Keiza menatap tanggal yang terlingkar merah olehnya menggunakan spidol merah. Sepasang iris mata amber Keiza melemah dan nanar. Sorot matanya seakan menunjukkan kepedihan yang mendalam. Rasa sakit dan terluka dalam dirinya begitu menusuk hingga ke tulang. Impian Keiza adalah merasakan hidup bahagia dengan Damian, ternyata telah hancur berkeping-keping. Nyatanya yang Keiza dapatkan hanyalah penolakan.Tujuan Keiza kembali ke Los Angeles, karena dia yakin Damian akan memaafkan segala kesalahannya di masa lalu. Akan tetapi, segala mimpi hanya menjadi mimpi. Tak menjadi kenyataan. Bahkan teganya Damian mengatakan sudah memiliki kekasih.Damian yang dulu selalu memaafkan Keiza, apa pun masalah yang telah Keiza lakukan. Namun, Keiza menyadari kesalahan terakhir yang dirinya perbuat memang sangat fatal. Bahkan Damian sekarang benar-benar seperti tak menganggap Keiza ada.“Nona Keiza.” Alfie melangkah mendekat pada Keiza yang sejak tadi duduk di sofa kamar yang ada di dalam apartemen pribadi
Waktu menunjukkan pukul tujuh malam. Kimberly menatap para pelayan yang sedang sibuk menyiapkan makanan di atas meja. Sesuai perintah Damian, Kimberly hanya boleh mengawasi para pelayan yang menyiapkan makan malam untuk perayaan ulang tahun Damian. Well, padahal dia ingin sekali menyiapkan satu makanan saja, tapi para pelayan langsung mencegah. Pasalnya para pelayan sudah diancam oleh Damian. Di hadapan Kimberly, telah terhidang berbagai masakan asal beberapa negara di atas meja. Bukan hanya western saja, tapi Prancis, Mexico, Italia, dan Jepang. Meski hanya merayakan dua orang, tetap hidangan yang disajikan sangat lengkap—dan tentunya pasti lezat. Pun cake ulang tahun dua tingkat sudah ada di sana. Sebelumnya, Kimberly meminta pelayan memesan cake dari toko kue ternama. “Nyonya, semua makanan sudah terhidang. Apa ada lagi yang Anda butuhkan?” tanya sang pelayan pada Kimberly.“Hm, semua makanan yang aku pesan sudah semua, kan? Tidak ada yang kurang, kan?” Kimberly bertanya memastik
Damian menatap hasil USG di tangannya dengan sorot dingin dan lekat. Aura wajahnya begitu menegang. Jantungnya sejak tadi berdetak tak karuan. Nama yang tertera di hasil USG itu sangat jelas, hingga membuat otak Damian benar-benar stuck berpikir. Dia mengingat ketika Kimberly mengatakan akan memberikan hadiah untuknya—artinya hasil USG yang ada di tangannya adalah hadiah indah yang Kimberly maksud.“Shit!” Damian mengumpat kasar seraya memejamkan matanya. Kepingan memori tergali tentang di rumah sakit kemarin. Pun dia mengingat kala Kimberly meminta dipeluk dan juga meminta dirinya menyentuh perut wanita itu. Bodohnya, dia tak menyadari maksud dari Kimberly. Mual dan muntah Kimberly selama ini ternyata bukan karena sakit. Andai saja waktu itu dia memaksa Kimberly untuk ke dokter, maka tak akan jadi seperti ini.Damian menyambar wine di hadapannya, menenggak hingga tandas. Benaknya benar-benar sangat kacau. Hati Damian bergemuruh. Pikiran tak tenang. Selama ini Damian tak pernah memaka
Damian mengambil kunci mobilnya, melangkah terburu-buru hendak meninggalkan penthouse-nya. Namun, tiba-tiba langkahnya terhenti kala melihat Freddy baru saja tiba di penthouse-nya. Tampak sorot mata dingin Damian menatap tegas Freddy yang masih berada di hadapannya. “Ada apa kau ke sini, Freddy? Bukankah aku sudah bilang padamu, aku hari ini tidak ke kantor?” tanya Damian penuh ketegasan. Sebelumnya, dia sudah meminta Freddy untuk menggantikan meeting penting. Masalah dengan Kimberly belum selesai, dia tak mungkin bisa mengerjakan pekerjaannya.“Maaf mengganggu Anda, Tuan, tapi ada beberapa hal penting yang ingin saya sampaikan pada Anda,” jawab Freddy penuh kesopanan.“Katakan, apa yang ingin kau katakan?” tanya Damian tak ingin berlama-lama. Sejak tadi malam pikiran Damian tak tenang. Bahkan dia tak bisa tidur nyenyak memikirkan Kimberly yang berada di hotel sendirian. Dia sengaja tak langsung menemui kekasihnya itu, karena dia ingin memberikan ruang untuk Kimberly sendiri.“Tuan,
