“Dimana Arkos, Jhon?” Suara berat nan serak Aaron membuat Jhon dan beberapa pekerja kebun di belakang mansion mewah itu menoleh dengan segera.Tidak ada jawaban, kecuali kepala Jhon dan semua orang di situ yang tertunduk serentak. Beberapa detik kemudian Jhon hanya menoleh sebentar ke arah utara.Melihat hal itu, Aaron sama sekali tidak butuh waktu untuk menunggu jawaban atas pertanyaannya. Iris mata biru nya menajam menatap sinis dan penuh intimidasi pada Jhon.“Jika sudah bosan bekerja disini, beritahu aku.” Ucap Aaron dengan mata tajamnya lalu bergerak mendekati beberapa perkakas dan daging mentah yang diletakan disitu.“Dia sudah makan?”“Seharusnya saat ini ia sedang…”“Bawakan daging segar ini dan ikut dengan ku.” Perintah Aaron lalu berjalan menapaki jalanan kecil di depannya.“Baik tuan muda.” Jhon buru-buru mengambil beberapa daging segar yang tebal dan langsung mengikuti Aaron yang sudah melangkah dengan kaki panjangnya.Di pertigaan depan ketika menemukan sebuah pohon oak t
Ayana bergerak gelisah berusaha menstabilkan tubuhnya yang dilanda gairah akibat sentuhan Aaron.“Aku ingin bertanya...” Ayana menelan salivanya gugup.“Hm, kau selalu ingin bertanya setiap kali aku ingin menyentuhmu.” Protes Aaron seraya menggigit telinga Ayana lembut. “Tentang apa? Jangan tanyakan apapun lagi tentang Hana, aku sudah jujur padamu kemarin.”“Bukan itu,” Ayana mendongak menatap wajah tampan Aaron lama. “Kau tahu Regina Walles? Aku yakin kau pasti tahu...”Aaron mengangguk santai, “Kenapa?”Ayana menahan napas sebentar apakah ia harus menceritakan nya pada Aaron atau tidak.“Kenapa? Percayalah walaupun aku brengsek tapi kau bisa mempercayai ku soal menjaga rahasia.” Aaron mencubit ujung hidung Ayana.“Wanita itu, dia adalah wanita yang kutemui ada bersama Felix di apartemennya.” Iris mata Ayana bergerak tidak percaya diri, tapi kemudian terdiam sejenak menatap respon Aaron yang terlihat santai.“Hm... Aku tahu.”“Kau tahu?” Ayana membeo.Aaron menganggukan kepalanya lag
Beberapa kali Aaron menghentakan miliknya begitu dalam pada milik Ayana dengan posisi mereka saat ini, Aaron menangkup wajah Ayana dan menatap wajah dokter cantiknya itu lekat-lekat. Keringat memenuhi wajah Ayana hingga membuatnya terlihat semakin cantik dan seksi. Demi Tuhan Aaron semakin gelisah menatap wajah cantik itu.“Kau menikmatinya?” Tanya Aaron dengan suara serak dan beratnya.Ayana menarik tangannya dari pundak Aaron demi mengusap keringat yang juga mengalir di pelipis Aaron. Sial, hentakan pria tampan di depannya ini begitu kuat dan hebat hingga membuat tubuh mereka dipenuhi keringat.Aaron menarik sudut bibirnya dan tersenyum kecil saat Ayana mengangguk pelan, wajah gadis itu merona merah.“Bisa ku lanjutkan?” Tanya Aaron memastikan. Sejak Ayana memutuskan untuk tidur dengannya, Aaron ingin memastikan bahwa apa yang ingin ia lakukan pada tubuh Ayana, gadis itu pun menikmatinya.Ayana tersenyum kecil sambil menggigit ujung bibirnya membuat Aaron dengan spontan mencabut kem
Ayana masih terlelap ketika Aaron kembali dari dalam walk-in closet nya dengan setelah jas berwarna navy yang membuatnya nampak berkali-kali begitu tampan.Aaron menarik sudut bibirnya dan bergerak mendekati Ayana, ia menunduk demi menyampirkan rambut panjang Ayana yang menutupi wajah cantiknya.“Eum…’ Hidung mungil nan mancung Ayana membaui terlalu dekat wangin parfum Aaron yang beberapa hari ini sudah mengganggu indera penciumannya.Aroma sitrus segar yang dikombinasikan dengan aroma angin laut serta wangi maskulin kulit kayu. Perpaduan yang benar-benar memabukan pernapasan! Sempurna. Pantas saja pria itu selalu dikelilingi wanita-wanita cantik.“Henry... sejak kapan kau mengganti parfum mu?” Ayana bergerak pelan, ia pikir Henry yang sedang mencoba membangunkannya seperti biasa.“Malle Davidoff Aveur…” Bisik Aaron didepan wajah cantik Ayana sembari meniupkan angin ke telinga dokter cantik itu.“Eum…” Ayana memelas, ia memaksa matanya untuk terbuka sempurna dan mata hasel cantiknya l
