Semua Bab My Favorit Servant: Bab 71 - Bab 80
106 Bab
Bab 71. Sebuah Keuntungan
Seminggu setelah kejadian itu, Arinda tetap tak peduli padanya. Gadis itu semakin menjauh, semakin membentangkan tembok tak kasat mata yang membuat mereka tak bisa bersisian. Seperti malam ini, Deondra menatapnya dari atas hingga bawah. Gadis itu tampak santai untuk berpamitan padanya bahwa dia akan pulang dan tidur di rumahnya. Sebenarnya bukan rumah, melainkan rumah sakit. Di samping tempat tidur ayahnya, gadis itu biasa tidur di sofa seperti malam-malam sebelumnya. "Biar aku mengantarmu." "Tidak perlu, anda majikan bukan sopir pribadi saya. Permisi, Tuan Muda."Mereka yang memang berpapasan di ruang tamu membuat gadis itu pamit sebentar. Saat mendengar jawaban Tuan Mudanya barusan, tak ada yang dia katakan selain sebuah kalimat yang semakin membentangkan jarak. Setelah ini, Deondra hanya bisa naik ke kamarnya dan menuju balkon. Dari sana dia bisa melihat tubuh gadis mungil itu timbul tenggelam di kegelapan malam. Sebenarn
Baca selengkapnya
Bab 72. Luka Ayah Dan Anak
Deondra menatapnya dengan menelan ludahnya kasar. "Ya, kau benar. Apapun itu, harapanku adalah itu sebuah keberuntungan yang bisa mendekatkanku padanya."Dia menegakkan tubuhnya, menatap Alrix yang mulai menutup dan menyimpan laptopnya. "Coba kau cari tahu, apa yang membuatnya bertingkah aneh seperti itu, Alrix. Bukankah kau sendiri yang mengatakan kalau dia lebih dekat denganmu? Cobalah, ketuk isi kepalanya untuk mencari tahu penyebabnya.""Anda tidak mau melakukannya sendiri, Tuan Muda?" "Ya, aku akan melakukannya juga. Kita bergerak bersama-sama. Tapi jangan terlalu mencurigakan, itu bisa membuatnya semakin jauh dan tak akan membuka mulutnya. Kau harus membantuku mencari tahu apa yang membuat gadis itu sedikit menjauh dariku."Alrix mengangguk, dia akan melakuan apapun yang di perintahkan Tuan Mudanya. Selama itu masih normal dan tak menyakiti siapapun, maka tak ada cara lain yang di lakukannya selain memberi dukungan.***
Baca selengkapnya
Bab 73. Katakanlah Pada Deondra
Pagi hari di rumah sakit, Arinda tengah menyuapi ayahnya dengan telaten. Mereka sesekali bicara, tentang kisah dulu, kisah cinta antara ayahnya dengan bundanya, kisah dia yang masuk sekolah dasar pertama kali. Recath bahkan merasakan baru semalam dia memberikan nama untuk putri yang ada di sampingnya ini. Namun, waktu begitu cepat berlalu. Bayi mungil yang selalu menangis, merengek dan manja itu, kini sudah duduk di samping ranjangnya. Dengan menggunakan hampir semua kecantikan ibunya dan juga ketegaran hati miliknya. Bayi mungil yang dulu selalu di timang-timangnya di lengan dengan istrinya yang memberikan dot berisi susu formula di mulutnya itu, kini sudah dewasa dan memiliki takdir hidup yang akan mengantarkannya ke dalam kehidupan yang sebenarnya. Setelah makan, Arinda akan mendengarkan beberapa arahan dokter yang menangani ayahnya untuk kemoterapi dasar. Beberapa hari ini dia selalu membantu ayahnya menggerak-gerakkan tangannya. Semuanya di lakukan perlahan, mengin
