Share

RULES

***

Keduanya sudah sampai di restoran dan hendak makan malam bersama. Arumi cukup canggung dan tidak tahu harus melakukan apa di hadapan Bima. Tapi berbeda dengan Bima yang dengan santai memesan makanan, bahkan dia sangat ingat makanan yang disukai oleh Arumi dan berinisiatif untuk memesankan makanan untuk Arumi.

“Hari ini dietnya tunda dulu ya, aku tahu kau pasti lapar karena kelelahan,” ucap Bima lalu menatap Arumi setelah selesai memesan makanan pada pelayan yang datang ke meja mereka.

Arumi baru sadar kalau seminggu sebelumnya dia mengatakan kalau dia sedang diet. Dia menyampaikan pesan itu pada Bima yang saat itu masih berada di Jepang. Arumi tidak mengira kalau Bima akan ingat dengan pesan yang dia kirimkan.

“Bagaimana kau bisa ingat? Itu sudah seminggu yang lalu,” ucap Arumi dengan wajah bingung.

“Tentu saja, aku akan selalu ingat dengan pesan yang dikirimkan orang yang aku cintai,” ucap Bima dengan santai sambil menangkup dagunya.

“Sedari tadi kau selalu mengatakan hal itu. Pertama kau mengatakan kalau kau ingin menikah denganku, dan sekarang kau bilang aku adalah gadis yang kau cintai. Tapi kau sama sekali tidak menanyakan pendapatku tentangmu. Kau bahkan tidak menanyakan apakah aku mencintaimu atau tidak,” ucap Arumi dengan cukup kesal.

“Kalau begitu katakan sekarang, apa kau mencintaiku?” tanya Bima tiba-tiba.

Tentu saja Arumi cukup kaget, padahal dia sendiri yang menginginkan Bima untuk menanyakan pendapatnya, tapi dia sendiri yang kebingungan dengan pertanyaan itu. Arumi mengalihkan pandangannya dan tidak berani menatap Bima secara langsung.

“Jawablah! Tadi kau bilang aku harus menanyakan pendapatmu, tapi setelah aku bertanya kau malah diam,” ucap Bima dengan tidak sabar.

“Kau kira hanya dengan berhubungan lewat ponsel selama 3 bulan bisa mendatangkan cinta secara tiba-tiba? Kau pikir ini masuk akal? Kau bahkan baru melihatku sekarang, bagaimana kau bisa yakin dengan perasaanmu?” rentetan pertanyaan dari Arumi membuat Bima memutar bola matanya dengan malas. Bima sudah bosan dengan sikap ragu yang Arumi tunjukkan padanya.

“Aku sudah bilang kalau itu sangat mungkin. Sekarang aku hanya akan bertanya padamu, kau mencintaiku atau tidak?” tanya Bima dengan sedikit penekanan.

“Aku–”

Arumi ragu. Dia ragu akan menjawab ‘iya’. Dia hanya takut Bima akan menyakitinya setelah dia mengatakan kalau dia juga mencintainya. Arumi juga ragu akan perasaannya yang menurutnya tidak masuk akal. Hanya tiga bulan dan menurut Arumi itu adalah waktu yang sangat singkat untuk memastikan perasaannya.

“Aku harus mengenalmu terlebih dahulu untuk memastikan perasaanku,” Arumi akhirnya bisa mengutarakan perasaannya.

Bima menghela nafas pasrah. Dia menyandarkan punggungnya di sandaran kursi dengan kedua tangannya yang ia lipat di depan dada.

“Tapi aku akan tetap menganggap kalau kau setuju untuk menjadi istriku,” ucap Bima lalu tersenyum miring.

“Kau memang orang yang suka memaksa,” ucap Arumi dengan malas.

Bima hanya mengangkat bahunya seolah tak peduli dengan ucapan Arumi. Arumi menghela nafas berat saat melihat Bima yang hanya mementingkan perasaannya.

“Tapi ingat! Kau harus menjaga sikapmu ketika di kantor. Aku tidak ingin kau bersikap seolah-olah kau terlalu peduli padaku atau semacamnya. Perlakukan aku seperti karyawan yang lainnya, kau paham maksudku kan?” ucap Arumi dengan serius.

“Maksudmu aku harus berpura-pura cuek dan tak peduli padamu begitu?” tanya Bima dengan ekspresi seolah-olah tidak terima dengan ucapan Arumi.

