Share

3. You Who Came To Me!

Aaron mencoba berkonsentrasi pada apa yang harus di lakukannya pada Ayana, tapi gadis itu membuatnya jadi lebih sulit. Ayana hanya mendongak sebentar ke langit-langit kamar dan leher jenjangnya membuat Aaron sudah kehilangan konsentrasinya. Sial, Ayana bahkan belum melakukan apapun tapi ia sudah tidak tahan untuk menyentuh gadis itu. 

“Kau mau wine?” Tanya Aaron basa-basi, mungkin saja Ayana perlu Alkohol untuk lebih bisa memberanikan dirinya melewati malam panas mereka. Ya, Aaron menyukai wanita yang agresif.

Ayana menggeleng pelan membawa pandangannya pada Aaron. “Aku tidak minum alkohol.” Ucap Ayana jujur. Sejak memasuki masa remaja, Ayana didiagnosa punya beberapa alergi pada makanan dan minuman termasuk alkohol.

Aaron nyaris tertawa mendengar ucapan Ayana. Ia tidak percaya ada orang di London seusia Ayana yang tidak minum alkohol, oh demi Tuhan gadis ini ingin terlihat polos di hadapannya.

Mengabaikan ucapan Ayana, Aaron mengisi gelas lainnya dengan sedikit wine dan melangkah mendekati Ayana. 

“Minum dulu, jika kau mati malam ini aku akan bertanggung jawab!” Tandas Aaron dengan senyum meledek. Tangannya terarah pada Ayana dengan gelas wine.

Ayana membuka mulutnya ingin memprotes tapi nyalinya seolah ditantang saat ia menatap Aaron yang tersenyum menghinanya. 

Ayana memberanikan dirinya mengambil gelas wine dari tangan Aaron, iris matanya bergerak menantang Aaron. Pria itu menaikan alisnya seolah mempersilahkan Ayana untuk mulai minum.

Jantung Ayana berdebar saat gelas yang ia pegang mulai mendekat ke mulutnya. Oh sial terakhir ia mencoba minum Alkohol di Las Vegas karena bertengkar dengan Felix dan berakhir di rumah sakit. 

Demi Tuhan, ia melakukan ini demi Henry, jadi parsetan dengan alerginya, ia bisa mengurus itu nanti. Sesaat Ayana merasa ia akan muntah ketika rasa wine itu menjalar masuk mengisi kekeringan yang fana didalam mulutnya. Dan oh sial, ia menelan seteguk.

Aaron tersenyum smirk dengan alis mata terangkat, lihat… gadis ini hanya mencoba merayunya. 

Suara hati Ayana terus mengucapkan nama Henry. Namun pada detik berikutnya ia tidak sanggup, tanpa perintah ia memuntahkan sisa wine yang masih berada didalam mulutnya.

Aaron nyaris mengumpat kesal saat melihat lantai ubin berwarna putih dibawah kakinya dibuat menjadi berwarna merah darah oleh Ayana. Oh sial Aaron pria yang sangat bersih jadi ia bisa meledak hanya dengan melihat sedikit noda saja.

Bola mata Ayana membulat sempurna saat menyadari bahwa ia baru saja muntah dikamar hotel mewah itu. 

Dengan cepat ia membawa tatapannya dan menatap pada Aaron yang terlihat seperti singa Yunani siap mengaum. 

“Sudah aku bilang aku tidak bisa minum alkohol!” Ucap Ayana mencoba membela diri. Oh tentu saja disini ia tidak salah, Aaron yang memaksanya. Ia hanya mencoba mengabulkan keinginan pria itu. 

Tanpa kata-kata Aaron mengambil gelas wine yang dipegang Ayana lalu kembali meletakan kembali gelas itu di atas table bar. 

“A-aku akan membersihkannya…” Ayana membawa pandangannya kesana kemari mencari sesuatu yang bisa ia gunakan untuk membersihkan lantai yang ia kotori itu.

