Semua Bab My Favorit Servant: Bab 91 - Bab 100
106 Bab
Bab 91. Pertahankan
"Lukhe!" Sudash berlari menuju temannya itu dengan gembira. Menyongsong Lukhe yang sedang menatap kolam ikan di halaman rumahnya. "Kau sudah gila, ya?" Lukhe menatapnya dengan malas, lalu mengangkat kail pancing yang di pegangnya untuk menyentak ikan yang memakan umpan. "Iyaa! Kau tahu, dia memelukku tadi!"Lukhe menatapnya cepat. "Siapa? Orang gila?""Kau! Benar-benar kurang ajar kau Lukhe! Ku bilang kau pada Deon, kau mengatakan bahwa dia gila!""Heh?" Lukhe melemparkan pancing yang di pegangnya, memasukkan ikan ke dalam tong kecil, dia berlari mengejar Sudash yang melangkah pergi. "Tunggu, Sudash! Apa maksud ucapanmu?" Dan dengan seketika, Sudash berteriak kencang karena Lukhe memegang bahunya dengan tangan bau amis. "Aaa! Snelli kebanggaanku! Kau benar-benar kurang ajar! Snelliku kotor, Lukhe!"***Lukhe menatap mesin cuci yang ada di depannya dengan malas. Karena ins
Baca selengkapnya
Bab 92. Kecemburuan Tuan Muda
Memakan cemilan, Arinda menatap televisi di kamar. Kamar pelayan yang di isi barang-barang untuknya, seperti televisi, sofa, kasur baru yang lebih nyaman, lemari hias, pakaian baru, semuanya. Bahkan ada sebuah lemari yang sudah persis seperti warung mini. Isinya adalah cemilan dan bertumpuk-tumpuk cokelat. Bukan dia yang memintanya, Deondra yang memberikannya. "Wah, dia terkenal sekali."Menatap layar televisi, siaran berita tak putus-putus menyiarkan tentang seorang Deondra sejak sebulan terakhir. Mulai dari acara amal, acara penanggulangan kanker anak, pembukaan rumah sakit kanker, berita tentang pembangunan rumah untuk para kaum urban yang menetap di pinggiran kota. Semuanya masuk televisi, semuanya di viralkan. Bahkan tak di sangka, ada Deondra yang tengah berdiri mengawasi pembangunan itu dengan Alrix, terkadang tertampil dirinya tengah mengeluarkan beberapa patah kata dan juga menggendong seorang anak laki-laki berumur dua tahun ya
Baca selengkapnya
Bab 93. Pendamping Hidup Selamanya
"Aku justru ingin membawamu ke ranjangku dan mendekapmu sampai besok pagi."Bola mata Arinda melebar. "Apa?!" Deondra tertawa, dia merasa menang karena membuat gadis ini kesal."Bagaimana, kau mau?" Rona merah gadis itu semakin menjadi, wajahnya panas seperti terkena sinar matahari yang terik. "Anda bercanda, 'kan? Jangan macam-macam sebelum saya menjauhi Anda lagi!"Deondra tertawa lagi, lalu menghela napasnya pelan."Iya, aku bercanda." Deondra menatapnya yang berubah datar. "Maaf, Arinda. Membuatmu kesal sesekali itu bagus. Karena seorang wanita hamil jika kesal pada seseorang, maka bayinya akan mirip dengan seseorang itu. Jadi, aku ingin bayiku mirip denganku.""Alasan," cibirnya sambil meluruskan kaki. Deondra menatap kaki jenjang yang terulur di dekatnya. "Aku tidak beralasan."Bohong, jelas itu adalah kebohongan. Sebagai pria normal yang sudah pernah mencicipi rasa ketika melakukan h
Baca selengkapnya
Bab 94. USG Bersama
