Seorang laki-laki berusia paruh baya menawarkan Shanaz untuk naik ke atas ke ruangan Fernando bersama dengan dirinya. Dia tak lain adalah mantan ayah mertuanya. Dan kebetulan hendak ke ruangan Fernando."Aku mau ke ruangan Fernando. Mau ikut denganku?" tanya ayah Fernando.Shanaz mengangguk. "Iya, Tuan. Terimakasih banyak atas bantuannya," jawab Shanaz.Ayah Fernando mengibaskan tangannya. "Itu tidak masalah," sahutnya.Mereka kemudian masuk ke dalam lift. Kemudian tangan ayah Fernando hampir menekan tombol angka no 10 pada dinding lift. Tetapi Shanaz mencegahnya, sebagai bentuk rasa kesopanannya. "Maaf Tuan, biar saya saja yang menekan tombolnya."Ayah Fernando mengangguk. "Okey."Setelah itu pintu lift tertutup. Lift mulai naik dan kemudian terbuka di lantai nomor 10. Shana, dan ayah Fernando keluar dari lift dan menuju ke ruangan Fernando.Selama di dalam lift hingga hampir sampai di ruangan Fernando tak ada perbincangan antara Shanaz dan ayah Fernando. Shanaz hanya diam, sementara
Ayah Fernando menunjuk papan catur yang ada di depannya. "Kamu tidak lihat. Ayah sedang main catur dengan Nabila," jawab ayah Fernando. Fernando menepuk jidatnya sendiri. "Astaga, maafkan Ayahku, Nabila. Karena telah menjadikanmu sebagai korban main caturnya," ucap Fernando dengan wajah layaknya seseorang yang sedang berempati.Ayah Fernando tertawa. "Mungkin awalnya kamu akan berpikir seperti itu. Tetapi saat ini kamu harus mengasihani Ayahmu yang sudah tua ini, karena Nabila ternyata mempunyai kemampuan main catur yang lebih baik dari Ayah," sahut Ayahnya.Ayah Fernando meskipun saat ini kalah dalam main catur namun tetap terlihat bahagia. Dia seperti menemukan teman yang se-frekuensi dengannya kalau kata anak muda jaman sekarang bilang. Sangat kontras sekali dengan tadi ketika pertama kali datang dengan Nabila.Fernando memasang wajah terkejut. Ia ber 'wow' mendengar pengakuan ayahnya soal kemampuan main catur Nabila. Karena sebelumnya jarang ada orang bisa menandingi permainan ca
"Aku baru saja akan bertanya di mana dia mempelajari cara main catur yang hebat itu. Kamu malah menyelanya," protes ayah Fernando.Fernando berdecap. Ia lalu mendekat ke arah ayahnya. "Nanti saja. Ayah bisa mewawancarai Nabila nanti saat di restoran," ucap Fernando.Ayah Fernando menghela napas. "Hah, baiklah. Ayo berangkat sekarang," sahut ayah Fernando.Setelah itu ayah Fernando bangkit dari tempat duduknya, disusul oleh Shanaz. Mereka bertiga lalu berjalan keluar dari ruangan Fernando. Lelaki itu berhenti sejenak saat berada di depan meja kerja sekertarisnya. Sekertaris Fernando bangkit dari kursi kerjanya saat melihat bosnya ada di depannya. Ia juga tak lupa membungkukkan badannya sebagai tanda hormat. Ia mendengarkan dengan saksama saat Fernando memberinya pesan sebelum pergi."Aku pergi makan siang dulu ya. Telepon aku jika ada sesuatu yang penting," pamit Fernando pada sekertarisnya."Baik, Pak Fernando," sahutnya kemudian membungkukkan badannya lagi. Setelah itu Fernando, Sha
"Telepon dari siapa?" tanya ayah Fernando kepada anaknya. Fernando menunjukkan layar ponselnya kepada ayah Fernando. Ayah Fernando memajukan kepalanya sedikit demi mengetahui nama yang ada pada permukaan benda pipih itu, dan ternyata tertulis nama 'Lita'. Shanaz yang berada di samping ayah Fernando juga dapat melihatnya."Aku angkat telepon dari Lita dulu ya," pamit Fernando. Mata Shanaz dan ayah Fernando mengikuti pergerakan Fernando, sampai laki-laki itu tak terlihat lagi karena terhalang oleh dinding. Menyisakan sebuah tanda tanya besar di kepalanya. "Apa mereka berdua sudah baikan?" Lamunan Shanaz terhenyak, saat pramusaji datang membawakan makanan dan minuman. Ayah Fernando matanya berbinar, ekspresi wajahnya seakan tak sabar untuk segera makan. "Akhirnya datang juga makanannya," ucap ayah Fernando. Dan setelah pramusaji selesai menata makanan dan minuman di atas meja. Ayah Fernando mengajak Shanaz untuk segera makan. "Ayo makan." Sudah dengan tangan memegang sendok garpu dan
