Share

6. Go together!

Sepanjang hidupnya, ini kali pertama Ayana benar-benar sangat kesal pada kakaknya, Henry.

Tidak hanya menjamu Aaron dengan makan malam, Henry juga mengajak Aaron mengobrol santai didekat kolam dibelakang rumah mereka yang mengarah ke jembatan kota yang mewah. Dan yang paling menyebalkan adalah mau tidak mau ia harus ikut. Ia duduk disana seperti orang bodoh yang tidak mengerti apa-apa. Ketiga orang itu terlibat percakapan bisnis yang sedikit sulit dipahami Ayana.

Ayana hampir menguap lebar saat panggilan suara dari Mattew seperti utusan dari surga yang baru saja menyelamatkan nyawanya.

“Halo Mattew,” Jawab Ayana sengaja mengeraskan suaranya demi bisa berjalan menjauh dari ketiga orang yang sekarang sedang menatapnya itu.

Baiklah mereka pasti akan mengerti ia sedang menjawab telepon masuk bukan?

“Mattew, kau memang benar-benar menyelamatkan ku…” Ayana menghembuskan napas panjang dengan perasaan lega dan baru saja ingin kembali bersuara ketika suara panik Mattew terdengar menyambutnya.

“Ayana, tolong aku.”

“Ada apa Mattew? Jangan membuat ku panik.”

“Ayana aku, aku… kau harus kemari sekarang!” Teriak Mattew semakin kencang.

“Mattew tenanglah, kau menyuruh ku kemana malam-malam seperti ini?” Kesal Ayana.

“Aku panik Ayanna, oh penyakit ku itu akan kambuh, kau harus kemari.” Suara panik Mattew dari ujung telepon nyaris membuat Ayana gila.

Mattew adalah teman terdekatnya sejak mereka kuliah. Pria berdarah campuran inggris spanyol itu memiliki sejenis penyakit psikologis yang masih sulit di kendalikannya hingga saat ini.

Dalam situasi-situasi tertentu Mattew sering mengalami serangan panik yang membuatnya sulit mengontrol diri. Saat berada di Amerika, Ayana sering melihat Mattew mengalami serangan panik hingga nyaris kesulitan bernapas.

“Tarik napas mu dan beritahu aku apa yang terjadi pada mu dan dimana kau sekarang Matt?” Ayana perlahan menghembuskan napasnya seolah sedang menunjukannya pada Mattew.

Hening. Sepuluh detik berlalu, lagi hingga satu menit saat Ayana sudah tak mendengar suara apapun dari ujung telepon.

“Matt, kau dengar aku?” Oh sial, sekarang Ayana yang dilanda panik.

“Aku menabrak seorang anak kecil dipersimpangan jalan dekat London bridge, Ayana. Aku… sepertinya anak itu mati.” Suara bergetar milik Mattew membuat dua bola mata Ayana nyaris meloncat keluar.

“Aku akan kesana. Diamlah ditempat mu, jangan lakukan apapun.” Ayana menutup panggilan itu lalu berlari kembali ke halaman belakang rumah.

“Aku akan keluar sebentar, Mattew mengalami kecelakaan.” Ayana menatap lurus pada Henry, memberikan informasi itu yang tentu saja bukan ingin meminta ijin, walau Henry melarangnya pergi selarut ini, Ayana tetap akan pergi. Mattew sangat membutuhkannya saat ini.

“Aku akan mengantar mu.” Henry bangkit berdiri berniat menyusul Ayana ketika tangan besar Aaron menahannya.

“Aku juga akan pulang, biar sekalian aku yang mengantarnya.” Tandas Aaron yakin.

Meski Aaron adalah teman dekatnya, namun tetap saja ia tetap ragu untuk menitipkan Ayana pada Aaron. Itulah salah satu alasan kenapa Aaron tidak pernah mengenal Ayana meski mereka berdua sudah bersahabat selama tujuh belas tahun.

Menemukan keraguan dimata Henry, Aaron kemudian menepuk pelan pundak pria yang memiliki tinggi hampir sama dengannya itu.

“Aku akan menjaganya, kau bisa pegang ucapanku.” Tandas Aaron yang walaupun memang brengsek namun selalu bertanggung jawa pada apa yang ia janjikan.

“Aku titip adikku.” Henry mengangguk pelan dan ikut menepuk pundak Aaron sebelum pria itu bangkit berdiri dan menyusul Ayana yang entah sudah berada dimana.

“Oh shit!” Ayana nyaris memukul keras mobilnya karena benda itu tidak ingin bekerja sama. “Jangan bercanda sekarang, aku sedang buru-buru!” Ayana mengarahkan seluruh tenaganya untuk membuka pintu itu alhasil saat pintu mobil terbuka ia harus terdorong ke belakang.

Ayana pikir lahan beraspal didepan rumah mereka baru saja berubah menjadi kasur empuk saat ia jatuh. Ini terasa baik-baik saja.

“Kau baik-baik saja?” Suara berat Aaron berhasil membuat seluruh bulu roma Ayana berdiri. Ini bahkan lebih dingin dari udara London dimalam hari.

