Share

BAB 5

Rudi berjalan menuju gudang. Nia dari tadi tak mau makan. Dia terus memanggil Mimi. Rudi dan bibi telah membujuk, tapi tetap bocah itu menangis. Padahal biasanya dia juga ditinggal dengan mama atau ibu mertuanya. Entah mengapa pagi ini dia merengek minta bersama indah.

Rudi membuka pintu gudang. Dia melihat Indah yang duduk di sudut gudang dengan memeluk kedua lututnya. Gadis itu tersenyum saat melihat suaminya. Bukannya marah atau menangis. Rudi melihat dengan penuh keheranan.

"Keluarlah...! Jangan cengegesan di situ." perintah Rudi.

"Kenapa cepat banget? Baru dua jam. Ibu saja pernah mengurungku selama seminggu hanya karena aku tak mau masuk perguruan tinggi sesuai keinginannya. Jadi kau salah memberiku hukuman, lebih dari ini sudah aku rasakan!" ucap Indah dengan suara serak menahan sebak di dada.

Indah ingat betul, saat ibunya mengurung dirinya seminggu di gudang dan tak boleh kemana-mana sebelum dia setuju mendaftar di kampus wanita yang diinginkannya.

Sejak ayahnya meninggal, Indah merasa ibunya semakin membenci dirinya. Hanya ayah yang menyayanginya dengan sepenuh hati. Mita, sang kakak sebenarnya juga sayang. Namun, dia terkadang tampak ada rasa iri pada Indah jika adiknya itu juara.

Mita dan Indah berbeda dalam prestasi. Jika Indah ke akademis, kalau Mita lebih ke prestasi non akademis, seperti model dan akting. Dia memang cantik dan modis.

Rudi terkejut mendengar pengakuan Indah. Dia tampak tak percaya dengan ucapan gadis itu. Yang dia tahu mertuanya baik dan lembut seperti Mita.

"Jangan membuat cerita bohong. Apa kamu pikir aku percaya. Mana mungkin ibu melakukan itu? Jika pun itu benar, pasti karena kamu yang tak bisa di atur dan membantah semua ucapan ibu!" ucap Rudi dengan suara yang penuh dengan emosi.

Belum sempat Indah menjawab, terdengar suara bocah memanggil namanya dan berlari ke arah gadis itu.

"Mimi...!" panggil Nia dan berlari ke arah gadis itu duduk.

Indah mengembangkan tangannya agar Nia masuk ke dalam pelukan. Tangisnya pecah saat memeluk bocah itu. Salah satu alasan dia menerima pernikahan ini.

"Mimi menangis ...," ucap Nia. Tangan mungilnya menghapus air mata Indah.

"Mata Mimi kelilipan," ucap Indah berbohong agar Nia tidak bersedih.

"Mimi kenapa di sini?" tanya Nia.

Pertanyaan Nia membuat Rudi terkejut, takut jika Indah mengatakan kebenarannya. Dia tak ingin Nia marah.

"Tadi Mimi mau membersihkan gudang ini," jawab Indah yang berbohong dan tidak mau ponakanya bersedih mengetahui kalo dia sedang di hukum ayahnya.

"Mimi, Nia lapar. Mau makan". Ucapan Nia yang mengadu sama miminya kalo dia lapar.

"Kasihan anak Mimi, lapar ya? Mimi suapin sekarang. Mari kita makan...." Indah bicara dengan suara riang seperti tidak terjadi sesuatu.

Dia lalu berdiri dan menggendong Nia. Rudi memandangi keduanya tanpa kedip. Dia melihat lutut gadis itu yang terlihat memar pasti karena tadi tersungkur saat mendorongnya. Pergelangan tangannya juga terlihat membiru.

Rudi mengusap wajahnya kasar. Dia juga menarik rambutnya frustasi. Melangkah mengikuti Indah yang telah lebih dahulu berjalan.

"Apa aku tadi sudah keterlaluan? Aku hanya tak ingin dia kerja, karena aku tahu kekasihnya bekerja satu kantor. Aku tak mau dia membujuk indah untuk meninggalkanku. Nia bisa menangis jika berpisah dari gadis itu. Aku butuh dia untuk putriku," gumam Rudi dalam hatinya.

Menghindari Rudi, gadis itu membawa Nia makan di taman. Saat ini dia tak ingin menatap wajah pria itu. Hatinya masih sangat sakit. Terkadang Indah bertanya dalam hati, apa yang membuat Mita begitu mencintai lelaki dingin itu.

