Semua Bab Andai Semua Berbeda: Bab 101 - Bab 110
237 Bab
100. Perjanjian Antara Dua Wanita
Pengakuan Soraya membuat Fea kembali merasa iba padanya. Dia bisa mengerti kenapa Soraya bersikap aneh, janggal, dan penuh kejutan. Apa yang dialami gadis itu memaksa dia melakukan apa yang sangat tidak ingin dia lakukan. Sekarang, ada peluang dia akan menata hidupnya lagi. Tapi Soraya tidak tahu harus ke mana dan bagaimana. "Setidaknya gambaran pekerjaan yang ingn kamu dapatkan seperti apa?" tanya Fea. Soraya menyentuh keningnya dengan dua jari dan berpikir. "Selama ini aku memang lebih banyak bekerja di kantor, bukan di lapangan. Melihat situasiku, kurasa itu yang tepat juga. Aku tidak mau berkeliaran di sana sini, lalu Ardan berhasil menemukan aku."Fea mengangguk, dia memahami apa yang Soraya kuatirkan. "Soraya, sebenarnya Ardan tidak bisa mengejar kamu lagi. Kamu sudah menuntaskan urusanmu. Perintahnya sudah kamu lakukan semua. Apa lagi?" "Itu benar. Tapi, tetap saja dia punya uang dan bisa melakukan apapun yang dia mau," tukas Soraya. Mengingat i
Baca selengkapnya
101. Berita Tak Diharapkan
Arnon tersenyum lebar, menatap layar kaca dari ponselnya. Fea muncul di sana dengan baby doll kesayangannya. Sudah lama Arnon tidak melihat Fea memakai baby doll dengan gambar SpongeBob itu. Arnon kira bahkan Fea sudah membuangnya.  "Jangan tertawa. Mumpung kamu ga di rumah, aku pakai lagi." Fea cemberut. Dia tahu Arnon tidak suka kalau Fea mengenakan baju tidur ala bocah.  Arnon malah ngakak karena Fea ngambek. "Bisa ya, punya pikiran begini? Mumpung suami pergi, puasin diri. Bukan ngabisin uang belanja, tapi pakai baby doll, haa ... ha ...."  "Ih, bagusan gitu daripada aku habisin duit." Fea masih cemberut.  "Ga apa-apa kamu tetap cantik. Dan aku kangen sekali." Arnon memandang dua bola mata Fea uang sedikit redup. Dia terlihat agak mengantuk. "Ngapain aja hari ini?" Fea mengatupkan bibirnya. Dia langsung ingat tadi pagi dia bertemu Soraya. Dia membuat perjanjian dengan wanita itu. Arnon belum tahu apapun soal Soraya yang
Baca selengkapnya
102. Fernita dan Sherlita, Ada Sejarah di Antara Mereka
Arnon memandang Sherlita. Gadis berwajah tirus dengan rambut coklat terang itu memandang tenang pada Arnon. Lalu Arnon menoleh pada Lukman. Dia masih ingin kejelasan dari apa yang dikatakan oleh Sherlita. Arnon tidak menduga jika istri Lukman sudah tiada, sebab selama ini setiap dia bercerita tentang kisah cintanya, kesan yang Lukman berikan, istrinya masih ada bersamanya. "Orang yang kita cintai sangat mungkin secara fisik tidak lagi ada di sini, bersama kita," ujar Lukman. Dia paham tatapan Arnon, pria muda itu ingin mendapat kisah yang utuh dari yang dia telah dengar selama ini. Kalimat itu mulai meyakinkan Arnon memang istri Lukman sudah pergi untuk selamanya. Tapi apa yang terjadi? Dan dari yang Lukman ceritakan soal dirinya, sangat terasa betapa Lukman sangat mencintai istrinya. Arnon masih menatap lurus pada Lukman, tentu saja ingin tahu kisah selanjutnya. Lukman tersenyum, dia mencedok nasi tidak ingin  segera menjawab rasa penasaran Arnon.
