Share

Bab 0008

"Baiklah!" jawab Nathan. Padahal dia sedang memikirkan alasan untuk pergi ke rumahnya Fanni nanti malam, tetapi sekarang, alasannya datang begitu saja.

Lucius adalah sekretaris desa, tetapi dia suka dipanggil dengan panggilan hormat "Pak Lucius". Dengan begitu, dia bisa merasa lebih puas. Sebagai sekretaris desa, gajinya tidak banyak. Oleh karena itu, Fanni membuka toko kecil di rumahnya untuk membantu dengan penghasilan keluarga mereka.

Saat Nathan berjalan ke halaman rumahnya Jasmine, sudah ada empat meja yang disusun di halaman. Julian Gabriel dan Grace Mindy, orang tuanya Jasmine, membawa gelas anggur sambil berjalan melewati beberapa meja ini untuk melayani tamu dengan senyuman di wajah mereka. Mereka bersulang dengan tamu, mendengar ucapan selamat tamu dan menjawab dengan sungkan. Ada beberapa pemuda yang duduk di satu meja. Nathan mengenal orang-orang itu, semuanya teman sekelasnya pada masa SMA.

"Nathan, jangan berdiri di sana saja, cepat masuk!" Saat Julian melihat Nathan, dia mengetahui bahwa Jasmine-lah yang mengundang Nathan. Dia tersenyum sambil melambaikan tangannya dan berkata, "Anak ini masih malu, ya? Kenapa dia baru datang sekarang?"

"Eh! Nathan juga datang, ya?" Begitu Nathan berjalan memasuki halaman rumahnya Jasmine, beberapa teman SMA-nya tersenyum dan menurunkan alat makan mereka sambil berdiri dan berkata, "Cepat, cepat! Hari ini, kita datang untuk mengucapkan selamat pada Jasmine, ayo minum bareng."

Dengan kedatangan Nathan, meja ini penuh delapan orang, termasuk empat pria dan empat wanita. Orang yang duduk di sisinya Jasmine adalah Cheryl Seldon, sahabatnya Jasmine dan juga ketua kelas pada masa SMA. Rambutnya yang panjang diikat dalam gaya ekor kuda. Dia mengenakan gaun berwarna putih, kulitnya juga sangat putih, membuat Nathan seketika teringat akan Sienna.

Sedangkan orang yang duduk di samping Nathan adalah Mario Denzel, yaitu wakil ketua kelas mereka. Orangnya tidak tinggi, dengan tubuh kurus. Pada masa sekolah, dia sering ditindas dan dipukul beberapa kali oleh Nathan. Sekarang, dia malah memakai kacamata dan terlihat terpelajar.

Mario melirik ke arah Nathan. Tadi, saat Nathan berjalan masuk, Mario satu-satunya orang yang tidak berdiri, ekspresinya juga datar, sepertinya dia masih mendendam pada Nathan.

Orang yang duduk di hadapan Nathan adalah Trevor Hudson dan Janice Trina. Dulu, mereka juga merupakan pengurus kelas. Di samping mereka, ada perwakilan kelas bahasa Inggris dan perwakilan kelas fisika dulu, yaitu Carmen Jean dan Ivan Clark.

"Ckck, semuanya yang duduk di meja ini siswa-siswi berprestasi, ya. Hanya aku sendiri yang merupakan manusia biasa. Aku merasa sangat tertekan!"

Nathan mendecakkan lidahnya.

Katanya, semua orang pasti mencari teman yang memiliki kesamaan dengan dirinya. Jasmine adalah bibit yang bagus di sekolah, jadi dia juga berteman dengan murid-murid berprestasi.

"Sini, Jasmine, semoga kamu mendapatkan pekerjaan yang bagus dan melambung tinggi ke depannya. Ayo bersulang!" kata Nathan sambil mengulurkan tangannya yang memegang gelas anggur ke depan.

"Jangan banyak bicara!" Jasmine menjulingkan matanya pada Nathan, tetapi dia tetap bersulang dengan Nathan. "Kamu minum anggur, aku minum minuman ringan."

