Tidak ada bunyi tembakan, suara menggelegar, dan gerakan mendadak yang brutal. Tetapi titik di mana aset berada, di halaman belakang gedung, telah dilakukan eksekusi yang matang. Mula – mula mereka terbagi menjadi beberapa kelompok; tiga berjaga di gerbang terdepan; empat berada di posisi paling stabil, di tengah – tengah lorong, kemudian tiga berikutnya terlibat di lokasi transaksi sungguhan—yang salah satunya telah tumbang.Deu bersembunyi di balik sekat dari gedung lainnya. Tembakan pertama dengan senjata kedap suara membuat perhatian semua orang teralihkan. Direktur Oscar maupun broker senjata ilegal itu sedang berusaha mewaspadai situasi.Wajah mereka menengadah. Sulur – sulur beberapa pasang iris mata bergerak liar. Mencari – cari sumber serangan peluru, meski embusan angin melambangkan keheningan yang nyata.Lurus – lurus perhatian Deu tertuju pada titik; satu pria lainnya yang tersisa bersama Direktru Oscar. Lengan liatnya serius mengajukan ujung senjata dari jarak kejauhan,
Beberapa kali Harger melirik ponsel yang masih begitu hening. Keputusan berbelanja di pasar selesai. Dia dan Daisy sudah kembali ke dalam mobil usai Mr. Thamlin mengoceh ingin pulang. Di Italia nyaris menjelang siang, menegaskan bagaimana pengetahuan Harger sedang mendesak benaknya supaya berpikir jika di Washington D.C sudah cukup pagi. Sang hakim mungkin telah membantah kata – kata terdahulu; untuk menghubunginya semalam, tetapi sekarang Harger harap pria itu segera memperbaiki apa yang sedikit membuat perasaannya teremas, yang sayangnya, sampai semua kebutuhan bersama Daisy telah terpenuhi, Harger masih belum mendapat berita apa pun. Jika Deu ingin tidur sepanjang hari, pria itu bisa mengirim pesan. Setidaknya Harger bisa sedikit lebih tenang. Bagaimanapun keberadaan Rob dan Alice di satu tempat yang sama sudah cukup mengguncang Harger, walau tidak begitu berpengaruh. Beberapa pikiran kotor muncul, bagaimana seandainya Alice kembali menggoda suaminya? Wanita itu sudah melakukan
Samar – samar pemandangan yang buram memberitahu Deu kalau – kalau sesuatu—sangat asing dari pengetahuannya, telah merambat secara serius, dan menyatakan sebuah informasi krusial; dia berada di rumah sakit, terbaring dalam keadaan separuh mengingat kejadian yang diduga baru dilalui beberapa saat lalu, yang sayangnya langit – langit rumah sakit yang kosong, di waktu – waktu mendatang, menyerahkan wajah seseorang agar lebih terlihat jelas.Masuk akal Pak Sekretaris sudah menunggu kesadaran Deu. Pria itu menatap tenang. Masih belum ada satu kata terucap, seolah Pak Sekretaris sedang mempertimbangkan sesuatu; hanya menunduk, hingga Deu berusaha bangun. Tertahan oleh sekujur tubuh yang terasa membeku. Sulur – sulur muncul golakan berbeda. Sedikit menyaktikan, tetapi gerakan lengan Deu cekatan terangkat. Menyentuh kening yang berdenyut untuk kemudian menyorot Pak Sekretaris dengan tanda tanya besar.Pria itu menghela napas kasar. “Peluru di tulang rusukmu dinyatakan mengandung zat kimia, r
Setidaknya bunyi gemerisik air dari kamar mandi membuat Harger terbangun di tengah malam. Diam – diam dia mempelajari situasi. Mengepalkan tangan dan membiarkan lengannya membentuk sudut dengan waspada. Harger tak mau tahu kalau – kalau kamar nyaris sepenuhnya gelap; hanya sulur – sulur cahaya bulan menembus lewat ventilasi memberikan isyarat untuk tetap tenang. Benaknya segera berhitung saat keheningan menyerupai bisu mencekam. Sungguh bukan tentang pemikiran bagus yang menyiram di puncak kepala. Harger menduga pada satu; bahwa seseorang telah menyusup ke kamarnya. Mungkin ingin membuat situasi menjadi lebih dramatis dengan sebuah adegan membuka pintu kamar mandi.Satu ....Itu adalah hitungan tegas seraya mengumpulkan napas. Kepalan tangan Harger semakin mantap saling menggenggam.Dua ....Dia mulai merasakan satu hal ganjil; tekanan, ketika suara ranjang mengikuti seseorang yang menderak lebih dekat di sampingnya. Sayup – sayup suara kain bergesekan cukup menawarkan Harger antisip
