Semua Bab Gelora Cinta Enrico: Bab 11 - Bab 20
130 Bab
Tidak Ada Jalan
Francesca   Tin ... tin ... tinnnn ....   Sebuah klakson mobil golf mendekat, Enrico disana, dibalik kemudi sambil menyeringai dingin kearah Francesca. Langkah kaki gadis itu terpaku di depan gerbang dengan pandangan lekat ke arah Enrico yang semakin mendekat. Dia mengerti sia-sia saja menghindari predator buas dihadapannya.   Mobil golf yang di kendarai Enrico, behenti tepat dihadapan Francesca. Moncong kendaraan itu menempel pada kaki gadis itu. Francesca secara reflex mundur satu langkah ke belakang. Dengan tubuh yang gemetaran, gadis itu memaksakan senyuman kaku di wajahnya.   "Tuan---"  "Kau henda
Baca selengkapnya
Rencana
francesca Leonardo membawa masuk Francesca kembali kedalam kamar. Dia mendudukan gadis itu ke tempat tidur, kemudian menyalakan pemanas ruangan. Pria itu berusaha menenangkan Francesca dengan duduk disisinya. Penuh kelembutan, Leonardo menyentuh tangan Francesca.    Gadis itu terkejut merasakan sentuhan Leonardo. Spontan saja dia menarik tangannya. Francesca mendekap kedua tangannya di dada dan menjepit dengan kedua lutut. Leonardo tidak marah, dia malahan tersenyum hangat sambil memegang pipi Francesca.    "Jangan takut padaku. Lihat kulitmu sangat dingin sekali," ucapnya penuh kelembutan.   Francesca memiringkan kepalanya, menghindari sentuhan Leonardo.  
Baca selengkapnya
Semua kosong
  "Arkhhhhh! Tidakkkk!" Francesca terbangun dari mimpi buruknya. Keringat membanjiri kening dan nafasnya tersenggal-senggal. Mimpi itu serasa nyata dan sungguh membuat dirinya ketakutan.  "Kakak Conrad ...," desisnya perlahan, mengingat nama bocah lelaki yang muncul di mimpinya.  Dalam keadaan tubuh yang masih gemetaran, perlahan Francesca mengingat kembali bagian puzzle masa lalu, kenangan masa kecilnya yang hilang. Dan hal itu membuat dirinya semakin tergoncang. Dalam keadaan batin yang masih syokk, Francesca begitu membutuhkan pelukan hangat Diana Stevani, wanita yang dengan penuh kasih membesarkan dirinya. Belum sempat dia menenangkan diri, terdengar suara mesin yang dihidupkan dan peluit panjang. Francesca tersentak. Suara peluit yang  keras itu membuat dirinya tersadar akan sesua
Baca selengkapnya
13. Lapar
Francesca terbangun ketika dia merasakan air dingin membasahi wajahnya. Gadis itu terkejut dan segera menegakkan tubuhnya. Dia beringsut merapat ke sandaran tempat tidur, saat melihat Enrico sudah berdiri dihadapannya dengan memegang gelas kosong. Pandangan mata biru Enrico terlihat sangat dingin, melebihi air es yang disiramkan ke wajah Francesca. Raut wajah pria itu tak terbacakan. Aura yang dipancarkan selalu menyalurkan hawa takut, setiap kali dia berada dihadapan gadis itu. Francesca dengan tangan gemetaran, mengusap air yang membasahi wajah, rambut depan dan sebagaian pakaian yang dia kenakan. Beruntung sekali, saat ini dirinya tidak dikurung diatas menara castle, jika tidak dapat dipastikan tubuhnya akan pucat pasi, menggigil kedinginan oleh air dingin yang disiramkan Enrico juga kehadiran pria itu."Bagun kau! Keluar dalam waktu lima menit!" Perintah Enrico dengan wajah datar. Pria itu kemudian keluar tanpa menunggu jawab
Baca selengkapnya
14. Hilang satu harapan
Francesca dengan kesusahan mengikuti langkah panjang kaki Enrico. Dia tidak tahu kemana pria itu membawanya, tetapi ketika gerbang bagian belakang terbuka, Francesca dapat melihat perkebunan yang sangat luas.Para pekerja tampak menggoyangkan pepohonan disana, sehingga buah zaitun berjatuhan di sebuah alas. Dan beberapa pekerja wanita mulai memisahkan buah zaitun yang bagus dari yang buruk. Langkah kaki mereka berhenti tepat dihadapan pekerja wanita yang sedang memilah."Buongiorno segnore," sapa para pekerja pada Enrico.Senyuman hangat mengembang dari wajah Enrico. Francesca terpana melihatnya. Pria dingin dan menakutkan itu, ternyata masih bisa menarik bibir dan membentuk lengkungan indah di wajahnya. Saat ini tidak nampak kekejaman di wajah Enrico, seperti yang biasa dia tunjukan pada Francesca.Enrico berbicara pada seorang pegawai disana. Dia menunjuk ke arah Francesca yang diikuti oleh anggukan  pegawai tersebut. Tak lam
Baca selengkapnya
15. Spaghetty Menjijikan
"Kau dekil dan bau! Cepat mandi! Lima menit! Lagi layani aku makan!" Francesca hanya bisa menghela napas. Ingin sekali dia membaringkan tubuhnya melepaskan penat, tetapi ia tahu, semua itu hanya akan menambah kemarahan monster bermata biru itu.  Francesca melepaskan pakaian dan mandi dibawah pancuran air hangat. Sedikit meringis ketika merasakan tangannya yang perih. Tangan halus itu penuh goresan. Bukan saja karena luka ketika dia jatuh tersungkur, juga dikarenakan goresan ranting ketika memilah. Enrico tidak memberikan sarung tangan untuknya bekerja. Dan tak satupun pekerja yang berbelas kasihan dengan meminjaminya sarung tangan. Air mata menetes dengan deras bercampur dengan air pancuran yang membasuh dirinya."Satu menit lagi!" Gedoran keras di pintu kamar mandi, membuat gadis itu bergegas mematikan air dan mengeringkan diri. Tidak ada waktu bagi dirinya untuk mengeringkan rambut. Dia berpakaian seadanya dengan rambut basah yang
