Share

RUMOR SI BOS

***

Setelah melewati beberapa tahap interview, akhirnya Arumi lolos dan sudah mulai bekerja. Sudah 2 bulan lamanya Arumi bekerja di perusahaan tersebut sebagai pegawai magang, sebelum akhirnya nanti ia akan ditetapkan menjadi pegawai kontrak.

“Arumi, bisa kau kesini sebentar?” teriak seorang perempuan berwajah cantik namun terlihat sangat sinis.

Dia adalah Vanessa Zahara. Vanessa merupakan mentor yang membimbing Arumi selama dia magang di anak perusahaan di bawah naungan Cakra Group. Arumi terbilang beruntung karena dia magang di kantor pusat dari perusahaan tersebut, dimana presiden dari Cakra Group juga bekerja disana.

Tapi setahu Arumi, bos nya tersebut sedang berada di Jepang untuk mengurus anak perusahaan dari Cakra Group yang dia kembangkan di Jepang. Arumi cukup kagum pada bosnya tersebut karena di usianya yang masih muda, dia sudah bisa mengelola perusahaan sebesar itu.

“Arumi!!” teriak Vanessa lagi.

Arumi langsung tersentak dan langsung menghampiri Vanessa sebelum ia mengamuk lagi pada Arumi.

“Ada apa mbak?” tanya Arumi dengan gugup. Meskipun sudah 2 bulan magang di tempat itu, Arumi masih tetap gugup. Namun wajah ramah dan cerianya tidak menunjukan kegugupannya. Dia selalu bersemangat menghadapi apapun yang terjadi padanya.

“Bisakah kau bantu untuk mengecek revisi dari beberapa laporan ini? Aku ada urusan sebentar. Katanya Bos kita yang sedang di Jepang akan segera pulang, jadi aku harus menyiapkan beberapa hal untuk menyambutnya,” ucap Vanessa sambil memberikan setumpuk laporan pada Arumi.

Arumi menerimanya dengan senang hati. Tapi yang sekarang menjadi pertanyaan Arumi adalah, kenapa bosnya tiba-tiba ingin pulang ke Indonesia?

“Mbak Vaness, setahu saya bos akan pulang 3 bulan lagi. Tapi kenapa tiba-tiba dia ingin pulang sekarang?” tanya Arumi dengan wajah polosnya.

“Tidak tahu, katanya sih dia dipaksa menikah oleh orang tuanya. Kau harus selalu hati-hati pada bos. Dia orang yang sangat dingin, angkuh dan tidak mengenal kata kasihan. Aku sarankan untuk tidak terlalu dekat dengan bos,” ucap Vanessa, lalu beranjak dari duduknya.

Arumi hanya mengangguk paham.

“Baiklah, aku pergi dulu ya! Jangan lupa, nanti malam semua laporannya harus sudah selesai di revisi,” ujar Vanessa, kemudian langsung bergegas pergi meninggalkan kantor.

Arumi membenarkan semua berkas yang ada di tangannya agar tidak terjatuh. Sudah menjadi kewajiban Arumi untuk menuruti semua perintah dari mentornya. Dia tidak pernah mengeluh tentang pekerjaan yang diberikan padanya. Arumi selalu mengerjakannya dengan semangat. Meskipun gajinya belum terlalu besar, tapi Arumi mendapatkan banyak pelajaran yang berharga selama magang di perusahaan tersebut.

***

Di sisi lain, Bima sedang mengemas barang-barangnya ke dalam koper. Saat itu wajahnya terlihat sangat murung dan tidak bersemangat. Bima diharuskan pulang oleh kedua orang tuanya karena mereka mengancam akan menjodohkan Bima dengan wanita lain jika dia tidak mengenalkan kekasihnya pada keluarganya.

Bima terpaksa pulang ke Indonesia meskipun pekerjaannya di Jepang masih membutuhkan pengawasan darinya. Sebagai sekertaris, Gyan juga harus ikut pulang bersama dengan Bima.

Gyan masuk ke dalam kamar hotel Bima. Dia bisa melihat wajah suram dari Bima.

“Kau belum selesai berkemas?” tanya Gyan sambil berjalan ke arah Bima.

“Tinggal sedikit lagi,” jawab Bima singkat.

“Ada apa dengan wajahmu? Kenapa suram sekali? Bukankah seharusnya kau senang karena kau sebentar lagi akan bertemu dengan gadis virtualmu itu?” tanya Gyan, lalu duduk di sofa.

Bima menutup resleting kopernya dan menguncinya dengan rapat. Dia membuang nafas kasar dan langsung terduduk di tepi ranjangnya.

