Semua Bab CEO Yang Hilang Ingatan: Bab 91 - Bab 100
217 Bab
91. Kembali beraksi.
Setelah beberapa menit menunggu. Akhirnya seorang lelaki dengan memakai topi berwarna hitam berjalan menuju mobil warna silver yang diparkir agak jauh dari mobil rolls-royce Phantomku. Perawakan lelaki bertopi itu tak begitu tinggi. Badannya berisi dengan dada bidang. Kuperkirakan usianya sekitar empat atau lima puluh tahunan. Lelaki itu terus menoleh ke kanan dan kiri. Seperti mencari sesuatu. Sudut mataku terus mengawasi lelaki itu. Siapa dia? Kenapa membuntutiku sedari tadi? Mobil berwarna silver itu mundur dan berbelok. Akan keluar dari gerbang pertokoan.  De javu, sepertinya aku mengenali lelaki bertopi hitam itu. Namun, aku lupa tepatnya. Siapa dia? Kapan dan dimana kejadia
Baca selengkapnya
92. Berduel Dengan Lelaki Misterius itu.
"Cepat keluar!" Aku meraih pintu dan membukanya.Menarik kasar kerah leher lelaki di dalam mobil. Menyeretnya keluar dengan paksa.Brakgh! Memojokkan lelaki itu, ia menempel di samping mobil. Ia tak bisa bergerak lagi. "Kenapa kamu membuntutiku sejak pagi tadi?"Aku membelalakkan mata, menggeram dengan suara tertahan pada lelaki itu.Bukannya menjawab lelaki itu menatapku dengan tajam. Satu sudut bibirnya naik, "Anak kemarin sore mau melawanku?"Bukgh!
Baca selengkapnya
93. Petunjuk Baru.
[Siap, Boss! 👍]Tak berapa lama sebuah pesan balasan dari David masuk ke aplikasi perpesanan. Emoticon jempol tersemat di akhir pesan.Tanpa banyak tanya ia langsung mematuhi perintah. Benar-benar sekretaris sekaligus teman yang dapat diandalkan. Menatap jam digital di pojok kanan layar ponsel. 15.25 WIB, tak terasa waktu bergulir sangat cepat. "Kita jalan lagi!""Yakin? Udah gak sakit pelipisnya?" Istirahat aja dulu."Saat seorang wanita mengatakan belum ingin melanjutkan perjalanan, percayalah artinya ia masih ingin bersama kita. Menghent
Baca selengkapnya
94. Identitas Lelaki itu.
Bik Asih langsung menoleh ke arahku. Ia terkejut dengan jawaban tadi. Bola matanya membesar, kedua alisnya mengernyit menatapku."Ada apa, Bik? Kenapa melihatku seperti itu?"Asisten rumah tanggaku itu langsung menunduk tak berani menatap mataku langsung.Aku sengaja memancing Bik Asih untuk berkata. Ingin tahu juga bagaimana ekspresinya. Secara tak langsung aku telah memberitahukan pada Bik Asih bahwa aku membuntutinya, mendengarkan pembicaraannya di dalam gudang."Ti-tidak kenapa-kenapa Den."  Lagi-lagi Bik Asih terlihat panik atas pertanyaanku.  "Sudah selesai, Tante."
Baca selengkapnya
95. Mengunjungi Nenek Tua.
Aku duduk bersebelahan dengan mama. Wanita yang terlihat memesona di umur menjelang lima puluh tahunnya itu tersenyum padaku. Mengenakan gaun tanpa lengan berwarna magenta, dari bahan sutra. Dipadukan dengan cardigan berwarna hitam. Mama tampak modis dan anggun.Papa memakai sweater tebal berwarna hitam dengan motif jajaran genjang. Ah, aku lupa sepertinya itu kotak-kotak. Lelaki itu lebih banyak diam. Kesehatannya akhir-akhir ini semakin memburuk. Aku menyipitkan sudut mataku mengarah pada papa. Ibu kandungku itu menganggukan kepalanya pelan. Mengerti akan maksudku. "Kita mampir ke toko buah untuk oleh-oleh, Pa?"Mama mencoba mengajak Papa berbicara. Sejak mama