"Nggak bisa. Ini hari penting bagimu, mana mungkin kamu minum minuman ringan?" kata Nathan sambil hendak berdiri untuk menuangkan minuman keras untuk Jasmine.

"Sudahlah, kami para wanita hanya minum minuman ringan," kata Cheryl sambil tersenyum dan mengulurkan tangannya untuk menahan Nathan. "Kalian yang laki-laki bisa minum anggur."

"Benar juga." Nathan tersenyum dan berkata, "Eh, Jasmine, mana kakakmu? Kenapa dia nggak pulang di hari sepenting hari ini?"

"Dia? Ada urusan di kabupaten kota, jadi dia nggak bisa pulang," jawab Jasmine. Mendengar Nathan bertanya tentang kakaknya, Jasmine tercengang sesaat. Dulu, keluarga mereka lebih menghargai putra daripada putri. Namun, anak pertamanya Julian, Joanna Gabriel, adalah seorang putri. Beberapa tahun kemudian, mereka melahirkan seorang putri lagi, yaitu Jasmine.

"Oh! Sayang sekali, sudah lama aku nggak bertemu dengan Kak Joanna," kata Nathan. Jika Jasmine adalah boneka cantik yang lebih berisi, Joanna adalah boneka cantik dengan tubuh kurus.

Joanna sangat cantik, terutama sifatnya, dia selalu tersenyum pada siapa pun, berbeda dengan Jasmine yang memiliki sikap yang agak galak. Oleh karena itu, beredar rumor di desa bahwa anak-anak di Keluarga Gabriel cantik-cantik.

Setelah basa-basi sebentar, para tamu saling bersulang. Hal ini juga merupakan kebiasaan jamuan di Kelurahan Galena, dengan arti saling menghormati satu sama lain.

Para penduduk desa setidaknya memiliki tingkat toleransi yang cukup baik terhadap alkohol. Setelah beberapa putaran, murid-murid yang baru lulus di mejanya Nathan sudah mulai mabuk. Untung saja, para kerabat Keluarga Gabriel juga tidak menyusahkan mereka dan pergi minum masing-masing.

"Nathan, dengar-dengar kamu lulus ujian masuk universitas, ya?" tanya Cheryl sambil mengambil makanan. Setelah lulus SMA, semuanya berpisah untuk pergi ke universitas tempat mereka diterima. Nomor telepon satu sama lain yang tertinggal di buku kenangan pun menjadi hiasan karena pada dasarnya, mereka tidak saling menghubungi.

"Oh ya?" Trevor langsung menimpali ucapan Cheryl, "Dulu, bukankah kamu suka minum-minum dan merokok di sekolah, ya? Kamu juga sering berkelahi, 'kan? Nggak kusangka, kamu juga bisa masuk universitas, ya?"

Nathan tertawa dengan agak malu sambil mengumpati Cheryl dalam hatinya. 'Hal ini nggak seharusnya diungkit! Sekolahku mana bisa disebut universitas?!' Nathan pun berkata, "Aku hanya beruntung!"

"Kalian tahu dia masuk universitas mana?" Jasmine menjulingkan matanya, ucapannya terdengar misterius. Dengan perilaku Nathan di masa sekolah, dia tidak mungkin bisa masuk universitas. Semua orang pun tampak penasaran.

"Sini, sini, sini! Ayo kita bersulang lagi!" Melihat Jasmine mulai usil, Nathan bergegas mengangkat gelasnya dan berseru, "Untuk masa depan yang lebih baik!"

"Nathan, jangan berisik!" Cheryl menepuk tangan Nathan yang terulur dan berkata, "Semuanya sudah mendengar dengan serius. Kenapa kamu masih main rahasia, sih? Jasmine, cepat katakan, Nathan masuk universitas mana?"

Jasmine melihat sekeliling dengan misterius, lalu berseru, "Universitas Teknik Hoya!" Semua teman mereka yang sedang duduk seketika terdiam, sama sekali tidak ada yang bereaksi.

"Jasmine, untuk apa kamu mengatakannya seperti itu?" kata Nathan dengan ekspresi getir. Apa maksudnya Jasmine? Gadis ini jelas-jelas hanya ingin mempermainkan Nathan.

