Seorang wanita hamil kerap berada di restoran milik suamiku. Ia juga berlaku selayaknya nyonya di sana. Jiwa detektifku seketika meronta, ingin menyelidikinya. Sebenarnya, apa yang disembunyikan suamiku? Apa pria itu lupa bahwa restoran yang dikelolanya saat ini adalah warisan dari ayahku supaya dia bisa menafkahiku dengan baik?
Lihat lebih banyakSebuah TawaranAllisya tersenyum bahagia ketika tangan lembutnya menyentuh wajah kecil milik Ziya. Gadis kecil yang berhasil mencuri hatinya, pun merasakan hal yang sama. Seolah rindu telah menemukan muaranya. Keduanya saling menatap penuh gembira."Akhirnya, Ziya bisa ketemu sama Kakak cantik lagi. Ziya takut banget gak bisa ketemu Kakak lagi, karena ayah ..." Seketika wajah mungil Ziya merunduk sendu."Jangan sedih, dong. Yang penting sekarang kakak ada di sini, di dekat Ziya. Ya, walaupun kita harus sembunyi-sembunyi seperti ini. Maafkan kakak, ya, Zi." Lagi, tangan halusnya menyentuh bagian puncak kepala Ziya."Apa menurut Kakak, sebaiknya ayah dirawat di rumah sakit saja?" tanya Ziya, menatap wajah Allisya hingga mendongak sebab dirinya terlalu kecil untuk sejajar dengan lawan bicaranya.Gadis cantik bermata indah itu tak lantas menjawab, melainkan merangkul anak kecil di pangkuannya. Butuh perjuangan besar baginya untuk bisa bertemu dengan Ziya.Ketika dirinya tak menemukan Ziya
Tekad Allisya"Ada apa, anak kecil cantik?" tanya Emir, setelah berdiri di belakang putri sambungnya yang saat ini tengah memandangi air mancur kecil di belakang rumahnya."Eh, Papa. Allisya menoleh sejenak, mengulas senyuman singkat dan kembali pada tatapan awalnya. "Udaranya sejuk. Aku suka," kata Allisya kemudian."Ada yang kamu pikirkan?" Emir bertanya dan berdiri mensejajari Allisya.Allisya hanya menggeleng tanpa menghapus jejak senyuman di wajahnya. Kedua tangannya saling bertaut, mencoba tetap tenang dalam gundah yang melanda. Ada perasaan aneh di dalam hatinya, seolah diri ingin selalu berada di tengah-tengah keluarga yang baru saja dikenalnya."Mama sudah cerita semuanya. Kalau boleh, Papa mau bertemu dengan Maula." Suara Emir terdengar pelan, namun sukses membuat jantung Allisya bertalu lebih keras."Maula Azka Hamam?" ulang Allisya dengan kedua alis saling bertaut."Ya. Papa rasa, dia tidak seburuk yang kamu lihat dan mama ceritakan. Papa merasa, memang ada sesuatu yang me
Masuklah ke Hatinyapov 3Allisya melamun di kursi ruangan khusus pemilik restoran yang terletak tak jauh dari area dapur. Pikirannya terus teralihkan pada Ziya, bocah kecil yang baru kemarin ia kenal namun sudah berhasil membuatnya selalu rindu.Kejadian siang tadi di rumah Ziya, menambah besar rasa ingin dekat dan melindungi gadis kecil itu."Maksud Ibu? Ibu membawa dia untuk menggantikan posisi Adinda? Tidak akan, Bu!" Ucapan Azka tak kalah santer terngiang di telinganya."Bu--bukan begitu, Nak. Ibu cuma mau, Ziya punya teman. Nak Allisya ini baik, cocok dengan Ziya.""Enggak ada yang cocok berteman dengan keluarga kita. Ziya tidak boleh dekat dengan perempuan mana pun, selain bundanya," kata Azka, tadi. Allisya mengusap wajah tatkala mengingat ucapan-ucapan Azka tadi. 'Azka ini terlalu bucin atau memang gi_la? Segitunya mengekang anak sendiri, sampai-sampai anaknya enggak punya teman,' batin Allisya."Ayah jangan begitu. Oke, Ziya tidak akan berteman dengan siapa pun dan dekat de