Seperti keputusan Harger semalam. Dia beranjak bangun lebih dulu, mengatur posisi setengah menghadap pria yang masih tertidur dalam. Tubuh sang hakim persis keadaan sebelum terlelap; tidur telentang dan sebelah lengan itu tergoler di permukaan perut sendiri. Harger tersenyum, tipis – tipis memelihara pemikiran absurd. Ujung jarinya bergerak, meraih tangan sang hakim sekadar mengamati cincin buatan tersemat di jari manis, yang secara ajaib tak membuat pria itu malu mengenakan. Lucu sekali .... Rasanya Harger tidak tahan untuk melakukan satu hal. Hati – hati mulai menyematkan ruas jari – jari sang hakim dan miliknya agar menyatu. Dia mengangkat tangan mereka. Menempelkan bibir diliputi ciuman ringan, lalu iris mata Harger melirik wajah yang masih terpejam. Harger tak berusaha membuat sang hakim bangun, akhirnya memutuskan untuk meninggalkan ranjang. Gesturnya begitu ringan saat memisahkan diri. Pelan – pelan bergeser, membiarkan ujung kaki berpijak di lantai, kemudian sejenak duduk di
Napas Harger tercekat. Dia diam beberapa saat untuk berpikir lamat. Daisy mungkin akan menunggu sampai sebuah jawaban terungkap dari bibirnya. Mula – mula yang harus Harger lakukan hanyalah memastikan sang hakim tidak terlibat untuk sementara waktu. Dia langsung bergegas memisahkan diri. Memungut satu demi satu kain tercecer asal di lantai, dan memastikan dia mengenakan semua detail dengan utuh.“Kau harus pura – pura tidur!”Harger menarik selimut tebal. Membiarkan tubuh sang hakim terbungkus sebagian, lalu cekatan menendang sisa – sisa pakaian Deu yang teronggok ke kolong ranjang.“Tunggu sebentar, Daisy,” ucap Harger setengah berteriak. Jari – jari tangannya menyisir rambut yang teracak, lalu tanpa membayangkan Daisy akan membeku di tempat, Harger segera membuka pintu kamar.“Kau bilang apa tadi?” Dia bertanya seraya tersenyum kaku. Daisy seperti menerima sengatan hebat sehingga wanita itu perlu beberapa saat untuk mengerjap. “Deu ... apa dia sudah kembali?”Ntah mengapa, rasa gu
Setelah rambut membasah nyaris separuh kering. Harger mengeluarkan perkakas alat make-up. Berjalan cepat ke arah sang hakim yang menunggu dengan sabar sejak dia masuk dan keluar dari kamar mandi.Masih di satu titik yang sama. Harger mendapati kening sang hakim bergenyit dalam saat mengamati tangan – tangannya secara cekatan mengeluarkan satu benda asing bagi pria itu. Perlengkapan make – up yang dibeli bersama Daisy di pasar. Sekarang Harger akan sangat membutuhnya.Dia mengeluarkan bagian penting pertama. Pelembab. Dan akan segera mengaplikasikan di kulit leher sang hakim. Itu nyaris ....Sebelum Deu mengelak diliputi alis yang bertaut heran. Harger memutar mata malas. “Percaya padaku,” ucapnya. Tak tanggung – tanggung segera menangkap tubuh sang hakim tetap diam di tempat. Semua proses pemberian pelembab berjalan cukup tak begitu mulus; sesekali Deu mengelak geli, dan suara kekehan pria itu nyaris menyerupai erangan tak tertahan.“Diam-lah, Deu!” Bagaimanapun Harger memutuskan seg
“Harger bilang kau sering merasa kelelahan, Daisy. Jadi aku memutuskan untuk meminta Asrof membantu pekerjaan tuan hamburger, dan Miley bertugas membantumu di dapur.”Akan tetapi, betapa pun sang hakim sedang nyata – nyata dihakimi oleh sorot mata Daisy yang garang, pria itu tetap bersikap sangat tenang. Lengan membatas di garis bahu Harger telah meninggalkan. Harger merasa sedikit ringan ketika sang hakim berjalan pelan; duduk mengenyakkan bahu di sandara sofa setelah meletakkan tas jinjing ke atas meja.“Kali ini aku tidak menerima bantahan.”Sang hakim seolah sudah mengerti apa dan mana yang akan Daisy katakan ketika wanita tua itu mengambil tindakan yang sama, menyampirkan tubuh di atas di atas sofa dengan tegang. Raut wajah keberatan mengatakan semuanya. Harger meringis saat Daisy memindahkan iris mata menatapnya ... seolah; Harger perlu membantunya membujuk sang hakim agar keputusan yang telah dibuat segera diurungkan.Harger segera menunduk; anggap saja dia tak bisa melakukan a