Beberapa kali Aaron menghentakan miliknya begitu dalam pada milik Ayana dengan posisi mereka saat ini, Aaron menangkup wajah Ayana dan menatap wajah dokter cantiknya itu lekat-lekat. Keringat memenuhi wajah Ayana hingga membuatnya terlihat semakin cantik dan seksi. Demi Tuhan Aaron semakin gelisah menatap wajah cantik itu.“Kau menikmatinya?” Tanya Aaron dengan suara serak dan beratnya.Ayana menarik tangannya dari pundak Aaron demi mengusap keringat yang juga mengalir di pelipis Aaron. Sial, hentakan pria tampan di depannya ini begitu kuat dan hebat hingga membuat tubuh mereka dipenuhi keringat.Aaron menarik sudut bibirnya dan tersenyum kecil saat Ayana mengangguk pelan, wajah gadis itu merona merah.“Bisa ku lanjutkan?” Tanya Aaron memastikan. Sejak Ayana memutuskan untuk tidur dengannya, Aaron ingin memastikan bahwa apa yang ingin ia lakukan pada tubuh Ayana, gadis itu pun menikmatinya.Ayana tersenyum kecil sambil menggigit ujung bibirnya membuat Aaron dengan spontan mencabut kem
Ayana masih terlelap ketika Aaron kembali dari dalam walk-in closet nya dengan setelah jas berwarna navy yang membuatnya nampak berkali-kali begitu tampan.Aaron menarik sudut bibirnya dan bergerak mendekati Ayana, ia menunduk demi menyampirkan rambut panjang Ayana yang menutupi wajah cantiknya.“Eum…’ Hidung mungil nan mancung Ayana membaui terlalu dekat wangin parfum Aaron yang beberapa hari ini sudah mengganggu indera penciumannya.Aroma sitrus segar yang dikombinasikan dengan aroma angin laut serta wangi maskulin kulit kayu. Perpaduan yang benar-benar memabukan pernapasan! Sempurna. Pantas saja pria itu selalu dikelilingi wanita-wanita cantik.“Henry... sejak kapan kau mengganti parfum mu?” Ayana bergerak pelan, ia pikir Henry yang sedang mencoba membangunkannya seperti biasa.“Malle Davidoff Aveur…” Bisik Aaron didepan wajah cantik Ayana sembari meniupkan angin ke telinga dokter cantik itu.“Eum…” Ayana memelas, ia memaksa matanya untuk terbuka sempurna dan mata hasel cantiknya l
Sepanjang hari itu setelah Aaron pergi, Ayana sudah membaca lebih dari dua buku bisnis milik pria itu yang tertara rapi di ruangan kerjanya.Dari balik jendela besar di seberang rak-rak buku kayu, Ayana membuang pandangannya keluar menatap pada bangunan terpisah yang tidak begitu jauh dari bangun mansion utama ini, kemudian terlihat dari kejauhan sebuah rumah kaca ditengah-tengan pohon oak dan mahoni besar.“Ayana tidak tahu bahwa ada kawasan seperti ini di tengah kota London, atau tidak! Sewaktu Aaron membawanya kesini yang bisa Ayana ingat adalah mereka berjalan cukup jauh, meninggalkan pusat kota London, tapi tidak cukup jauh untuk menghabiskan waktu setengah jam.Tidak jauh dari sana Ayana dapat melihat ada kawasan pacuan kuda dan juga kanal yang mengelilinginya.Ayana meletakan buku yang ia baca hampir setengah jalan itu kemudian berjalan keluar meningggalkan kamar Aaron. Begitu Ayana membuka pintu ia bisa melihat beberapa wanita paruh baya yang sedang bekerja diruangan bawah. Ay
Ayana mendudukan bokong seksinya pada kursi empuk didepan kamar Aaron, kedua tangannya terlipat di depan dada dengan marah. Sial, Ayana ingin meledak sekarang. Ia bangkit berdiri berjalan mondar-mandir didepan ranjang, sesekali arah matanya menatap pada jam digital yang berada di atas nakas samping ranjang Aaron.Sudah hampir jam tujuh malam dan Aaron belum juga pulang, padahal Ayana sudah siap menyemprot si brengsek yang telah tega menipunya beberapa waktu lalu. Aaron jelas memanfaatkan kesempatan itu saat ia sedang patah hati, hari sudah begitu larut dan kamar hotel yang tiba-tiba kosong. Oh omong kosong pria itu benar-benar terasa menjengkelkan sekarang.Shit! Kamar kosong apa nya? Semuanya hanya tipu muslihat Aaron Xavier untuk membawanya ke atas ranjang pria itu.Ayana sudah memutuskan sejak mendengar fakta kurang ajar hari ini dari cerita Debora, Berlind Hotel adalah milik keluarga Xavier dan pria itu punya kuasa untuk mengatur segala sesuatu disana. Jadi, apapun yang akan terja