Cerita Bu AniyahDemi mengusir rasa penasarannya, Allisya terus merayu gadis kecil itu agar mau diantarkannya. Lambat laun, Ziya pun luluh dan mau menemui neneknya dengan Allisya."Lho, Nak Allisya? Kenapa ke sini lagi? Apa Nak Al kerja di sekitar sini?" tanya Bu Aniyah, merasa heran dengan kedatangan Allisya di tempat yang sama seperti kemarin."Emm, kebetulan lewat sini, Bu. Kalau boleh, saya mau antar kalian." Dengan ragu Allisya mengutarakan."Jangan, Nak, enggak usah. Biar kami jalan kaki saja, lebih aman." Bu Aniyah menolak dengan halus, seperti yang sudah-sudah."Bu, siapa bilang jalan kaki lebih aman? Yang punya kehendak atas segala musibah yang terjadi pada manusia itu, hanya Allah. Semua sudah menjadi kehendakNYA, bahkan sejak kita masih di dalam kandungan. Begitu, menurut Ustadz yang sering saya dengar." Allisya terpaksa harus menceramahi.Pasalnya, peraturan di rumah Ziya terdengar terlalu berlebihan. Semua hal yang berhubungan dengan kendaraan, seolah sangat dihindarkan.
Maula Azka HamamAllisya menghentikan langkah. Ia menoleh ke arah tiga orang detektif itu yang sedang mencari-cari petunjuk tentang korban Dareen pada kecelakaan 3 tahun lalu."Ini, Pak. Kabar terakhir yang kami dengar, suami korban mengalami depresi."Tertarik dengan berita yang didengarnya, Allisya pun mendekati ayah sambungnya untuk melihat ponsel yang milik salah satu dari mereka."Azka?" Allisya merasa sangat mengenal lelaki itu, meski pot ongan rambut dan gayanya berbeda dengan Azka yang hari ini baru dia kenali."Azka, siapa, Nak?" tanya Emir, penasaran."Mirip aja, apa iya, ya? Coba lihat," pinta Allinya, meminjam ponsel itu untuk memperbesar gambar lelaki itu.Emir tak lagi bertanya, memahami jika sang anak sedang menelisik lebih dekat gambar pria di ponsel detektif sewaannya."Gimana, Nak? Apa Al kenal sama suami korban?" tanya Nadia, yang sejak tadi hanya diam menyimak. Wajah berkerutnya kini ditambah dengan gurat penasaran."Ini Azka," kata Allisya, menoleh pada kedua oran
Detektif Gadungan Kah?Aku menegang manakala salah seorang detektif sewaan Papa Emir menunjuk wajah Dareen. Apa benar, 3 tahun lalu Dareen menjadi tersangka atas sebuah kecelakaan lalu lintas?"Emm, sorry. Saya kenal pria ini sudah hampir 4 tahun. Bagaimana mungkin saya tidak tahu tentang kecelakaan itu. Pasti anda salah orang," belaku. Ah, bukan. Aku bukan sedang membela Dareen, hanya ingin memastikan saja bahwa selama ini dia tidak pernah membohongiku, kecuali soal Khiara."Baik. Sebentar." Teman lelaki yang menuduh Dareen, mengeluarkan ponsel dalam saku jaketnya. Terlihat dia sedang mengotak-atik benda itu, lalu menunjukkannya padaku."Silakan.""Dicari! Pria ini telah membu nuh istriku yang sedang hamil. Dia pelaku balapan liar yang hari itu, kabarnya sedang diburu polisi. Dia menab rak istriku dengan sangat ganas. Saya tunggu itikad baiknya untuk bertanggung jawab."Tubuhku seketika melemas. Foto besertakan tulisan dalam postingan 3 tahun lalu itu jelas-jelas Dareen. Ya, aku tid