“Dimana toiletnya Arh…” Napas Ayana tercekat saat Aaron tiba-tiba menarik pinggangnya dengan kasar dan membawanya masuk kedalam pelukan pria itu. Wajahnya dan Aaron hanya dipisahkan oleh jarak beberapa senti membuat Ayana dapat mencium bau wine dari dalam mulut Aaron.

“Jangan katakan ini pada Henry dan Hana…” Ucap Ayana gugup. Kedua tangannya bertumpu diatas dada bidang Aaron, mencoba membuat penawaran. Ia tahu sebentar lagi ia akan hancur dibawah kendali Aaron.

Aaron menaikan iris matanya demi mencari iris mata Ayana yang bergerak-gerak tak teratur. Gadis itu jelas dipenuhi kegugupan namun ia mencoba menyembunyikannya. 

“Ingatlah,” Bisik Aaron dengan suara serak saat detak jantung sialannya berdebar hanya karena menatap Ayana. “kau yang datang padaku.” Aaron membuang bola apinya pada Ayana. Ia menarik turun tangan Ayana membuat bibir mereka nyaris bertemu. Aaron menunduk memberi sebuah ciuman singkat dipipi Ayana membuat seluruh tubuh gadis itu bagai disetrum aliran listrik bertegangan tinggi. 

Aaron perlahan melepaskan tangannya dari pinggang Ayana, memberikan kembali jeda jarak diantara mereka. Ayana tahu Aaron memberinya kesempatan untuk mengubah pikirannya, mungkin satu kesempatan untuk membuatnya pergi.

Aaron menahan napas selama menunggu Ayana membuat keputusan. Lima menit hampir berlalu ketika Ayana dengan cepat berbalik, sial ia harus pergi dari tempat laknat ini. Namun oh Tuhan pikiran kalut Ayana dipenuhi bayangan wajah Henry. Langkahnya terhenti dan ketika ia kembali berbalik pada Aaron pria itu menarik tengkuk lehernya, menengadahkan kepala Ayana diikuti sebuah ciumann yang tidak meninggalkan keraguan betapa ia menginginkan gadis cantik yang selama bertahun-tahun hanya bisa ia lihat dari foto yang yang berada di atas meja kerja Henry.

Kepala Ayana pusing oleh efek wine yang tadi tertelan olehnya. Ayana mengangkat tangannya dan mencoba mendorong Aaron demi menarik pasokan oksigen sebelum ia jatuh pingsan. 

“Waktu mu sudah habis untuk membuat keputusan!” Aaron tidak memberi kesempatan lagi bagi Ayana untuk pergi dari tempatnya. Ia kembali menarik Ayana untuk mendekat padanya ketika gadis itu buru-buru membuka suaranya.

“Bi-biarkan aku bernapas sebentar.” Pinta Ayana gugup membuat Aaron nyaris menertawakan kekesalan yang tercipta diwajah cantiknya.

*

Tangan Ayana bergerak kikuk disekitar tangan kekar Aaron saat pria itu kembali mencium bibirnya. Aaron kembali melepaskan ciumannya demi menatap kesal pada Ayana. 

“Kau tidak pernah ciumann?” Tanya Aaron frustasi. 

Napas Ayana terengah-engah saat ia diberi kesempatan ‘lagi’ oleh Aaron untuk bernapas. Gadis itu menyisir rambutnya dengan sama frustasinya dengan Aaron. 

“Sebenarnya kau sangat rugi karena menjadikan ku pilihan ketiga, seharusnya kau memilih Hana. Bukan kah itu lebih mudah karena kalian pernah berhubungan dan ia masih mencintaimu.” Ayana berjalan mondar-mandir didepan Aaron sambil memegang bibirnya yang terasa sakit, “Kau menggigit bibirku?! Oh Tuhan!” Ayana berlari menuju cermin besar yang berada disudut ruangan dan nyaris berteriak saat mendapati bibirnya yang sudah bengkak dan sedikit terluka akibat ulah Aaron.

“A-apa yang kau lakukan pada bibirku, hmmph.” Ayana kembali kehilangan kesempatan untuk bernapas saat Aaron bergerak menariknya dan menciumnya dengan singkat.

