjak bangun lebih dulu, mengatur posisi setengah menghadap pria yang masih tertidur dalam. Tubuh sang hakim persis keadaan sebelum terlelap; tidur telentang dan sebelah lengan itu tergoler di permukaan perut sendiri. Harger tersenyum, tipis – tipis memelihara pemikiran absurd. Ujung jarinya bergerak, meraih tangan sang hakim sekadar mengamati cincin buatan tersemat di jari manis, yang secara ajaib tak membuat pria itu malu mengenakan. Lucu sekali .... Rasanya Harger tidak tahan untuk melakukan satu hal. Hati – hati mulai menyematkan ruas jari – jari sang hakim dan miliknya agar menyatu. Dia mengangkat tangan mereka. Menempelkan bibir diliputi ciuman ringan, lalu iris mata Harger melirik wajah yang masih terpejam. Harger tak berusaha membuat sang hakim bangun, akhirnya memutuskan untuk meninggalkan ranjang. Gesturnya begitu ringan saat memisahkan diri. Pelan – pelan bergeser, membiarkan ujung kaki berpijak di lantai, kemudian sejenak duduk di