Ini bukan pertama kalinya Ayana marah dan kesal pada Aaron, ini juga bukan pertama kalinya Aaron mengganggunya, jadi ketika ponselnya melayang jatuh hingga mendarat dengan tidak mulus di ujung tangga Ayana memejamkan matanya sejenak sebelum berbalik dan siap untuk melayangkan sebuah tamparan pada Aaron.Namun sialnya, kesempatan untuk tertampar tidak akan dibiarkan Aaron begitu saja, sebelum Ayana melakukan sesuatu padanya, Aaron bergerak lebih dulu, mengambil satu langkah didepan Ayana, dengan mudahnya lengan kekar Aaron sudah melingkar di pinggang ramping Ayana dan mengangkatnya dengan mudah membawanya kembali ke kamar pria itu.“Aaron, lepaskan aku! Aku mau pulang, kau brengsek hiks!” Air mata Ayana masih membasahi pipi mulusnya membuat hidungnya memerah dan sembab. Oh katakanlah ia cengeng sekali tapi salahkan Aaron Xavier yang selalu menjadi penyebabnya menangis.“Ayana, berhentilah bersikap keras kepala! Kau wanita paling keras kepala yang pernah ku temui!” Aaron melemparkan tub
Hari senin pagi yang paling sibuk bagi semua orang dimuka bumi ini membawa langkah kaki Aaron Xavier, pria tampan dengan kharisma paling dicari seluruh stasiun televisi London bertapak sempurna diruang tamu keluarga Giordano. Wajah dingin Aaron tanpa senyum menjadi pembuka pagi itu. “Aaron, kau pasti bercanda, haha.” Suara tawa Henry pecah saat membaca tuntutan keluarga Xavier pada perusahaan milik keluarganya. “Proyek yang kau kerjakan untuk keluarga ibu ku memakan banyak korban di Guanabara. Banyak keluarga korban yang melaporkan perusahaan kami pada pemerintah. “Aaron, bukan pertama kali ini kau bekerja sama dengan ku. Kejadian seperti ini sering terjadi, kita bisa…” “Jika yang kau maksud adalah membayar keluarga para korban, perusahaan ku sudah mengalami kerugian yang teramat besar untuk membayar mereka. Perusahaan mu harus bertanggung jawab untuk ini.” “Tapi Aaron…” “Aku ingin kerja sama ini dibatalkan, tarik orang-orang mu kembali ke London! Atau yang kedua… Bayarkan sem
Senyum smirk yang terukir jelas diwajah Aaron kian melebar saat menatap wajah pucat Ayana. Gadis itu bagai diterjang angin topan paling dashyat tahun ini, ia berdiri terdiam kaku menatap Aaron. Ayana kehilangan kata-katanya. “Ayana, naiklah ke atas biar aku yang mengurus ini!” Henry menahan napasnya demi tidak menerjang Aaron saat ini. Harga dirinya seolah dipermainkan Aaron, orang yang sudah ia anggap sebagai teman terbaiknya. Henry tidak sanggup melihat Ayana yang masih berdiri di sebelahnya, sedang ia tidak mampu melakukan apapun untuk melindungi adik perempuannya. Kedua tangan Henry terangkat menyentuh pundak Ayana demi menarik gadis itu keluar dari keterkejutan yang baru saja menerpanya. Dari sisa kesadarannya kaki jenjang Ayana bergerak untuk mengambil langkah berbalik menuju kamarnya yang berada dilantai dua rumah itu. “Jangan dipikirkan.” Bisik Henry pelan sambil mengusap lembut pundak Ayana. “Sebaiknya kau pikirkan baik-baik. Tawaran ini akan sangat menguntungkan untuk
Aaron mencoba berkonsentrasi pada apa yang harus di lakukannya pada Ayana, tapi gadis itu membuatnya jadi lebih sulit. Ayana hanya mendongak sebentar ke langit-langit kamar dan leher jenjangnya membuat Aaron sudah kehilangan konsentrasinya. Sial, Ayana bahkan belum melakukan apapun tapi ia sudah tidak tahan untuk menyentuh gadis itu. “Kau mau wine?” Tanya Aaron basa-basi, mungkin saja Ayana perlu Alkohol untuk lebih bisa memberanikan dirinya melewati malam panas mereka. Ya, Aaron menyukai wanita yang agresif. Ayana menggeleng pelan membawa pandangannya pada Aaron. “Aku tidak minum alkohol.” Ucap Ayana jujur. Sejak memasuki masa remaja, Ayana didiagnosa punya beberapa alergi pada makanan dan minuman termasuk alkohol. Aaron nyaris tertawa mendengar ucapan Ayana. Ia tidak percaya ada orang di London seusia Ayana yang tidak minum alkohol, oh demi Tuhan gadis ini ingin terlihat polos di hadapannya. Mengabaikan ucapan Ayana, Aaron mengisi gelas lainnya dengan sedikit wine dan melangkah