Nathan bersekolah di Sekolah Tinggi Teknik Hoya. Sebenarnya, dulu, sekolah ini merupakan sekolah kejuruan. Sekarang, pendidikan tinggi sangat dipentingkan di mana-mana. Karena sekolah ini sekolah daerah, dengan menghabiskan sejumlah uang untuk membeli tanah dan memperluas wilayah sekolah, lalu mendaftarkan diri pada Menteri Pendidikan, sekolah ini berubah menjadi sekolah tinggi.

"Hahaha!" Ivan seketika bereaksi. Dia langsung tertawa terbahak-bahak hingga makanan di dalam mulutnya menyembur ke luar. Hal ini membuat tamu dari beberapa meja lainnya terkejut. Semuanya pun melihat ke arah mereka dan mencari tahu apa yang terjadi.

"Jasmine, kamu lucu sekali. Maksudmu SMK Hoya, deh?" Ivan menghentikan tawanya dengan susah payah dan berkata, "Eh, benar, sekarang sepertinya memang sudah jadi sekolah tinggi, namanya Sekolah Tinggi Teknik Hoya, ya."

"Untuk masuk sekolah itu, memangnya harus ujian, ya?" tanya Carmen dengan aneh. "Anak seorang kerabatku sepertinya juga bersekolah di sana, prestasinya sangat buruk. Setelah lulus SMP, dia langsung sekolah di sana selama lima tahun. Begitu lulus, dia langsung mendapatkan gelar D3 ...."

"Hahahaha ...." Semua orang pun tertawa.

"Itu ...." Nathan merasa sangat canggung. Dia ingin marah, tetapi semuanya teman sekelas. Namun, jika dia tidak marah, lelucon orang-orang ini layaknya pisau yang menusuk hatinya Nathan.

"Jangan tertawa!" Saat semua orang sedang tertawa dengan senang, Lucius berjalan menghampiri mereka dengan sebuah gelas di tangannya dan berkata, "Yang penting ada niat dan tekad, semuanya bisa tercapai. Gelar itu hanya sebuah batu loncatan. Di masa ini, yang paling penting itu kemampuan!"

Nathan menatap Lucius dengan tatapan berterima kasih. Meskipun tamu yang diundang hari ini adalah kerabat Keluarga Gabriel dan teman sekelasnya Jasmine, sebagai sekretaris desa, Lucius tetap diundang oleh Julian. Bukan hanya itu, tetapi Lucius juga harus duduk di meja utama sebagai bentuk hormat padanya.

Nathan juga tidak menyangka bahwa Lucius akan membela dirinya. Dia tiba-tiba teringat akan janjinya malam ini dengan Fanni, istrinya Lucius. Nathan pun merasa bahwa perbuatannya agak keterlaluan.

"Kalian nggak tahu, ya? Nathan bekerja di kantor pemerintahan!" Lucius tersenyum sambil membawa gelasnya dan berjalan ke samping meja. Dia mengulurkan gelasnya pada Nathan dan berkata, "Ayo bersulang dengan Paman Lucius, semoga masa depanmu cerah!"

Begitu mendengar ucapan Lucius, Nathan pun tahu bahwa pria tua ini datang untuk mempermalukannya. Api amarah pun meluap dalam hatinya. 'Sialan! Pak Tua, aku nggak punya masalah denganmu! Kamu malah terus memancing ikan di tambakku! Sekarang, kamu bahkan mau menggangguku!' Melihat wajah Lucius yang tua, Nathan teringat akan Fanni, istrinya Lucius. Pada malam hari, dia akan pergi menyentuh badannya Fanni!

Begitu Nathan teringat akan Fanni, tubuh wanita itu muncul lagi dalam benaknya. Meskipun wanita itu sudah berusia 40-an tahun, karena dia merawat tubuhnya dengan baik, dia juga terlihat lebih muda. Tubuhnya juga lumayan bagus, terlebih lagi lekukan tubuhnya yang menggoda, membuat pikiran Nathan liar.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status