Share

PANGGILAN DI MALAM HARI

***

Setelah menyelesaikan beberapa pekerjaannya, Arumi langsung pulang ke rumahnya dan langsung membersihkan badannya yang banjir akan keringat.

Arumi berbaring di ranjangnya dengan ponsel ditangannya. Dia tidak sabar untuk menunggu panggilan dari Bima, laki-laki yang berkenalan dengannya lewat aplikasi dating online.

“Aku penasaran sedang apa ya dia? Apa dia sudah selesai dengan pekerjaannya? Aku bahkan lebih penasaran dengan wajahnya yang pasti terlihat lebih tampan dari fotonya,” gumam Arumi sambil memandangi foto Bima.

Dia langsung tersenyum dengan cerahnya saat melihat foto Bima yang terlihat sangat gagah. Arumi dengan mudahnya jatuh cinta pada laki-laki yang baru saja menelponnya. Padahal sudah sangat jelas kalau Julia sudah pernah mengingatkannya untuk berhati-hati, tapi Arumi seolah-olah lupa dengan nasihat Julia dan terus memikirkan Bima yang menurutnya sangat cocok dengan laki-laki impiannya selama ini.

Sudah hampir jam 1 malam, tapi Arumi tetap menunggu panggilan dari Bima. Meskipun matanya sudah terkantuk-kantuk, tapi dia tetap menahannya dengan melihat video-video lucu di ponselnya. Sampai akhirnya, saat matanya hendak tertutup, ponselnya berbunyi dengan nyaring sampai membuatnya sedikit tersentak.

Benar saja! Bima menelponnya, dan dengan cepat dia mengangkat panggilan tersebut. Arumi menyiapkan dirinya yang sedikit gugup. Dia tiba-tiba tidak tahu harus mengatakan apa ketika panggilan sudah tersambung.

“Halo?” Suara berat dari seorang laki-laki terdengar jelas di telinga Arumi, tapi dia hanya diam dan jantungnya mulai berdegup kencang.

Arumi tidak menjawab. Tangannya mulai berkeringat dan rasa kantuk yang tadi dia rasakan juga sudah mulai hilang.

“Arumi? Apa kau ada di sana?” Suara dari panggilan tersebut kembali terdengar dan akhirnya Arumi sadar dengan suara tersebut.

“i… iya. Halo?” ucap Arumi dengan terbata-bata.

“Akhirnya aku bisa mendengar suaramu juga Arumi. Kenapa barusan kau diam saja?” tanya Bima dengan santai.

“Oh? Aku hanya tertegun saat mendengar suaramu. Ini pertama kalinya untukku berbincang dengan seorang pria di telepon,” jawab Arumi dengan wajahnya yang sudah mulai memerah.

Dia tidak bisa mengontrol jantungnya sendiri. Dia terlalu gugup untuk berbicara dengan Bima. Dia beberapa kali menarik nafasnya dalam-dalam dan mengeluarkannya dengan cukup berat.

“Benarkah? Ini juga pertama kalinya untukku. Aku cukup terpesona saat melihat fotomu, jadi aku memutuskan untuk mencoba menghubungimu lagi. Apa kau keberatan jika kita melanjutkan obrolan kita tadi?” ucap Bima dengan suaranya yang sedikit melembut namun tetap terdengar sangat berat.

Arumi tersenyum sebelum menjawab pertanyaan dari Bima, “Iya, tapi apa kau tidak mengantuk? Ini sudah malam.” Wajah Arumi berubah menjadi khawatir.

“Hm, aku baik-baik saja. Aku baru saja menyelesaikan pekerjaanku,” jawab Bima di lanjut dengan suaranya yang terdengar hendak berbaring di ranjangnya.

“Astaga! Ini sudah malam, tapi kau baru menyelesaikan pekerjaanmu. Apa pekerjaanmu seberat itu?” tanya Arumi dengan wajah khawatir.

“Tidak juga, hanya saja besok aku ingin beristirahat, jadi aku menyelesaikan semua pekerjaanku tadi,” jelas Bima.