Dengan cepat Ayana menunduk dan melihat tangan kekar Aaron bertengger sempurna pada pinggang rampingnya.

“Lepaskan.” Oh Ayana tidak ingin menatap mata Aaron, ia tidak berniat meniru adegan saling menatap seperti di film-film romantis ala Amerika Latin yang ia tonton.

“Dimana lokasinya? Aku akan mengantar mu.” Mengabaikan satu kata paling ketus yang keluar dari mulut Ayana barusan, Aaron lebih memilih menarik gadis itu ke mobilnya dan membuatnya diam.

“Tidak perlu, aku akan menyetir sendiri.” Ayana berkilah dan berusaha menarik tangannya dari genggaman tangan Aaron. Oh ia sama sekali tidak ingin duduk disamping pria terbrengsek didunia ini.

“Dimana tempatnya?” Lagi-lagi Aaron mengabaikan protes Ayana, pria itu mulai menyalakan mesin mobilnya.

Ayana menarik napas sebentar kemudian terpaksa memasang seat beltnya. Oh ia tidak punya waktu untuk berdebat dengan si brengsek ini bukan?

“Tower Bridge, cepat lah!” Jawab Ayana dingin ditambah sebuah perintah yang membuat Aaron harus menatap tajam padanya sekilas.

“Kau yang ingin mengantarku!” Seolah mengerti dengan tatapan itu, Ayana membalas tatapan dingin Aaron.

“Aku tidak mengatakan apapun.” Tandas Aaron.

“Ekspekresi mu mengatakan semuanya tuan Xavier.” Ayana menaikan alisnya sebelum membuang pandangannya ke depan.

Mobil Aaron melintasi jalanan malam yang cukup sepi karena waktu sudah menunjukan jam setengah sebelas malam. Itu lebih memudahkan mereka untuk tiba di Tower Bridge.

Dari jarak yang tidak begitu jauh, Land Rover metallic dengan lampu yang masih menyala berada didekat ujung jembatan, sedang Ayana bisa melihat sosok kecil yang terbaring tanpa sadar didepan mobil.

“Disana…” Telunjuk Ayana mulai mengarah pada mobil tersebut.

Sedang Aaron melajukan mobil dengan tenang, Ayana sudah mengambil dua botol obat dari dalam tas kecilnya.

“Apa kau yakin ini bukan penipuan? Tempat ini begitu sepi.” Aaron menepikan mobilnya sambil mengitari sekeliling dengan mata tajamnya.

“Kalau takut, kau bisa pulang saja. Aku akan mengurus temanku sendiri.” Ayana menoleh sekilas pada Aaron sebelum akhirnya membuka pintu mobil dan keluar.

“Ohoo, gadis kecil kau bilang aku penakut?” Aaron nyaris menertawakan Ayana yang terlihat sudah berlari menuju mobil didepan mereka.

“Matt… ini aku, buka pintunya.” Ayana mengetuk pintu mobil dengan keras. Didalam sana Mattew tengah tertunduk gemetar didepan kemudi mobil.

“Ayana!” Mattew mengangkat wajahnya perlahan saat mendengar suara Ayana, sahabatnya. Dengan tangan gemetar ia membuka pintu mobil dan memeluk Ayana.

Dari kejauhan alis Aaron terangkat, menatap tidak suka pada pelukan kecil di hadapannya itu.

“Aku bawa obat mu, minumlah dulu agar kau bisa tenang.” Aku akan melihat anak itu. Oh ya, apa ada orang lain yang lewat tempat ini sejak tadi?”

“Hanya beberapa, tapi sepertinya mereka tidak menyadari, atau takut mungkin ini penipuan.” Ujar Mattew setelah meminum obat penenangnya.

Ayana mengangguk cemas lalu berjalan mendekati sosok kecil di depannya.

“Adik kecil?” Ayana menggoyangkan tubuh kecil itu namun tak ada respon apapun.

Iris mata Ayana terarah pada Aaron yang juga sudah duduk di depannya.

“Dia meninggal?” Tanya Aaron membuat jantung Ayana nyaris berhenti berdetak.

Namun, sedetik kemudian Ayana kembali bernapas normal sebelum berseru pada Aaron dengan buru-buru.

“Dia masih bernapas, bantu aku bawa dia ke mobil mu.”

“Mobil ku?” Tanya Aaron sedikit kaget, oh tidak hidung anak ini berdarah.

“Kau tidak mau?” Tanya Ayana tegas, sebelum Aaron menjawab ia sudah lebih dulu menggendong anak itu dan membawanya ke mobil Mattew.

“Kemari,” Aaron menggeleng-gelengkan kepala sebelum mengambil alih anak itu dalam gendongan Ayana. “Kau masuk lebih dulu.”

“Sebentar, aku akan bicara pada Mattew dulu.” Buru-buru Ayana meminta Mattew mengikuti ia dan Aaron yang akan membawa anak itu ke rumah sakit.”

 *

To be continued

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status