Baca selengkapnya
96. Pertengkaran Mama dan Pelakor itu.
"Ini tidak mungkinn …!" jerit Mama. Setelah menjerit satu telapak tangannya menutupi mulut.Mama membelalakkan matanya menatap Paula Stephanie, tangannya mengepal. "KAU?!""BAGAIMANA MUNGKIN KAU ADA DI SANA DAN MEREKAMNYA, TANPA MENOLONGKU?!"KAU ADALAH ORANG YANG MERENCANAKAN SEMUA INI, HAH?"Saat nenek, Alicia bahkan Paula stephanie menatap ke arah layar televisi. Mama berjalan dengan cepat ke arah ibu Jhonny itu.Plak!Bunyi tamparan dengan
Baca selengkapnya
97. Menyimpulkan Semua Petunjuk!
"Ma," ucapku sambil mengetuk pintu. "Masuk Alex."Aku menarik gagang pintu, mendorong pintu lebih lebar dan melangkah masuk.Mama menoleh sebentar. Wanita paruh baya itu berdiri di samping jendela. Menyandar pada dinding, tatapan matanya kosong."Mama baik-baik saja?""Bagaimana mama akan baik-baik saja, setelah semua yang terjadi, Alex. Kau tahu hari ini adalah pertama kalinya mama menampar seseorang.""Dua kali, mama malah menampar Ibu Jhonny itu sebanyak dua kali."
Baca selengkapnya
98. Mengerjai si Gadis Cempreng.
"Wah, kalian sudah berani main rahasia-rahasiaan sekarang?!" Aku menatap serius ke arah Tamara, "Kenapa loe bener-bener jatuh cinta sama David, dan ninggalin gue?" Aku tak sengaja menyenggol kaki Tamara di bawah meja. Tamara terlihat salah tingkah. Ia menatap ke arah lain.  "Maaf, tak sengaja!" David mendongak dari layar ponselnya. Menatapku dan Tamara yang terlihat canggung. "Kalian ini kenapa?" "Gak apa-apa, Bro." Aku melirik sekilas pada Tamara yang masih terdiam. Tangan kanannya memegang ponsel. Namun, matanya menatapku. Semoga Tamara tak menganggap serius ucapanku. Itu hanya bercanda.
Baca selengkapnya
99. Menyaksikkan Kemenangannya.
"Aargh …."Wulan limbung hampir terjatuh, aku segera menangkapnya dalam pelukan."Tuh, kena karma karena menganiaya cowok seganteng aku.""A-aku …."Mata Wulan mengerjap beberapa kali. Ia menatapku dengan tatapan yang entah. Aku pun tak mengerti ada apa di dalam hatiku. Mata kami saling bertautan. Dunia terasa terhenti. Detik jam seakan-akan tak berputar udara pun mengendap tak berembus. Memberikan kami kesempatan untuk saling menikmati suasana.Bulu mata Wulan sangat cantik, panjang dan lentik. Alisnya tebal, pipinya mulai bersemburat warna merah. 
Baca selengkapnya
100. Tentang Kejujuran.
Kediaman Keluarga Ibrahim. "Kalian sudah pulang?" Mama tersenyum dengan deretan gigi yang terlihat berbaris rapi. Ia memakai topi lebar berwarna putih. Tangan kanannya memegang gunting taman. Ia sangat suka berkebun. "Iya, Tante. Acaranya baru selesai." Mata mama menatap pada piala berwarna emas yang dibawa Wulan, "Apa itu, Wulan?" Wulan mengangkat piala di tangannya, "Wulan menang Tante, kategori obat inovatif," jelas Wulan. "Calon mantu Tante emang pinter!" "Mama terlalu memuji, itu cum
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
89101112
...
22
DMCA.com Protection Status