Arumi hanya mengangguk paham. Dia kembali tersenyum mengingat betapa kerasnya Bima dalam berjuang untuk pekerjaannya.

“Apa aku boleh bertanya lagi?” tanya Arumi ragu.

“Tentu saja. Memangnya, apa yang ingin kau tanyakan?” tanya Bima dengan santai.

“Apa kau bekerja di kantoran?” tanya Arumi lagi.

“Iya,” jawab Bima singkat.

Arumi cukup kesal karena Bima menjawab dengan cukup singkat.

“Apa kau biasanya sedingin ini ketika mengobrol dengan orang lain?” tanya Arumi dengan nada kesal.

Arumi bisa mendengar kalau Bima sedang tertawa. Arumi tidak tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Bima sampai dia bisa tertawa selepas itu.

“Kenapa kau malah tertawa?” tanya Arumi kesal.

“Maaf, maaf. Baru kali ini aku mendengar seseorang mengatakan hal sejujur itu padaku,” ucap Bima masih dengan tawanya yang tak kunjung berhenti.

“Benarkah? Kenapa? Memangnya mereka takut padamu?” tanya Arumi bingung.

“Mungkin,” jawab Bima singkat.

Arumi hanya berdecak kesal. Lagi dan lagi Bima menjawab pertanyaannya dengan sangat singkat.

“Aku sudah mengantuk, aku tutup dulu telponnya ya,” ucap Arumi dengan nada bicaranya yang kesal.

“Tunggu! Kenapa kau ingin menutup panggilannya? Kita baru saja bicara beberapa menit,” ucap Bima panik.

“Kau selalu menjawabku dengan singkat. Kau juga hanya menjawab pertanyaanku dan tidak penasaran dengan apa yang aku lakukan. Bukankah ini sedikit tidak adil? Aku sangat ingin tau tentangmu tapi kau sendiri tidak bertanya apa-apa tentang diriku.” Arumi akhirnya lepas kontrol dan mengungkapkan semua kekesalannya.

Bima terdiam, kekesalan Arumi pun akhirnya memuncak kembali. Dia langsung mengakhiri panggilannya karena tidak menerima jawaban dari Bima. Arumi langsung mematikan ponselnya karena tidak ingin menerima panggilan dari Bima.

Sementara itu, Bima hanya tertegun karena panggilannya diakhiri secara sepihak oleh Arumi. Bima yang sedari berbaring di ranjangnya, langsung beranjak dan berjalan ke luar dari kamar hotelnya. Benar! Saat ini Bima sedang berada di hotel karena urusan pekerjaannya di Jepang belum selesai.

Bima keluar dari kamar hotelnya dan langsung pergi ke kamar sebelahnya, dimana Gyan sedang tertidur dengan pulas.

Bruk…

Bruk…

Bruk…

“Gyan!! Buka pintunya!” Teriak Bima dengan tangannya yang tidak berhenti memukul pintu kamar Gyan.

Gyan yang saat itu sedang tertidur dengan lelap langsung tersentak saat mendengar teriakan Bima. Karena takut bosnya akan mengganggu ketenangan hotel, dia langsung beranjak dari ranjangnya dan membuka pintu kamar hotelnya. Dengan wajah kantuknya yang disertai rasa kesal yang sudah tidak bisa ia bendung lagi, dia langsung menarik tangan Bima untuk masuk ke dalam kamarnya dan segera menguncinya.

“Kau sudah gila ya? Kau tidak lihat ini jam berapa? Kenapa kau tidak tidur, hah?!” teriak Gyan pada Bima yang saat itu masih belum sadar dengan kesalahan yang sudah dia perbuat sendiri.

Bima melihat jam dinding yang terpasang di kamar milik Gyan, “Ini baru jam 3 pagi,” ucap Bima dengan cueknya.

“Kau!” Gyan hendak memukul Bima dengan tinjunya, tapi langsung ia urungkan karena dia sadar kalau Bima pasti memiliki alasan dibalik sikapnya saat ini. Gyan menarik nafas dalam-dalam dan mencoba menenangkan dirinya sendiri. “Jadi, apa yang kau inginkan sampai kau menggangguku pagi-pagi buta seperti ini?” tanya Gyan sambil duduk di sofa yang ada di kamar hotelnya.