“Iya, aku memang senang. Tapi orang tuaku tadi menelponku dan mengatakan kalau mereka sudah menjodohkan aku dengan wanita lain. Mereka memberiku kesempatan untuk mengenalkan Arumi pada keluargaku, tapi aku tidak tahu apakah Arumi mau dikenalkan ke keluargaku. Sedangkan Arumi sendiri belum tahu identitasku yang sebenarnya,” jelas Bima dengan wajahnya yang tampak khawatir.

“Apa kau benar-benar mencintai Arumi? Kau sudah yakin kalau dia adalah wanita baik-baik?” tanya Gyan mencoba meyakinkan sahabatnya itu.

“Aku sudah yakin sekali. Aku ingin Arumi menjadi calon istriku. Aku dan Arumi memang baru saling mengenal selama kurang lebih 3 bulan, tapi aku sudah merasa mengenalnya sangat lama. Entah kenapa, rasanya kontak batin antara aku dengan Arumi begitu kuat,” ujar Bima dengan wajah sendu.

Gyan hanya diam. Dia tidak bisa mengatakan apa-apa lagi. Jika Bima sudah yakin dengan keputusannya, maka tidak ada jalan lain selain menuruti keinginannya. Gyan berdiri dari duduknya.

“Baiklah, aku akan membantumu sebisaku. Tapi, jika gadis itu tidak sesuai dengan apa yang kau harapkan, aku harap kau tidak segan-segan untuk memutuskan hubunganmu dengannya,” ujar Gyan dengan wajahnya yang serius.

Bima hanya mengangguk. Wajahnya berubah menjadi serius. Dia sengaja tidak memberitahu Arumi tentang kepulangannya. Dia ingin memberikan kejutan untuk Arumi. Dia hanya bisa berharap Arumi bisa menerimanya dengan baik.

***

“Sudah pukul 8 malam,” gumam Arumi sambil melihat jam tangannya.

Dia meregangkan badannya yang terasa sangat kaku karena seharian duduk di kursi. Dia memijat-mijat bahunya yang terasa sangat pegal serta meremas-remas jarinya yang terasa kebas karena terlalu lama mengetik.

Arumi baru menyelesaikan pekerjaannya. Saat itu hanya ada dia di kantor, sementara karyawan yang lainnya sudah pulang karena pekerjaan mereka sudah selesai. Sebelum merapikan barang-barangnya, Arumi terlebih dahulu mengecek ponselnya. Dia takut kalau Bima mengirimkan pesan padanya. Tapi saat ia mengecek ponselnya, tidak ada satupun pesan dari Bima.

Arumi merasa khawatir karena pesan yang sebelumnya ia kirimpun belum dibalas oleh Bima. Arumi dan Bima memang belum bisa di katakan pacaran, tapi selama 3 bulan lamanya mengenal Bima, Arumi cukup nyaman untuk berbagi tentang kehidupan sehari-seharinya meskipun Arumi belum sepenuhnya menceritakan tentang hidupnya.

Arumi menyimpan ponselnya kembali ke dalam tasnya dan mulai merapikan meja kerjanya yang berserakan oleh berkas-berkas pekerjaannya. Dia beranjak dari duduknya dan langsung membawa tasnya. Ia berjalan dengan langkah gontai. Hari itu cukup melelahkan bagi Arumi, di tambah dengan Bima yang tidak memberinya kabar sama sekali.

***

Seperti pagi biasanya, Arumi selalu menjadi orang pertama yang berada di kantor. Ketika karyawan lain baru datang, Arumi sudah sibuk berkutat dengan komputer dan beberapa berkas yang masih harus ia revisi.

Arumi mengalihkan pandangannya ke arah meja Vanessa. Dia menunggunya untuk memberikan beberapa berkas yang baru ia revisi. Tapi saat Arumi mengalihkan pandangannya ke arah pintu masuk kantornya, dia melihat Vanessa berjalan berdampingan dengan dua orang laki-laki yang tampak gagah dan berwibawa. Arumi bisa merasakan aura dingin yang terpancar dari kedua pria yang sedang berjalan ke arah ruangan presiden.

“Apa dia presiden yang disebut-sebut sama mbak Vanessa ya?” gumam Arumi dengan matanya yang masih mengikuti Vanessa dan kedua pria gagah tersebut.

“Itu si Bos kulkas 2 pintu,” bisik salah satu karyawan magang yang duduk di samping Arumi. Dia adalah Rio, laki-laki yang juga seumuran dengan Arumi.

“Bos kulkas 2 pintu? Maksudmu?” tanya Arumi dengan keningnya yang berkerut karena bingung.

“Rumornya sih bilang kalau bos kita ini galak dan cuek banget orangnya. Dia bisa aja pecat karyawan yang gak berguna di perusahaannya. Lebih aman lagi sih kalau kita gak cari gara-gara sama dia,” bisik Rio, lalu melihat ke arah Vanessa dan kedua pria yang salah satunya ternyata bos mereka.