Hari senin pagi yang paling sibuk bagi semua orang dimuka bumi ini membawa langkah kaki Aaron Xavier, pria tampan dengan kharisma paling dicari seluruh stasiun televisi London bertapak sempurna diruang tamu keluarga Giordano. Wajah dingin Aaron tanpa senyum menjadi pembuka pagi itu. “Aaron, kau pasti bercanda, haha.” Suara tawa Henry pecah saat membaca tuntutan keluarga Xavier pada perusahaan milik keluarganya. “Proyek yang kau kerjakan untuk keluarga ibu ku memakan banyak korban di Guanabara. Banyak keluarga korban yang melaporkan perusahaan kami pada pemerintah. “Aaron, bukan pertama kali ini kau bekerja sama dengan ku. Kejadian seperti ini sering terjadi, kita bisa…” “Jika yang kau maksud adalah membayar keluarga para korban, perusahaan ku sudah mengalami kerugian yang teramat besar untuk membayar mereka. Perusahaan mu harus bertanggung jawab untuk ini.” “Tapi Aaron…” “Aku ingin kerja sama ini dibatalkan, tarik orang-orang mu kembali ke London! Atau yang kedua… Bayarkan sem
Senyum smirk yang terukir jelas diwajah Aaron kian melebar saat menatap wajah pucat Ayana. Gadis itu bagai diterjang angin topan paling dashyat tahun ini, ia berdiri terdiam kaku menatap Aaron. Ayana kehilangan kata-katanya. “Ayana, naiklah ke atas biar aku yang mengurus ini!” Henry menahan napasnya demi tidak menerjang Aaron saat ini. Harga dirinya seolah dipermainkan Aaron, orang yang sudah ia anggap sebagai teman terbaiknya. Henry tidak sanggup melihat Ayana yang masih berdiri di sebelahnya, sedang ia tidak mampu melakukan apapun untuk melindungi adik perempuannya. Kedua tangan Henry terangkat menyentuh pundak Ayana demi menarik gadis itu keluar dari keterkejutan yang baru saja menerpanya. Dari sisa kesadarannya kaki jenjang Ayana bergerak untuk mengambil langkah berbalik menuju kamarnya yang berada dilantai dua rumah itu. “Jangan dipikirkan.” Bisik Henry pelan sambil mengusap lembut pundak Ayana. “Sebaiknya kau pikirkan baik-baik. Tawaran ini akan sangat menguntungkan untuk
Aaron mencoba berkonsentrasi pada apa yang harus di lakukannya pada Ayana, tapi gadis itu membuatnya jadi lebih sulit. Ayana hanya mendongak sebentar ke langit-langit kamar dan leher jenjangnya membuat Aaron sudah kehilangan konsentrasinya. Sial, Ayana bahkan belum melakukan apapun tapi ia sudah tidak tahan untuk menyentuh gadis itu. “Kau mau wine?” Tanya Aaron basa-basi, mungkin saja Ayana perlu Alkohol untuk lebih bisa memberanikan dirinya melewati malam panas mereka. Ya, Aaron menyukai wanita yang agresif. Ayana menggeleng pelan membawa pandangannya pada Aaron. “Aku tidak minum alkohol.” Ucap Ayana jujur. Sejak memasuki masa remaja, Ayana didiagnosa punya beberapa alergi pada makanan dan minuman termasuk alkohol. Aaron nyaris tertawa mendengar ucapan Ayana. Ia tidak percaya ada orang di London seusia Ayana yang tidak minum alkohol, oh demi Tuhan gadis ini ingin terlihat polos di hadapannya. Mengabaikan ucapan Ayana, Aaron mengisi gelas lainnya dengan sedikit wine dan melangkah
Wajah pucat, rambut berantakan dengan bekas ruam merah menghiasi permukaan kulit leher serta bagian dada dan perut ratanya, sangat sempurna untuk menjadi pemandangan pertama yang dilihat Ayana pagi ini begitu ia bangun. Bibir bengkak dengan tepiannya yang berhiaskan beberapa luka. Tangan Ayana gemetar saat gadis muda itu mengangkat tangan kanannya dan menyentuh pipi mulusnya. Dua bola mata indahnya berhasil mengeluarkan air mata yang kembali membasahi pipinya. Ayana sungguh berantakan. “Dad… a-aku, aku sudah menghancurkan arti nama yang kau berikan.” Ayana meringis dengan sisa tenaga yang ada, gadis itu berteriak sekencang mungkin dengan sisa tenaga yang ia punya. Ayana Giordano, gadis muda dengan dua bola mata indah itu merangkak turun dengan tubuh gemetar dan mulai mencari satu per satu pakaiannya. Namun lagi-lagi Ayana harus kembali menekuk kedua kakinya dan menangis didekat ranjang saat tak menemukan pakaiannya yang ia kenakan tadi malam. “Dad ampuni aku, hanya ini yang bis