Deondra tersenyum mendengar pertanyaan yang masih terlihat ragu itu. Tangannya mengusap rambut kecoklatan milik Arinda, yang menatapnya menunggu jawaban. "Kurangkah semua yang kulakukan untukmu selama ini?"Arinda terdiam, dia hanya takut suatu saat Deondra kembali menjatuhkannya dan membuatnya menangis. Mengingat, siapalah dirinya di bandingkan dengan seorang Deondra. Jelas rasa tak percaya diri masih terpatri di dalam hatinya. Dia tak ingin semua perlakuan baik Deondra hanya sebatas dirinya yang tengah hamil muda. "Sa-saya hanya takut jika Anda kembali membuat saya terluka. Bukankah hati itu mudah terbolak-balik? Bisa saja nanti Anda mulai membenci saya karena tidak sempurna ini." "Sayang ...." Ucapan Deondra menembus dadanya, seakan meretakkan sebuah lagi dinding ketakutan yang masih ada di dalam hatinya. "Aku mencintaimu bukan karena kau seseorang yang sempurna. Ingat, kapan aku mulai menyukaimu?" tanya Deondra membuat Arinda terdiam
Baca selengkapnya
Bab 95. Satu-satunya
Deondra tersenyum, dia menatap wajah Arinda yang menatapnya dengan tatapan berbeda."Jika dia laki-laki, dia adalah putraku. Jika dia perempuan maka dia adalah putriku. Apa bedanya?"Arinda tersenyum lega, setidaknya seorang pengusaha hebat sepertinya tidak mempermasalahkan jenis kelamin calon anaknya. Arinda bersyukur atas hal itu. "Lagipula, Arin. Wanita jaman sekarang justru bisa lebih sukses mengembangkan perusahaan daripada laki-laki. Jadi, kalaupun dia nanti perempuan, aku akan mendidiknya untuk menjadi seorang wanita sukses dengan karier tinggi. Uangku banyak, aku bisa melakukan apapun untuk membuat putriku menjadi hebat," balasnya jumawa. Dokter Dee tersenyum mendengar ucapannya putra sahabatnya ini. Setelah membersihkan sisa gel, dia membawa dua orang itu ke mejanya. "Bayi kalian sehat, sepertinya dia juga sempurna. Untuk membuatnya lebih sehat dan dapat berkembang lebih baik, kamu harus memakan makanan bergizi dan juga b
Baca selengkapnya
Bab 96. Keputusan Terakhir
Masih menemani Arinda memilih makanan, Deondra ikut mengambil beberapa kotak yang berada di atas rak. Arinda bergumam sejenak, lalu memintanya meletakkannya lagi. Dan kembali mencari makanan yang menarik untuknya.  "Sudah?"  Arinda tersenyum, dia menatap beberapa kotak makanan di hadapannya. Salah satunya adalah spaghetti bakso, mie Tteokbokki yang baru di masak, hamburger dan juga sekotak roti isi daging. Dia sengaja membeli banyak karena dia ingin memakannya, beberapa hari ini dia bosan di bawa ke restoran dan makan makanan mewah, dia ingin makan makanan yang biasa di makan orang-orang dan berbumbu pedas, seperti Tteokbokki.  "Sudah, bayar sana."  Walaupun lembut, nada memerintah tersemat di dalam suaranya. Deondra tersenyum, tanpa bergerak dia melambaikan tangannya pada pelayan itu dan menyerahkan kartu.  "Bungkus semuanya dan letakkan di mobilku."  "Baik, Tuan." Arinda menatap kepergian pelayan
Baca selengkapnya
Bab 97. Mengganggu Sarapan
Arinda mendorong kursi roda ayahnya keluar dari rumah sakit. Tidak ada Deondra di sana, pemuda itu langsung kembali ke perusahaan dengan Alrix seusai mengantarnya ke mari. Namun, beberapa bodyguard di perintahkannya untuk menjaga dan memastikan semua urusan kepulangan calon ayah mertuanya itu lancar dan dia sendiri yang mengawasinya langsung dari perusahaan. "Ah, akhirnya Ayah bisa menghirup udara luar," ujar Recath saat mereka keluar dari rumah sakit. Arinda tersenyum, melanjutkan langkahnya untuk terus mendorong kursi roda itu menuju mobil yang sudah di bukakan salah satu bodyguard. Saat Arinda akan membantu Ayahnya naik ke mobil. Satu buah mobil terparkir di dekat mobil yang akan mereka naiki, lalu seorang pria yang berusia sama dengan ayahnya keluar berserta istrinya. "Jakc?" Recath menyapanya yang mulai mendekat. Mereka bersalaman sejenak, dengan wajah yang tampak bersahabat."Kau akan pulang hari ini, buka