Baca selengkapnya
Bab 74. Calon Istri
"Biar saya bantu."Adinda menahan tangan seorang wanita yang tengah hamil besar. Saat akan dia baru turun dari jembatan penyeberangan, tas wanita yang berjalan di depannya terjatuh. Susah payah dia menggapainya dengan membungkukkan sedikit tubuh karena perutnya yang sudah membesar. Arinda menggapai tas itu dalam posisi jongkok, menepuk debunya lalu bangkit berdiri. "Ini Tante," ujarnya sopan, menyerahkan tas itu pada wanita yang menatapnya dalam. "Arin?" Arinda menyibak rambutnya, menatap wajah wanita yang sedikit familiar. "Arinda Arsymita Davatry? Putri dari Recath Davatry, 'kan?" tanyanya memastikan. Arinda tak langsung menjawab, dia menatap wajah wanita itu sambil berpikir. "Jangan-jangan ini salah satu pengagum Tuan Muda? Sudah dua kali aku di tandainya seperti ini," gumamnya malas. "Maaf, Tante siapa, ya?" Wanita itu langsung menggenggam kedua tangan Arinda yang langs
Baca selengkapnya
Bab 75. Kunjungan Tahunan
Pukul sepuluh, pertemuan usai. Deondra sudah berjalan menuju ruangannya tanpa mempedulikan Alrix yang mengekor dan heboh sepanjang jalan di belakangnya. "Ciee, Tuan Muda! Kapan acara pernikahannya?""Apakah saya perlu menyiapkan acaranya?""Gedung mewah mana yang Tuan pilih untuk menikahinya?""Apakah Tuan akan mengatakannya juga pada Arinda?""Saya di undang 'kan, Tuan?""Tuan! Tuan Muda!"Alrix menahan pintu ruangan yang di tahan Deondra dari dalam. Dia tertawa saat pintu itu tertutup, lalu menyugar rambutnya dan menghela napas. "Kalau Arinda tahu Tuan mengaku-ngaku seperti ini. Entah apa yang akan dia lakukan." Mengusap wajahnya, Alrix melangkah pergi, menyelesaikan beberapa urusannya sebelum pulang dan mengadakan pertemuan di rumah Deondra sendiri. Bukan orang sembarangan, empat orang yang akan di bawa Deondra kitu adalah orang-orang yang paling berpengaruh dalam perusahaan milik Tuan Mudanya. 
Baca selengkapnya
Bab 76. Tidak Ada Penyesalan
Membolak-balikan tubuhnya di antara ranjang, Arinda tidak bisa tidur lagi. Dia baru masuk setelah menyelesaikan tugas terakhir, menjelang malam dia yang baru beberapa saat terlelap sudah terbangun karena lapar. Jam sudah menunjukkan pukul setengah delapan saat dia meliriknya. Menyibak selimut, Arinda beranjak turun dan melangkah menuju pintu. Hari ini, karena dia yang di temukan hampir pingsan di dapur siang tadi, kepala pelayan melarangnya untuk pulang ke rumah sakit. Dia meminta Arinda untuk beristirahat agar tidak drop karena kelelahan. Karena desakannya itu, terpaksa dengan berat hati Arinda menganggukkan kepalanya dan melangkah menuju kamar. Lagipula itu untuk kebaikannya dan juga bayinya, bukan? Jadi, tidak ada salahnya jika dia menurut. "Aku lapar," gumamnya pelan, mengusap perutnya sambil melangkah keluar kamar. "Kamu lapar, ya? Kita cari makanan di luar, oke?"Walaupun masih belum terlalu menerima, namun Arinda tak punya pilihan
Baca selengkapnya
Bab 77. Sahabat Kakak?