“Ya pokoknya jangan menunjukan sikapmu yang seperti ini ketika di kantor,” ucap Arumi dengan serius.

“Jadi maksudmu aku tidak boleh menciummu ketika aku bertemu denganmu?” tanya Bima lagi.

“Hah? Tentu saja tidak boleh!” jawab Arumi cepat.

“Aku bahkan tak boleh memelukmu?”

Arumi mengangguk dengan yakin.

“Makan siang denganmu? Mesra-mesraan di kantor? Itu semua tidak boleh?” tanya Bima lagi.

“TIDAK BOLEH!” ucap Arumi lalu melipat kedua tangannya di dada.

Bima menghela nafas berat. Dia benar-benar tidak setuju dengan ucapan Arumi yang tidak membiarkan dia untuk bersikap manis pada Arumi.

“Memangnya kenapa sih? Kau ini kan sudah resmi menjadi pacarku,” ucap Bima dengan kesal.

“Aku masih belum menerimanya, dan lagipula kau adalah pimpinan di perusahaan tempatku bekerja. Aku tidak ingin ada gosip atau skandal tentang kita,” ucap Arumi dengan tegas.

Bima tertawa lepas mendengar ucapan Arumi. Arumi yang melihat reaksi Bima, justru malah mengerutkan keningnya. Dia berpikir kalau Bima sangatlah santai dalam menghadapi masalah mereka berdua. Justru Arumi merasa dirinya sendirilah yang sibuk mengkhawatirkan masa depannya. Lebih tepatnya masa depan hubungan mereka berdua.

Walau bagaimanapun, Arumi memang berharap kalau Bima benar-benar serius dengannya. Dia juga merasa kalau Bima bisa menjadi laki-laki baik yang bisa mengangkat derajat hidupnya. Arumi tidak bisa membohongi dirinya sendiri kalau sebenarnya dirinya juga sangat menyukai Bima. Namun dia masih ragu apakah perasaannya itu memang benar-benar cinta atau hanya sekedar obsesi belaka.

“Arumi, kau terlalu mencemaskan hal-hal yang belum pasti,” ucap Bima lalu memajukan badannya agar bisa lebih dekat dengan Arumi, lalu melanjutkan ucapannya, “Tenang saja, aku akan menuruti semua permintaanmu itu,” Bima tersenyum sambil menangkup dagunya.

Arumi menatap mata Bima dengan gugup, berbeda dengan Bima yang menatap Arumi dengan santai dan tidak mencerminkan sikap dingin sama sekali. Justru Bima menunjukkan sikap yang lembut dan seolah-olah sangat peduli pada Arumi.

Terlihat jelas saat makanan tiba di meja makan mereka. Bima dengan sikap manisnya langsung memperlakukan Arumi layaknya ratu. dia memperhatikan semua yang Arumi lakukan. Bahkan ketika Bima melihat sedikit noda di bibir Arumi, dia langsung mengusapnya dengan lembut lalu menyesapnya dengan santai.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Arumi yang canggung melihat tingkah Bima.

"Tidak ada, aku hanya melakukan apa yang kau suruh. Kau bilang kan aku boleh melakukan apapun selama itu bukan di lingkungan kantor," jawab Bima dengan santai.

"Astaga! Kenapa aku bisa sampai bertemu dengan laki-laki seperti dia?" gumam Arumi namun masih terdengar jelas oleh Bima.

"Sayang, kau harusnya beruntung bertemu laki-laki seekor aku. Aku akan selalu mencintai dan menjagamu sampai kapanpun," ucap Bima sambil mengelus pipi Arumi dengan lembut.

Arumi hanya bisa menghela nafas pasrah saat Bima benar-benar memperlakukannya dengan sangat manis. Yang dia tahu Bima adalah orang yang terkenal sangat dingin dan cuek. Bahkan beberapa karyawan mengatakan kalau dirinya adalah jelmaan kulkas dua pintu, saking dingin dan tidak peduli dengan sekitar.

Tapi begitu bertemu dengan Arumi, sikap manis dan manjanya keluar begitu saja. Tanpa rasa malu sedikitpun, Bima bersikap seolah-olah Arumi adalah wanita yang sangat penting di hidupnya.

"Arumi, aku sudah tidak sabar untuk menikah denganmu," ucap Bima sambil tersenyum.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status