Baca selengkapnya
Bab 98. Makan Banyak
"Benar-benar mereka itu," ucap Recath tak bisa menyembunyikan perasaan hangat, saat mobil Deondra sudah melaju di depannya. Arinda diam, masih memegang dorongan kursi roda ayahnya. Mereka berdiri di depan rumah, mengantar kepergian Deondra dan Alrix yang habis merusuh sarapan pagi mereka. "Begitulah sifat Deondra yang dulu, Arin." Recath berkata, menyadarkan Arinda yang tengah termenung di belakangnya. "Dia ceria dan juga penuh kasih sayang. Kamu dengar tadi, dia datang hanya untuk memastikan kamu sarapan pagi. Dia tidak makan sedikitpun sebelum Ayah memaksa."Arinda tersenyum, mendorong kursi roda ayahnya ke halaman. "Dia memang baik, tapi kadang menyebalkan." Merengut kecil, Arinda berkata lagi. "Dia tidak seharusnya seposesif ini. Nanti kalau Arin bosan bagaimana?" Recath terkekeh kecil. "Begitulah seseorang yang sudah di mabuk cinta, bisa saja berlebihan. Kalau kamu tidak suka, katakan jangan diam saja," ucap Recath tapi
Baca selengkapnya
Bab 99. Pernyataan Cinta
Deondra ikut tertawa kecil, dia suka saat Arinda tidak canggung jika menggoda dan membuatnya kesal. Merentangkan tangannya di sandaran sofa, dia kembali mendengar ucapan gadis itu. "Anda mengatakan ada yang ingin di tunjukkan pada saya beberapa hari lalu, 'kan? Sampai sekarang kok belum ada tanda-tandanya, Tuan?"Deondra berpikir sejenak. "Oh iya, soal itu. Em, akan kutunjukkan nanti kalau saatnya sudah tiba. Kau santai saja dan bersenang-senanglah." "Hmm, oke. Sudah dulu, ya, Tuan. Kami akan segera berangkat, sampai jumpa.""Kau berharap berjumpa denganku, ya?" Sengaja berlama-lama, Deondra mengulurkan pembicaraan. "Lah, bukannya Anda datang ke rumah ini tanpa di undang? Jadi, bukan saya yang berharap bertemu, tapi Tuan yang selalu beralasan rindu.""Memang kenyataannya begitu. Nanti kau akan merasakannya jika kau sudah jatuh cinta padaku," ujarnya dengan nada yakin. "Hmm. Sudah, ya, Tuan. Bye!"Deondra
Baca selengkapnya
Bab 100. Noda (21+)
Mengait mie dengan sumpit, Arinda memakannya panjang-panjang. Uap mie yang masih panas itu seakan tak terasa di mulutnya akibat suhu dingin yang di sebabkan oleh salju. Hari ini mereka berdua tengah makan di sebuah restoran kaca. Bunga dan rumput hias menjalar bergantungan bersamaan dengan onggokan salju di atas atap kotak-kotak tempat mereka berdua menghabiskan makanan. Sepanjang jalanan terbuka di penuhi salju, bahkan rumah-rumah penduduk banyak yang tenggelam karena salju yang lumayan lebat. Tak terkecuali rumah Arinda, semalam dia harus memanggil pembersih salju untuk mengurangi tumpukan benda putih itu di halaman depan rumahnya. "Boleh aku bertanya?" Arinda memasukkan lagi mie setelah berkata. Selama kehamilan, gadis itu sangat suka makan mie. Tapi bukan mie sembarangan, mie yang di makannya khusus buatan cheff ternama yang sudah di pastikan kesehatannya. "Kapan aku melarang," ujar Deondra, sambil menarik tissue d
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status