Pandangan Elara tiba-tiba menjadi gelap.Tidak, ia bukan pingsan, tapi sesuatu yang hangat menutupi kepalanya.Itu jaket milik Arion.Elara dapat mencium aroma yang sempat membuatnya gugup kemarin. Aroma yang kini tiba-tiba pula menghantarkan rasa hangat dan rasa tenang seketika.“Kau seperti anak kucing yang tersesat,” Suara dalam milik pria bermanik kelabu itu pun tertangkap indera pendengaran Elara.Nada pada kalimat Arion memang terdengar tak acuh, namun saat lengan kokohnya melingkari pundak Elara, itu terasa begitu lembut dan hangat.Pria itu menuntun Elara yang tertutupi jaket, hingga mencapai ke mobil yang diparkir tak jauh dari Elara berdiri sebelumnya.Arion memastikan Elara duduk dengan nyaman, bahkan memasangkan sabuk pengaman untuk gadis itu, sebelum ia lalu menutup pintu dan berjalan memutar ke pintu kemudi.“Apa yang terjadi?” tanya Arion setelah beberapa waktu mobil yang ia kendarai menja
“Tidak, bukan itu maksudku!” Elara menggelengkan kepalanya kuat-kuat.Ia tidak bermaksud membuat Arion salah paham dengan pertanyaan itu. “Sesuatu.. Maksudku, aku hanya berandai-andai. Kalau itu terjadi padaku. Tidak ada maksud lain.”“Tidak ada sesuatu yang terjadi padamu?” Arion menyipitkan matanya.“Tidak. Aku bertanya itu karena benar-benar ingin bertanya.” Mata Elara mengerjap. Ia seakan baru saja mendapat gagasan. “Waktu kau meminta kesucian-ku, tidak kah terpikir bahwa aku bisa saja sudah tidak lagi perawan?”Arion terbatuk kecil. “Itu--” Ia memindahkan kembali mobil dalam mode drive --ia butuh waktu untuk mencari kata yang tepat untuk menjawab gadis di sampingnya.Sampai detik ini pun gadis bermanik zamrud itu masih lekat menatap ke arahnya --menunggu jawaban.Mobil kembali berjalan mulus, Arion berdeham. “Dari penampilanmu. Kau terlihat polos dan terlalu cocok untuk image perawan.”“Hah?” Elara merasa telinganya salah mendengar. Jadi saat itu, Arion hanya menebak bahwa dirinya
“Kau!!” teriak Henry marah.“Kau preman sewaan Elara, kan?!” tudingnya lagi. Kali ini kedua mata Henry memerah, menahan amarah.Harga dirinya serasa terluka, melihat orang rendahan telah menculik dan mengikat dirinya seperti ini.Sosok tinggi itu berjalan santai. Kedua tangannya berada di saku celana jeans biru dongker yang ia kenakan. Tubuhnya terbalut kaos lengan panjang tanpa kerah, begitu pas melekat di tubuhnya.Aura dalam ruang pengap itu seketika terasa berat dan menekan.Usai memaki, Henry pun terdiam gugup --merasakan aura penuh tekanan tersebut.Pria itu berhenti tepat di depan Henry yang duduk dan terikat kuat.“Henry Wycliff…” Suaranya yang dalam dan rendah terdengar misterius dan begitu menekan, kala ia bahkan hanya menyebut sebuah nama.“Ma-mau apa kau?” Henry tergagap saat bertanya. Sungguh, ia tidak bermaksud seperti itu.Ia ingin mengeluarkan suara garangnya dalam memaki --ia sungguh berpengalaman untuk itu. Namun saat ini --bisa mengeluarkan kata-kata pun, ia merasa m
Sinar hangat mentari menembus melalui jendela. Elara menggerakkan tangan, untuk meregangkan keduanya. Matanya membuka perlahan, mengerjap malas.Entah kapan ia membuka tirai penutup jendela --ia merasa tidak melakukannya. Tubuhnya berputar ke sisi, hanya untuk mendapati seluruh tubuhnya langsung menegang.“Nga-ngapain kau di sini?!” pekik Elara panik. Ia menarik selimut lebih ke atas hingga hampir menutupi lehernya.Di tepian ranjang, Arion duduk santai sambil menumpang kaki.Garis rahang kokoh melingkari raut wajah datarnya. Alis yang tebal dan rapi itu tidak bergerak, namun kelopaknya terlihat menurun setengah, seolah telah menikmati pemandangan yang menenangkan. Sosok proporsional itu hanya mengenakan piyama motif garis vertikal dengan mantel tipis yang mengikat tubuh gagahnya. Ia tidak bergerak dan hanya terus menatap Elara dengan manik kelabu yang dalam.“Bagaimana kau bisa masuk ke sini?” Elara mengomel. “Aku menutup pintu dan menguncinya! Jangan katakan, kau menerobos begitu