“Aku ingin bertanya padamu, kenapa Arumi tiba-tiba kesal padaku? Padahal aku tidak melakukan kesalahan apapun,” racau Bima dengan tangannya yang tidak bisa diam yang berusaha untuk memetakan perasaannya.

“Baiklah, lebih baik kau ceritakan apa yang sedang terjadi,” ucap Gyan dengan rasa kantuk yang mulai kembali melanda dirinya.

“Begini, tadi Arumi bertanya tentang pekerjaanku. Aku jawab seadanya dan sesuai dengan apa yang dia tanyakan,” jelas Bima dengan dirinya yang merasa paling benar.

“Lalu?” tanya Gyan singkat.

“Lalu dia kembali bertanya padaku, aku hanya menjawab ‘iya’. Hanya itu saja, apa aku salah?” tanya Bima dengan harapan kalau Gyan akan membelanya.

“Iya, kau salah Bos!” ucap Gyan dengan wajah malas.

“Apa maksudmu? Kenapa aku bisa salah?” tanya Bima merasa tidak terima dengan ucapan Gyan yang menyalahkan tindakannya.

Gyan menghela nafas dalam-dalam sebelum menjelaskan secara rinci kesalahan yang sudah di perbuat bosnya yang terkenal pintar tapi payah dalam hal percintaan.

“Pertama, kau sudah salah karena menjawab pertanyaan gadis itu dengan singkat. Seharusnya kau menjawab secara rinci apalagi menyangkut pekerjaanmu. Kau bisa jelaskan padanya pekerjaan apa yang sedang kau kerjakan dan kau juga bisa jelaskan padanya jabatan serta perusahaan apa yang sedang kau bangun.” Gyan menjelaskan dengan rinci alasan pertama kenapa Arumi bisa kesal pada Bima.

“Ah, begitu ya?” gumam Bima sambil mencoba merenungi apa yang diucapkan Gyan.

“Kedua, kau harus bertanya kembali padanya. Misalnya jika dia bertanya tentang yang kau kerjakan hari ini, kau juga harus bertanya pertanyaan hal yang sama. Dengan begitu kalian berdua bisa menjalin komunikasi dua arah. Pembahasan kalian saat mengobrol pun tidak akan membosankan karena dari satu topik, kalian bisa mengembangkannya menjadi beberapa pembahasan,” jelas Gyan sekali lagi.

“Kau terdengar seperti seorang dosen,” ucap Bima dengan wajah bingungnya.

“Astaga! Apa kau paham dengan apa yang aku katakan?” Tanya Gyan dengan wajah kesal.

“Iya, iya aku tau. Kalau begitu aku akan kembali ke kamarku. Terima kasih sudah memeberikan pencerahan padaku. Walaupun aku tau kau juga menyandang gelar yang sama denganku,” ucap Bima sambil terkekeh pelan.

Bima melangkahkan kakinya menuju pintu hotel. Dia tidak sadar kalau ucapannya sudah membuat singa tidur yang ada pada diri Gyan, bangun seketika.

“KALAU SAJA KAU BUKAN BOSKU, AKU SUDAH MENGHAJARMU HABIS-HABISAN SEKARANG!” teriak Gyan dengan urat-urat di lehernya yang sudah menegang.

Bima hanya tersenyum sambil menutup pintu kamar hotel Gyan dengan perlahan. Gyan langsung mengelus dadanya yang terasa sesak karena tidak bisa mengungkapkan emosinya sendiri.

Di luar kamar Gyan, Bima termenung sejenak. Dia kembali menatap layar ponselnya yang saat itu gambar layarnya dia ganti menjadi gambar Arumi.

“Aku tidak akan menyerah. Kau akan jadi milikku dan akan aku pastikan kita akan segera bertemu, Arumi,” gumam Bima dengan wajah serius.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status