Arumi hanya mengangguk paham. Arumi yang memiliki gangguan penglihatan, tidak bisa melihat dengan jelas wajah dari bosnya itu. Tapi ia tidak peduli, meskipun bosnya tersebut setampan arjuna, Arumi masih tetap bertahan dengan Bima yang sudah menjadi teman spesialnya. Meskipun hanya sebatas virtual, kenyamanan yang diberikan oleh Bima sudah membuat Arumi candu akan kabar dan chat dari Bima.

Dia akan selalu resah jika tidak mendapatkan pesan dari Bima. Bahkan Arumi selalu mengirimkan spam chat pada Bima jika Bima terlambat membalas pesannya.

Arumi yang sedari tadi memperhatikan Vanessa dan kedua pria yang sedang bersamanya, langsung menyadarkan dirinya dan kembali fokus pada pekerjaannya. Arumi selalu menyadarkan dirinya untuk selalu fokus pada tujuannya dan tidak memikirkan hal lain yang membuatnya menjadi hilang fokus.

“Apa berkas yang aku berikan kemarin padamu sudah selesai, Arumi?” tanya Vanessa, lalu berdiri di samping Arumi.

Arumi tersentak dan langsung melihat ke arah Vanessa yang sedang melihat arahnya. “Sudah, mbak.”

“Antarkan ke mejaku sekarang ya, biar aku periksa kembali hasil pekerjaanmu,” ucap Vanessa, lalu pergi meninggalkan Arumi yang masih kaget dengan kedatangan Vanessa yang secara tiba-tiba.

Arumi meninggalkan pekerjaannya dan langsung membawa berkas yang sudah dia kerjakan ke meja milik Vanessa. Selama Arumi bekerja di bawah binaan Vanessa, dia selalu kagum dengan cara Vanessa memimpin semua karyawan yang berada di bawah binaannya. Vanessa selalu tegas dan jelas dalam menjelaskan apa saja yang harus di kerjakan oleh setiap karyawan. Sekilas jika orang melihat Vanessa secara langsung, mungkin akan beranggapan kalau Vanessa adalah orang yang sangat arogan dan dingin. Tapi di balik itu semua, Vanessa sama sekali belum pernah marah pada karyawan manapun.

Arumi menyimpan berkas yang ia bawa di meja milik Vanessa. “Semua laporannya sudah saya revisi, mbak.”

Vanessa yang baru duduk di kursinya, langsung melihat pada setumpuk berkas yang baru saja di simpan oleh Arumi. “Terima kasih.”

Arumi hanya menunduk pelan.

“Arumi, Tunggu!” Vanessa bangun dari duduknya lalu mengambil sebuah berkas yang ada di tasnya.

“Ada apa, mbak?” tanya Arumi dengan wajah bingungnya.

“Bisakah kau berikan ini ke ruangan bos?” pinta Vanessa, lalu menyerahkan berkas tersebut pada Arumi.

“Ruangan bos? Maksudnya bos kulkas 2 pintu itu?” bisik Arumi, lalu dengan perlahan mengambil berkas yang diserahkan oleh Vanessa.

“Hush, kau ini! Jangan sembarangan kalau bicara!” Vanessa memukul pelan lengan Arumi dengan matanya yang melotot ke arah Arumi.

Arumi hanya terkekeh sambil mengusap lengan yang dipukul oleh Vanessa. Dia langsung melangkah pergi dari meja Vanessa.

Arumi memang sedikit gugup saat akan menghadapi bosnya yang terkenal galak dan dingin itu, tapi dia mencoba untuk tetap tenang dan tersenyum.

Sesampainya di depan ruangan bosnya, Arumi sempat ragu untuk membuka pintu ruangan bosnya yang terlihat cukup horor. Saat Arumi akan memegang gagang pintunya, seseorang dari dalam ruangan tersebut tiba-tiba keluar sampai membuat Arumi tersentak kaget.

Arumi tidak berani untuk menatap orang yang ada di hadapannya. Dia sangat gugup sampai detak jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.

“Kau siapa?” tanya pria yang sedang berdiri di hadapan Arumi.

“Saya Arumi, Pak,” jawab Arumi gugup.

Pria tersebut tidak mengatakan apapun, sementara Arumi terus menunduk dan masih tidak berani untuk menatap pria di hadapannya.

“Akhirnya, kita bertemu juga Arumi,” ujar pria di hadapannya.

Arumi mengerutkan keningnya karena bingung dengan ucapan yang dilontarkan pria itu. Arumi mencoba untuk memberanikan diri melihat wajah pria yang ada di depannya dan betapa kagetnya ia saat melihat wajah yang selama ini hanya bisa Arumi kagumi lewat ponsel.

“Kak… Kak Bima?” ucap Arumi dengan terbata-bata.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status