Lelaki Berwajah Kaku dan Detektif"Silakan duduk dulu, Nak Allisya," tawar Bu Aniyah dengan ramah. Aku masih tak habis pikir, ternyata, beliau dengan segela kesederhanaannya adalah pemilik rumah semewah ini."Terima kasih, Bu." Karena penasaran dengan lelaki pemilik wajah kaku itu, aku pun tak menolak tawaran Bu Aniyah.Dua orang perempuan yang kutaksir adalah pekerja di rumah ini, datang membawa minuman dan makanan kue-kue kering. Salah satu dari mereka lantas mendekati Ziya dan membawanya ke sebuah kamar."Ziya pamit ganti baju dulu, ya, Kak." Aku pun mengangguk bersamaan dengan langkah riang gadis kecil itu."Ibu bilang, kamu sudah menyerempet putri saya?" Suara lelaki itu terdengar menggema di kala suasana sepi tengah menyelimuti. Aku sontak menoleh kr arahnya, yang entah tadi dari mana setelah mengobrol sebentar dengan Bu Aniyah. Jadi, Ziya adalah putri dari lelaki kaku ini? Pantas lah, kurang dirawat. Ayahnya saja kelihatan kurang pergaulan."Nak Allisya tidak sengaja, Azka," j
Gadis Kecil Bernama Ziya"Ya Allah!" Aku tidak fokus, sampai-sampai tak sengaja menyerempet anak kecil berkuncir dua yang hendak menyebrang.Gegas turun dari mobil untuk menolong anak perempuan itu."Ya Allah, Dek, kamu baik-baik saja?" Kuangkat tubuh mungil itu ke pangkuan, mengusap bagian dada yang sepertinya tadi sedikit terbentur bodi depan mobil."Sakit, Kak." Anak itu meringis, menunjukkan luka goresan di siku kanan dan kirinya."Maafin kakak ya, Sayang. Kita ke rumah sakit sekarang, oke?"Dia menggeleng, lalu menunjuk ke arah seberang di mana seorang perempuan seusia mamaku sedang berdiri sambil memegangi tongkat. Sepertinya, beliua tuna netra, dan seperti sedang menunggu seseorang.Aku menatap lagi gadis kecil yang kini memandang wajahku. "Kamu mau membantu nenek itu menyebrang?" tebakku. Dari penampilan anak ini, sepertinya dia kurang perhatian orang tuanya."Bukan, Kak. Itu neneknya Ziya," ucap bocah berpipi gembul itu."Oh, begitu. Jadi, namamu Ziya dan itu nenekmu?""Iya.
Umpan Balik"Kenapa, Nak? Apa karena mama begitu bersedih dengan hukuman yang akan Khia terima?" tebak Nadia.Allisya menggeleng. "Bukan. Karena Khia saudari Al satu-satunya, Ma. Dan banyak hal yang perlu kita selidiki, salah satunya Dareen. Kesalahan Khia pada keluarga kota hanya sebatas harta, enggak lebih. Semua itu juga bisa kita ambil lagi, sekarang. Tapi hubungan kekeluarga kita, tidak akan bisa kembali jika kita egois ingin memenjarakannya.""Ya, benar. Tapi, mama masih gak paham. Lalu, bagaimana dengan kesalahannya kepadamu?" tanya Nadia, menelisik wajah gadis cantiknya yang begitu lembut dan tulus pada Khiara."Soal merebut Dareen dari Al?" tanya Allisya memastikan."Hmm," jawab Nadia.Sementara Emir hanya diam menyimak. Dia siap menjadi penengah jika keduanya ternyata beda pendapat."Harusnya Al berterima kasih pada Khia, Ma. Berkat Khia, Al bisa tahu seperti apa Dareen. Lagi pula, sejak kami dekat, Al memang belum terpikir untuk menikah. Baru-baru ini saja, setelah melihat
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.