Pelupuk mata Kimberly bergerak-gerak bersamaan dengan bulu mata lentik yang juga ikut bergerak. Sayup-sayup ketika mata Kimberly sudah terbuka, sorot mata pertama kali menangkap cahaya berwarna kuning berasal dari lampu mewah kamar hotel.Rasa pusing di kepala mulai menyerang. Kimberly memilih memejamkan mata sebentar demi mengurangi rasa pusing di kepalanya. Entah dia tak mengerti kenapa kepalanya bisa sampai sakit seperti ini. Tak hanya sakit saja, tapi juga berat. Tubuhnya benar-benar terasa lemah tak memiliki energy untuk bergerak.Hingga ketika pusing di kepala Kimberly mereda, wanita cantik itu kembali berusaha membuka matanya. Sorot matanya mengendar ke sekitar, melihat dirinya di hotel tempat di mana dirinya menginap. Lantas, tatapan matanya menoleh ke samping tak ada siapa pun.Napas Kimberly berembus pelan sambil terdiam sejenak. Ingatannya langsung otomatis tergali akan apa yang sebelumnya terjadi. Dia mengingat Damian datang dan sempat berdebat dengannya, sampai akhirnya d
Kimberly menatap begitu banyak makanan yang terhidang di atas meja. Mulai dari aneka pasta, steak, seafood, taco, aneka dessert. Sungguh, Kimberly tak menyangka pelayan akan menghidangkan begitu banyak makanan di atas meja. Dia tahu ini sudah jam makan malam, tapi Kimberly tak pernah mengira makan malam yang disajikan untuknya dan Damian malah seperti makan malam untuk lebih dari sepuluh orang.“Nyonya, apa Anda ingin tambahan menu lainnya?” tanya sang pelayan kala sudah menghidangkan menu makanan di hadapan Kimberly.Kimberly mendesah pelan. “Makanan yang kau hidangkan saja banyak sekali. Bagaimana bisa aku meminta tambahan menu? Siapa yang memesan makanan sebanyak ini?”“Tuan Damian Darrel, Nyonya. Beliau mengatakan Anda sedang hamil. Jadi, Anda bisa bebas memilih menu makanan mana yang paling Anda sukai, Nyonya,” jawab sang pelayan sopan.Kimberly mendecakan lidahnya. Damian memang sudah benar-benar gila. Bisa-bisanya pria itu memesan begitu banyak makanan untuknya. Bayangkan saja,
Kimberly memuntahkan semua makanan yang baru saja masuk ke dalam perutnya. Entah pagi ini sudah berapa kali dia ke kamar mandi. Tubuhnya benar-benar terasa lemah dan lemas. Bahkan kepalanya sejak tadi sudah berputar. Jika saja tak ada Damian di sampingnya, mungkin saja dia sudah ambruk.Pria tampan itu begitu cekatan memegang rambut Kimberly. Tak hanya itu saja, tapi sekarang Damian juga yang memutar keran warstafel, membasuh bibir Kimberly dengan air bersih. Tampak Kimberly sangat patuh kala Damian mengambil peran membantunya. Pasalnya memang Kimberly begitu lemah tak bisa untuk melawan. Meskipun Kimberly masih marah padanya, tapi dia memilih menyingkirkan ego dalam hal seperti ini.“Apa sudah lebih baik?” Damian menyeka bibir Kimberly yang basah menggunakan tisu.Kimberly menganggukkan kepalanya. Raut wajah Kimberly benar-benar lemah. Kehamilan kerap membuat Kimberly enggan untuk melakukan sesuatu. Seperti sekarang ini, setelah mual hebat yang dia inginkan hanya beristirahat.“Maaf
Kimberly menyimak dengan baik laporan dari Brisa tentang kondisi perusahaan. Asisten pribadi Kimberly itu bukan hanya melaporkan tentang perusahaan pribadi miliknya saja, tapi perusahaan milik Kimberly, bersama dengan Carol. Beruntung laporan yang dia dapatkan adalah laporan baik—yang mana semuanya tak memiliki masalah.“Nyonya Kimberly, ada lagi yang ingin saya laporkan pada Anda,” ujar Brisa penuh rasa sopan.Kimberly menatap Brisa. “Katakan, hal apa yang ingin kau laporkan?”“Begini, Nyonya, pengacara Anda mengatakan minggu ini jadwal sidang rasanya tidak memungkinkan, kecuali kondisinya Tuan Fargo tidak menghalangi perceraian ini. Semua terhambat karena Tuan Fargo selalu saja menunda-nunda,” kata Brisa melaporkan—dan langsung membuat Kimberly meloloskan umpatan pelan.“Sampai kapan pria berengsek itu menunda perceraian?!” geram Kimberly kesal. Dia sudah tak sabar ingin berpisah dengan Fargo. Terlebih kondisinya sekarang sedang mengandung anak Damian. Akan lebih baik jika dirinya b