Baca selengkapnya
16. Apakah Kau ada, Tuhan?
             ~Dalam kesesakan, Tuhan selalu           dipertanyakan keberadaan-Nya.~                                                          ❤❤❤Francesca memejamkan matanya dengan kepala yang sedikit menoleh ke samping. Dia bersiap menerima tamparan dari Enrico, akibat sudah meludahi wajah pria itu.Francecsa tersentak ketika tangan Enrico menyentuh wajahnya. Dia merasakan ada sesuatu yang terasa basah di kulit wajahnya, akibat sentuhan tangan Enrico.Francesca membuka mata dan melihat, bagaimana pria itu mengusap ludah di wajahnya kemudian mengoleskan ke wajah Francecsa. Seringai dan pandangan mata pria itu terasa aneh dan menakutkan bagi francecsa. Tiba-tiba saja wajah Enrico semakin mendekat padanya.
Baca selengkapnya
17. Kaki yang terkilir
"Nona bangun, makanlah sarapan ini sedikit, tinggalkan piringnya di kamar. Sebentar lagi, tuan Enrico akan makan pagi."Serra masuk kedalam kamar Francesca dan membangunkan gadis itu. Pelayan yang masih muda itu, meletakan sepiring makan pagi di nakas.Francesca langsung bangun dan memakan sepiring sarapan pagi yang telah dibawakan oleh Serra. Dia sangat lapar dan harus memanfaatkan kesempatan ini, mengisi tenaga. "Aku harus bertahan dan kuat. Aku yakin, masih ada jalan keluar," gumam Francesca menyemangati dirinya sendiri.Dengan kaki terseok dia bergegas membersihkan diri. Francesca tak lama kemudian sudah siap di meja makan. Berdiri tegak dan menanti Enrico. Francesca sangat bersyukur, di dalam rumah ini, dia masih memiliki teman, Serra."Rumayan juga dirimu sudah siap sepagi ini," sindir Enrico. Francesca tidak menanggapi. Dia segera mengambil sepiring sarapan yang sudah disiapkan oleh pelayan dapur. Frances
Baca selengkapnya
18. Harta Karun
Francesca memendekan badannya dengan satu tangan  yang berusaha menarik kaos untuk menutupi bagian bawah tubuhnya. Dia merasa risih dengan cara tatap Enrico yang tampak aneh. Pria itu membeku untuk sesaat."Tuan ...," Francesca menarik tangannya dari genggaman Enrico. Dengan segera pula, Enrico tersadar dengan sikapnya."Dasar gadis liar tidak tahu malu! Cepat kenakan pakaianmu!" Enrico membalikan tubuhnya."I____iya, Tuan." Dengan dibantu oleh Maria, Francesca mengenakan celana panjangnya kembali. "Saya sudah siap, Tuan." Francesca menyadari, jika hari sudah siang. Saat ini, tuan Enrico pasti sedang lapar. Dan pria itu mencarinya ke gudang, tentu dikarenakan waktu untuk kembali ke Castle sudah lewat."Tuan Enrico, nona ini sedang sakit. Terlalu jauh jika harus berjalan hingga ke Castle. Sebaiknya anda membawanya berkuda atau jika tidak, biarkan dia tinggal bersama saya selama
Baca selengkapnya
Mentari senja
"Komputer? Internet?" batin Francesca penuh harap. Matanya berkilat penuh harapan. Kebebasan ada di depan mata jika saja dia bisa menjangkau benda itu. Tak disangka, kunci kebebasannya ada dalam rumah utama ini. Francesca melangkah perlahan menuju ke arah tangga. Ruangan lantai atas yang besarnya hanya separuh dari lantai bawah, disana tampak kilasan sebuah komputer dari balik pagar pembatas  yang terbuat dari kaca. Pandangannya tak dapat  beralih dari lantai atas, hingga tanpa sadar langkah kakinya tersendat, ketika dia menabrak sosok tubuh kokoh."Tu______an." Francesca terkejut melihat Enrico sudah berdiri di depannya. Tubuh pria itu menghalangi langkahnya menuju kebebasan. "Mau apa kau?" tanya Enrico dingin. Kedua tangan Enrico terselip di dalam saku celana dan tatapan dinginnya menghujam ke arah gadis itu."Sa____ya, sa____ya, saya hendak membantu Seera membersihkan ruangan ini," jawab francesca
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
13
DMCA.com Protection Status