Indah menyuapi Nia sambil bocah itu main. Tiba-tiba dia berdiri dekat kaki gadis itu. Memegang lututnya yang sakit. Dia sedikit meringis.

"Kaki Mimi sakit?" tanya bocah itu dengan polos.

"Tak apa, Sayang. Mimi sudah biasa merasakan sakit. Lebih dari ini saja Mimi kuat," ucap Indah lirih.

Rudi yang berdiri di balik pintu mendengar ucapan Indah. Hatinya merasa tertusuk. Dia bertanya dalam hati, kenapa gadis itu selalu mengatakan jika dia telah merasakan kesakitan yang lebih parah, sebenarnya apa yang telah dia alami dan jalani.

"Habis makan, cantiknya Mimi mandi dan setelah itu bobok," ucap indah.

"Nia bobok dengan Mimi," pinta sang bocah.

Indahmengangguk sambil tersenyum. Rudi melihatnya dengan tatapan tanpa kedip saat gadis itu mengembangkan senyumnya.

**

Indah yang menidurkan nia ikut tertidur. Dia melewatkan makan siangnya. Tak ingin bertemu dengan pria yang telah menjadi suaminya itu.

Rudi melihat jam telah menunjukkan pukul tiga sore, tapi tak melihat Indah turun dari lantai atas ke dapur untuk makan. Pria itu akhirnya melangkahkan kakinya menuju kamar putrinya.

Dengan pelan dia mencoba membuka pintu, ternyata tidak di kunci. Rudi melangkah masuk dan melihat Indah tertidur dengan memeluk putrinya. Masih tersisa air mata di pipi gadis itu.

"Sepertinya dia habis menangis. Apakah gadis keras kepala seperti dia masih bisa mengeluarkan air mata?" tanya Rudi dalam hatinya sambil menatap tanpa kedip ke wajah gadis itu.

Tiba - tiba Indah menggeliatkan tubuhnya. Rudi langsung berjalan cepat meninggalkan kamar. Tak mau gadis itu tahu jika dia masuk ke kamar sang putri sambil menatap wajahnya.

Indah bangun dan melihat ke samping, tenyata sang ponakan masih terlelap dalam alam mimpinya. Dia bangun dan berjalan menuju jendela. Menatap pemandangan di luar dengan perasaan yang sedih. Air matanya tak bisa di bendung lagi. Jatuh membasahi pipinya.

"Sebenarnya apa rencana-Mu Tuhan. Aku rasanya ingin menyerah dengan ujianmu ini. Mentalku benar-benar terkuras. Jiwaku tidak sedang baik-baik saja. Aku memendam semuanya tanpa seorangpun yang mengetahui keadaanku. Mereka tertipu dengan senyum manisku, wajah ceriaku, dan dengan tawaku. Kepalaku hampir pecah dan aku benar-benar lelah. Rasanya ingin berhenti sejenak untuk bernapas dengan lega," gumam Indah pada dirinya sendiri. Air matanya turun dengan deras membasahi pipinya.

Cukup lama Indah menangis. Tak ingin seorang pun tahu kerapuhan dirinya sehingga gadis itu memilih kuat dihadapan orang meski sebenarnya dia rapuh.

"Jangan menangis walau masalahmu berat. Anggap saja itu pelajaran yang membuat dirimu semakin kuat. Ingatlah, akan ada senyuman setelah air mata. Karena tidak akan ada perjuangan yang sia-sia. Tetaplah jaga hatimu agar tidak lagi disakiti," ucap Indah pada dirinya sendiri dengan mengusap air matanya dengan kasar.

Pintu kamar itu di buka secara perlahan oleh seseorang, membuat lamunan Indah buyar. Saat pintu telah terbuka lebar, tampak mama Rudi berdiri di balik pintu. Wanita itu masuk dan tersenyum dengannya.

Indah berjalan menyusul ibu mertuanya. Menyalami dan mencium tangannya. Ibu membalas dengan mengusap pucuk kepala menantunya itu. Mama Reni, mamanya Rudi sangat berbeda dengan anak prianya. Wanita paruh baya itu sangat lembut. Mereka duduk di sofa dekat jendela.

"Indah, apakah Rudi memperlakukan kamu dengan baik atau dengan kasar?" tanya Mama Reni.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status