Baca selengkapnya
103. Aku Bertemu Keluargamu
"Wajah Lovina berbeda. Setelah setahun menikah, aku meyakinkan dia untuk melakukan operasi plastik. Bukan karena aku tidak sayang padanya, atau ingin dia jadi sempurna, tapi karena aku mau dia percaya diri dan melihat dirinya berharga." Lukman menjelaskan lagi. Arnon mengangguk. Dia mengerti sekarang. Tapi tetap masih ada bagian puzzle yang belum utuh. Mengapa Lovina dan Livina tidak pernah bisa bertemu dan bersama? Sekarang keduanya telah tiada. Yang tersisa Sherlita dan Ferlita. Sementara Sherlita juga bukan anak kandung Lovina. "Lovina kehilangan jejak Livina sejak mereka dipisahkan. Aku yakin Livina juga sama. Karena dia diangkat anak oleh sebuah keluarga dan dibawa pergi ke kota entah di mana. Aku tidak menemukan jejak Livina. Tapi saat melihat wajah Fea, aku ingat foto masa remaja Lovina dan Livina." Lukman melangkah ke bufet besar. Ada pigura kecil di sana. Lukman mengambilnya. Dia tunjukkan padan Arnon. Foto itu sedikit terbakar, tapi wajah dua gadis
Baca selengkapnya
104. Arnon Juga Terkejut
Masih tidak percaya rasanya mendengar kisah Arnon. Melihat foto yang Arnon tunjukkan membuat hati Fea bergemuruh. Dia harus bertemu dengan keluarganya. Selama ini dia merasa sebatang kara, sejak Nenek Ellina pergi. Hanya Arnon yang Fea rasa adalah bagian hidupnya. Sekarang, dia punya keluarga, ada orang lain yang mengenal mamanya. Fea menatap Arnon dan bertanya seperti apa keluarga yang dia temui di kota itu. Apakah mereka baik? Apa saja yang mereka katakan tentang mamanya? Fea sangat tidak sabar ingin tahu semuanya. "Kamu ingat Pak Lukman?" Arnon memandang Fea. Fea mengangguk. "Tentu. Terakhir kita bertemu dia makan siang di sini bersama kita." "Dia suami saudara kembar mama kamu," ujar Arnon. Dia perhatikan mata Fea berbinar senang dan penuh rasa penasaran. "Sungguh?" Fea melebarkan matanya, seakan tidak percaya. Lebih jauh Arnon pun mengatakan apa yang dia temui saat bersama Lukman. Kisah-kisah mengharukan hingga keinginan Lovina me
Baca selengkapnya
105. Pertolongan Buat Wanita Jahat
Ini yang membuat Arnon tidak bisa tidak sayang pada Fea. Hatinya yang begitu tulus dan baik. TIdak pernah menyimpan benci, bahkan pada orang yang memusuhinya, orang yang ingin mencelakainya. "Apa rencanamu?" Marah Arnon mulai mereda. Masih ada nada kesal juga di sana. "Kamu sambil sarapan, ya?" bujuk Fea. Arnon manut. Fea mengambilkan makanan buat Arnon. Sambil suaminya makan, Fea mulai mengutarakan apa yang ada di pikirannya. Dia ingin mencarikan tempat buat Soraya, tempat yang jauh, aman, dan tidak akan diganggu Ardan lagi.  Arnon hanya bisa geleng kepala. Fea memikirkan keamanan dan kenyamanan wanita jahat yang terang-terangan ingin membuat kacau keluarganya. Apa yang ada di kepala Fea? Terbuat dari apa hati istrinya ini? Setelah selesai makan, Arnon segera pergi mandi. Dia tidak menjawab apapun yang Fea katakan. Fea yang gelisah jadinya. Semua yang dia pikirkan sudah disampaikannya, tapi Arnon malah diam saja. Ternyata Arnon b
Baca selengkapnya
106. Pertemuan dan Perpisahan
Fea menunggu di kamar bersama Soraya dan Riko. Entah apa yang Arnon lakukan, dia keluar dan bilang akan pergi sebentar saja. Fea memandang Riko yang tetap di posisinya, bersandar di dinding dekat pintu. "Arnon mau ngapain, Pak?" tanya Fea. Dia kuatir Arnon akan melakukan sesuatu untuk membalas Soraya. Riko menoleh dan tersenyum. "Aku tidak tahu. Tapi aku yakin, bukan sesuatu yang buruk. Kamu jangan kuatir, Soraya." Pandangan Riko berpindah pada Soraya yang gelisah, duduk dengan memainkan jarinya terus. "Kalau dia tidak mau menuruti aku, aku sudah punya cara membuat dia mengubah pikirannya." Fea berkata dengan tegas. Ya, dia tidak boleh sampai mengingkari janji pada Soraya. "Kalau Pak Arnon tidak mau mendengar, biar aku pergi. Aku pasti menemukan tempat buatku." Soraya menyahut.  Arnon muncul di pintu. Dia langsung melihat kepada dua wanita yang duduk bersebelahan di kamar itu. Dia tidak begitu suka Fea dekat-dekat dengan Soraya. 