Fernando melihat seorang laki-laki berdiri di depan kepala pelayannya dan mengatakan hal yang seakan mengejek profesi gadis itu. Padahal jika dilihat dengan baik gaya lelaki itu sangat norak, gaya berpakaiannya apalagi, tak menunjukkan dia adalah seorang pria terpandang.Fernando yang geram dengan kelakuan lelaki sok keren itu kemudian menghampirinya. "Siapa dia Nabila?" tanya Fernando penasaran.Lelaki itu melihat Fernando dari atas sampai bawah. Dia benar-benar tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Fernando yang lebih tinggi dan memiliki wajah yang jauh lebih tampan. Namun anehnya laki-laki itu belum juga menunjukkan rasa gentar. Shanaz tak dapat menjawabnya. Dia tidak merasa mengenal lelaki itu sebelumnya. Namun dengan bangga laki-laki yang ada di depan Fernando mengatakan bahwa dirinya adalah mantan pacar Nabila. "Aku adalah mantan kekasih Nabila," jawabnya.Lalu jari telunjuk lelaki itu menunjuk ke arah wajah Shanaz. "Kemarin aku menawarimu menikah denganku tapi dia tidak mau
Sejujurnya Shanaz tidak mengenal dengan lelaki yang mengaku sebagai mantan kekasihnya itu. Karena dia merupakan mantan kekasih Nabila, bukan dirinya. Dan kini Shanaz dihadapkan dengan kebingungan dengan pertanyaan yang diajukan oleh Fernando tadi.Shanaz memutar otak dengan cepat. "Teman saya yang mengenalkan, Tuan," jawab Shanaz sekenanya. Sepertinya hanya jawaban itu yang cukup masuk akal."Sejak kapan kamu ingin tahu urusan orang lain? Kamu menjadi mirip dengan Ibumu," sindir ayah Fernando."Tidak, Ayah. Bukan seperti itu. Tapi–" Fernando tak jadi melanjutkan kalimatnya, karena malas berdebat dengan ayahnya.Ia lalu mengibas-ibaskan tangannya di udara. "Sudahlah, jangan bahas masalah tidak penting itu," imbuhnya.Lebih baik begitu. Shanaz bisa tenang karena tak harus memikirkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang tidak Shanaz ketahui jawabannya. **Mobil Fernando sampai di perusahaan. Fernando kembali pada rutinitas pekerjaannya di perusahaan, sementara Shanaz pulang dengan ay
Shanaz membalikkan badannya mendengar seseorang memanggil nama Nabila. Sudah ada ibunya Nabila yang berdiri di ambang pintu gerbang yang belum ditutup oleh satpam. Dengan cepat satpam berjalan mendekat ke arah ibunya Nabila. "Maaf, tapi Ibu ini, siapanya Mbak Nabila, ya?" tanya satpam pada ibunya Nabila."Saya Ibunya Nabila, Pak," jawab ibunya Nabila menunjuk pada dirinya sendiri.Satpam langsung melirik ke arah Shanaz. Dia hanya ingin memastikan saja, bahwa apa yang dikatakan oleh wanita paruh baya yang ada di depannya ini memang jujur. "Benar Pak. Ini adalah Ibu saya." Kini Shanaz menunjuk dirinya sendiri. Satpam manggut-manggut mengerti. "Silakan masuk, Bu." Dan setelah Shanaz membenarkan satpam mempersilakan masuk. Lalu menutup lagi gerbangnya.Mata ibunya Nabila kini mengarah pada kaki putri semata wayangnya yang sedang sakit. Ia terkejut sampai lupa mengatupkan mulutnya. Ia langsung panik dan tangannya menunjuk ke kaki Nabila."Apa yang terjadi pada kakimu, Nabila?" Ibunya Na
Setelah berpikir dan menimbang, akhirnya ibunya Nabila merelakan anaknya tetap bekerja. Dia sangat mempercayai Fernando, karena dianggap sebagai majikan yang baik dan pengertian. Ibunya Nabila berpamitan pulang kepada keduanya 1 jam yang lalu."Saya akan siapkan kopi untuk Tuan Fernando," ucap Shanaz. Biasanya hal itu yang akan dilakukannya ketika Fernando pulang dari perusahaan."Jangan, jangan!" Fernando melarangnya. Shanaz membalikkan badannya lalu menatap wajah Fernando. "Kenapa jangan Tuan? Atau Tuan mau mandi dulu?" tanya Shanaz penasaran."Iya. Aku mau mandi dulu," jawab Fernando. Shanaz hendak membuka mulut. Berkata bahwa dia akan menyiapkan pakaian. Tetapi karena Fernando ingin kaki wanita di depannya ini cepat sembuh, jadi ia melarangnya. "Stop. Aku tahu apa yang ingin kamu katakan. Dan aku mohon jangan siapkan pakaianku dan kopi untukku."Meskipun sedikit kebingungan dengan larangan dari Fernando, tetapi Shanaz memilih mengiyakan dan tidak bertanya apa alasannya. Ia membu