"Kau tidak mau menawariku?" Deondra bertanya sesaat setelah kepergian kepala pelayan. Arinda menatapnya sekilas. "Memangnya Anda mau makanan murahan seperti ini?" Acuh, Arinda bertanya sambil menggigit paha ayam yang di penuhi saus. Gerakan lidahnya yang mengecap kepedasan, membuat Deondra seakan langsung bergelora. Dia menahannya susah payah, di tambah lagi gadis itu menjilat bibirnya dan juga jari-jari tangannya. "Astaga, gadis ini seperti sengaja ingin menggoda diriku," batinnya sambil berdecak tanpa suara. "Mau, tapi langsung dari tanganmu." Arinda menatapnya, lalu menggeleng tak percaya. "Sudah minta, tidak tahu diri!""Apa?"Arinda tak menjawab protes yang di layangkan Deondra. Santai, dia menghabiskan seporsi jumbo makanan cepat saji yang di pesannya. "Memangnya di belakang tidak ada makanan sampai kau memesan makanan kurang sehat ini?" Deondra bertanya, mengalihkan isi kepalanya yang
Baca selengkapnya
Bab 78. Eksekusi
"Arin!" Gadis yang tengah menata makan pagi di meja itu tersentak kecil. Dia menatap wajah Deondra yang pagi-pagi sudah mengganggu ketenangannya. "Ada apa, Tuan Muda?"Ada banyak pelayan di sana, mengerjakan tugas mereka sambil sesekali melirik dua orang itu. Deondra tak peduli, dia menatap wajah Arinda dan mencocokkannya dengan photo setahun silam yang di kirimkan kakaknya tadi malam. Di dalam photo itu, ada Arinda, Kakaknya dan keponakannya, Syillia. Wajah Arinda terlihat cerah, senyumnya lebar dan tampak imut. Tengah berphoto dengan dua jari tengah dan telunjuk di depan wajah. "Apakah kau mengenal wanita ini?" Mengalihkan photo yang di perhatikannya, Deondra memperlihatkan photo kakak perempuannya yang sudah lama bersarang laba-laba di dalam galerinya. "Mana? Astaga!" Arinda berseru pelan, membuat Deondra menatapnya antusias. "Kau mengenalnya?"Arinda balas menatapnya datar. "Saya melihatn
Baca selengkapnya
Bab 79. Sebelum Menyesal
"Ayah, Ayah tahu siapa yang bertemu dengan Arin semalam?" Sambil membersihkan tubuh ayahnya dengan Washlap, Arinda mulai bicara. "Em, ayah tidak tahu, Sayang. Siapa?" Arinda mulai menceritakan tentang pertemuannya dengan wanita yang mengakui sebagai sahabat ibunya. Sambil membersihkan dada ayahnya yang masih tertutup perban. "Katanya, dia baru tahu kalau Ayah dan Bunda kecelakaan. Jadi, dia datang ke rumah kita. Cuma, rumah kita 'kan kosong, jadi tidak ada siapa-siapa yang ada di sana.""Oh, begitu." Recath terdiam, dia menatap lurus saakan memikirkan sesuatu. "Kamu ada bawa sertifikat rumah kita itu, Sayang?" Arinda mengangguk. "Ada di rumah sewa, Arin simpan. Kenapa, Yah?" Ayahnya tersenyum. "Kita bisa menggunakannya untuk menjual rumah itu. Agar ayah bisa membangun usaha kecil-kecilan sebagai penyambung hidup kita," ujarnya membuat Arinda terdiam. Dia melamu
Baca selengkapnya
Bab 80. Kedatangan Deondra
Alrix membukakan pintu untuk Deondra. Tuan Mudanya itu bukannya keluar, malah sedang termenung di dalam mobilnya, seakan ada banyak pikiran yang mengganggui otaknya. Pukul setengah delapan pagi, mereka sudah datang ke rumah sakit ini. Sempat berselisih dengan Arinda di halaman rumahnya yang baru pulang setelah mengurus makan pagi dan juga mengganti pakaian ayahnya. Tidak banyak yang di lakukan gadis itu, dia hanya masuk ke dalam barisan para pelayan dan melepas keberangkatannya. Sempat dia meliriknya sejenak, tapi gadis itu hanya menundukkan kepalanya sama seperti para pelayan lain. "Tuan Muda, kita sudah tiba," ucap Alrix, membuatnya tersadar. "Aku takut, Al. Bagaimana kalau Tuan Recath membunuhku?""Astaga!" Alrix menepuk dahinya tak percaya. "Hadapilah, Tuan Muda. Anda harus menjadi seorang pria sejati untuk menaklukkan seorang wanita. Ayo, anda harus masuk dan menemuinya." Deondra menghela napas, sebelum akhirnya membuka
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status