Elara tiba di kampus dan hal pertama yang ia dengar, bahwa Henry masuk rumah sakit, karena perkelahian setelah melecehkan dua gadis.Semua orang di kampus itu tentu saja sangat shock mendengar kabar tersebut.Tidak ada yang mengetahui dengan jelas kejadian itu di mana dan kapan. Namun berita bahwa Henry juga akan ditahan polisi, beredar luas.Bahkan ada rumor menyebutkan, Thomson Wycliff sampai mengutus pengacara terkenal di Hillsborough untuk membela putranya dan juga meminta secara khusus pihak kepolisian untuk mengusut kasus penganiayaan putranya.Thomson Wycliff sampai dikabarkan hendak menyuap dua gadis korban itu, namun dua gadis itu membeberkannya pada pihak polisi, membuat nama keluarga Wycliff kian tercoreng.Yang lebih mengagetkan Elara lagi, nama Elara pun disebut-sebut sebagai salah satu korban yang nyaris dilecehkan oleh Henry dan Henry memutar balikkan fakta untuk mencoreng nama baik Elara.Bahkan ada satu media yang mengulas khusus dan menyebutkan bahwa Nona dengan inisi
Kening Arion sedikit berkerut saat melihat wanita muda yang berdiri tak jauh di depannya.“Isabelle?”“Arion… Aku pulang,” ujar wanita muda itu.Suaranya sangat lembut, sungguh membuai. Ia memiliki garis wajah yang sedikit tegas dengan tulang pipi tinggi. Namun kelopak matanya sedikit menurun, memberikan kesan sayu dan rapuh.“Mengapa kau ke sini?”Wanita muda dan cantik bernama Isabelle itu merunduk sedih. “Apa kau tidak senang melihatku?”“Lucas bilang--” Arion terhenti, seakan baru tersadar sesuatu.“Lupakan.” Usai mengatakan kata itu, Arion menggeleng kecil lalu berbalik dan meneruskan langkahnya ke dalam satu ruangan.Di depan pintu itu terpampang tiga huruf besar dengan cetakan berlapis emas; CEO.Garvin menyisi, memberikan jalan bagi Isabelle untuk masuk ke dalam ruangan setelah Arion. Tanpa kata, Garvin berdiri di dekat pintu, menunggu.“Garvin, bisakah aku meminta secangkir teh chamomile?” pinta Isabelle dengan ramah ke arah Garvin.Garvin melirik Arion yang terlihat tak acuh
Waktu telah menunjukkan pukul sepuluh malam, ketika Arion kembali ke apartemen tempat ia tinggal bersama Elara.Pria itu masuk dan menggantungkan mantelnya sebelum melangkah lebih ke dalam. Wajahnya sedikit tertunduk dengan raut muram.Kakinya lalu terhenti, ketika ia mengangkat pandangan dan melihat Elara yang tertidur di sofa ruang tengah.Hanya berselang sepersekian detik, ia mendekati Elara --dengan langkah yang lebih berhati-hati.Tubuh tinggi dan proporsional-nya terhenti tepat di sisi Elara, lalu membungkuk untuk menepuk lembut pipi gadis itu.Tangannya berhenti di udara. Ia mengurungkan niatnya dan hanya menatap wajah tidur Elara sekian detik lebih lama.Tatapan dalam Arion akhirnya terputus saat ia memutuskan mengangkat tubuh Elara dan membawanya ke kamar.Dengan perlahan, Arion menurunkan dan meletakkan Elara dengan nyaman di atas ranjangnya. Ia pun menarik selimut hingga menutupi dada gadis itu.Tidurnya terlihat begitu tenang. Wajah cantik dan damai Elara memancing Arion te
Elara melihat makanan yang memang ia siapkan semalam untuk Arion, sudah habis.Gadis itu melipat bibir ke dalam untuk menahan senyuman, lalu buru-buru memasang wajah biasa kembali. Menyadari itu hal yang aneh baginya, merasa senang bahwa Arion benar-benar memakannya.Bukankah itu hal lumrah? Seseorang memberimu makan, kau memakannya sebagai tindakan sopan santun.Mengapa ia merasa terlalu senang karena hal itu?Elara berdeham --membersihkan tenggorokannya lalu melirik ke arah pintu kamar Arion.“Apakah ia sudah berangkat?” gumamnya lalu beranjak menuju pintu kamar pria itu. Merasa ragu sesaat, ia lalu mengetuk pelan. “Mr. Arion?”Tidak ada jawaban.“Apakah pekerjaannya sebagai supir pribadi saat ini, bertahan lebih lama?” Elara menggaruk pelipisnya lalu kembali ke kamar.“Itu bagus. Jika dia bekerja dan punya uang, aku tidak perlu menggunakan uang simpanan-ku untuk belanja.” Elara mengangguk puas.Memang seharusnya seperti itu. Ia hanya berharap, Arion tidak bertindak impulsif dan memu