Baca selengkapnya
107. Rahasia yang Terungkap
"Bunga hati sampai kapanpun akan tetap tersimpan di dalam hati." Fea mengulang kalimat yang dikatakan Lukman. Arnon dan Lukman memandang Fea yang begitu penuh haru menemukan jejak masa lalu orang-orang yang dekat dengan hidupnya. "Kamu tidak asing dengan kata-kata itu?" tanya Lukman. Fea menggeleng. "Mama dan nenek beberapa kali mengatakannya. Aku pikir itu hanya ungkapan rasa sayang mereka satu sama lain. Aku perlu menunjukkan sesuatu." Fea melangkah ke kamar, dia membuka laci paling bawah di lemari pakaian. Ada kotak kecil di sana, peninggalan dari neneknya.  Dia perhatikan kotak itu. Ada gambar bunga berwarna putih dan kuning, juga gambar dua hati. Fea menyimpannya karena ingin terus mengingat neneknya. Isinya sebuah buku kecil catatan lagu-lagu kesukaan Nenek Ellina. Dengan kotak kecil di tangan, Fea kembali ke ruang tengah dan meletakkan kotak kecil itu di atas meja. Lukman dan Arnon memperhatikan kotak kecil yang bahkan lebarnya leb
Baca selengkapnya
108. Selalu Saja Membuat Kesal
Di depan Klinik Ibu dan Anak di ujung jalan itu masih ada beberapa ibu-ibu mengantre akan memeriksakan kandungannya. Di antara mereka tampak Fea dan Rania duduk sambil ngobrol. Sore itu jadwal Rania dan Fea kontrom kehamilan. Tidak sengaja, ternyata jadwal mereka bisa bersama. Rania dengan ceria menuturkan proses yang dia sudah lewati hingga tinggal tiga minggu lagi dia akan melahirkan. Fea mendengarkan baik-baik pengalaman sahabatnya. Bagus juga dia dapat banyak tips dari Rania yang sudah selangkah lebih dulu menghadapi masa kehamilan. "Anak kamu manis banget. Sudah jalan dua bulan malah ga pusing-pusing, ga mual? Aku waktu itu harus berjuang keras bisa bangun dan berangkat kerja tiap pagi." Rania mengingat lagi awal-awal kehamilannya. Fea tidak mungkin lupa. Bahkan di kantor juga Rania masih akan muntah-muntah. Setelah lewat jam sepuluh pagi, dia bisa kembali normal. Di kursi seberang mereka, Jaka dan Arnon duduk bersebelahan. Sama, Jaka bicara bany
Baca selengkapnya
109. Seorang Ibu Tidak Akan Salah Menilai
Rasa terkejut Fea belum juga hilang, pria itu kembali meraih tangan Fea. "Maaf, kamu tidak apa-apa? Aku tidak sengaja." Pria itu lumayan manis, berkulit sawo matang, dengan mata lebar, Badannya sedikit lebih tinggi dari Arnon, tapi lebih kurus. Fea menarik tangannya, melepaskan pegangan pria itu. "Ya, tidak apa-apa. Permisi." Fea cepat-cepat berjalan meninggalkannya, meneruskan langkahnya menuju ke tempat parkir. Stefi sudah di dalam mobil, menunggu Fea. Fea baru membuka pintu mobil, tiba-tiba pria tadi memanggil Fea. "Fea! Ada yang ketinggalan!"  Fea menoleh. Pria itu mengacungkan ponsel yang ada di tangannya. Fea terkejut lagi. Bagaimana bisa ponselnya berada di tangan pria itu? Fea yakin ponselnya tidak terjatuh. "Ini punya kamu, bukan?" Pria itu mendekat dan mengulurkan ponsel. Masih dengan rasa heran, Fea menerimanya. "Ya, ini punyaku. Kok bisa?" "Kurasa terjatuh saat kita bertabrakan tadi." Pria itu tersenyum
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
910111213
...
24
DMCA.com Protection Status