“Pertama, letakan kedua tanganmu dibelakang tengkuk ku!” Perintah Aaron dengan mata mengintimidasi membuat Ayana menelan salivanya kemudian mengangkat kedua tangannya ke belakang tengkuk Aaron.

Bukan hanya jantung Ayana yang berpacu dengan cepat tetapi juga Aaron. “Buka mulutmu dan balas ciumanku. Aku akan membuatnya lembut untuk mu, percayalah kau tidak akan kehilangan oksigen.” Bisik Aaron dengan suara serak, sebagai pria yang berpengalaman dengan banyak wanita, Aaron baru saja menyadari Ayana tidak punya pengalaman dalam hal ini, bahkan sekedar berciuman saja Ayana tidak tahu teknik itu.

Ayana mengikuti perintah Aaron dengan gugup, Aaron menepati janji yang baru saja ia dikatakan pada Ayana, ia memberikan pengalaman pertama pada bibir manis Ayana dengan sangat lembut. Oh, gelar pria british dengan teknik ciuman terbaik sudah seharusnya diberikan pada Aaron Xavier.

Aaron dapat merasakan ketegangan dari tubuh Ayana, gadis itu menekan keras pundaknya membuat Aaron nyaris kewalahan. Tapi Aaron tidak akan melepaskan Ayana dengan mudah, ia harus merelakan perusahaannya menanggung kerugian yang begitu besar jadi tubuh Ayana harus membayarnya malam ini. 

“Rilekslah,” Aaron melepas bibirnya, keningnya menempel pada kening Ayana mencoba membuat gadis itu sedikit tenang. 

Perlahan jari Aaron sudah berada di atas pundak Ayana, mengaitkan tali spaghetti dari lingerie maroon itu dan mulai menariknya keluar dari pundak mulus gadis itu.

“Bolehkah lampunya dimatikan saja?” Desis Ayana dengan mata berbinar menatap Aaron. 

Aaron menggumam pelan, dengan tangan kirinya terulur mematikan lampu kamar itu dan membiarkan hanya sedikit cahaya dari lampu tidur yang berada di atas nakas disamping ranjang yang mengisi kegelapan kamar. 

“Cukup?” Tanya Aaron membuat Ayana mengangguk pelan dan sedetik kemudian mata Ayana membeliak akibat keterkejutan yang lagi-lagi menerpanya. Seluruh tulangnya bahkan merasa dingin saat ini dan kulitnya yang setipis tisu terasa sangat nyata tersentuh oleh jari tangannya. Lingerienya sudah jatuh dibuat Aaron. 

Ayana mengatupkan kelopak matanya menahan malu. Oh sial ia tidak pernah berdiri dalam keadaan tanpa busana didepan seorang pria, bahkan Felix sekalipun.

Aaron menarik sudut bibirnya dan tesenyum saat matanya menatap setiap inci tubuh seksi Ayana yang masih tertutup bra dan celana dalam.

“Buka mata mu!” Perintah Aaron kemudian tanpa memberi kesempatan pada Ayana untuk menyesuaikan dengan keadaan ini, Aaron sudah menggendong Ayana dan membawanya ke atas ranjang. 

Pendingin ruangan didalam kamar itu sudah berada di angka maksimalnya namun masih saja membuat Ayana berkeringat. Matanya membuka saat merasakan hembusan napas Aaron didepan wajahnya. 

Manik mata keduanya bertemu, sekilas ingatan Ayana kembali pada Felix, kekasih yang sangat di cintainya, pria yang menjaganya dengan baik hingga tak pernah menyentuhnya sedikit pun, juga pada Hana, kakak perempuan angkatnya yang sangat mencintai pria yang ada di atas tubuhnya sekarang. Bagaimana jika kedua orang itu mengetahui pengkhianatan besarnya pada mereka. 

“Semua hutang Henry lunas malam ini, Ayana. Kau benar-benar adik yang baik.” Ucap Aaron dengan senyum smirknya sebelum menunduk dan mencium bibir Ayana. 

***

To be continued

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status