Semua Bab The Hot chef and me: Bab 11 - Bab 20
72 Bab
Part 11. Another jobdesk
Selama perjalan pulang, Jena diam tak berbicara sepatah katapun. Drew sesekali melirik dan tersenyum. Ia tahu, wanita di sebelahnya merasa malu dan salah tingkah setelah ia mendadak mencium keningnya, juga menggandeng tangan selama berada di pasar.  "Bisa turunkan aku di sana saja, Drew? Kau bisa langsung ke restoran," pinta Jena sambil bersiap turun.  "Aku antar sampai apartemen, tenanglah," usapan di kepala Jena lagi-lagi membuat wanita itu diam, namun hanya sejenak, karena Jena mulai bersuara.  "Mengapa sikapmu berubah menjadi lembut kepadaku dan ... dan kau, apa tadi mencium keningku begitu saja tanpa persetujuanku! Apa kau pikir aku perempuan yang mudah kau dekati!"  Napas Jena naik turun. Drew hanya melirik, ia menyalakan lampu sen kanan dan menghentikan mobilnya tepat di depan apartemen Jena. Ia duduk dengan posisi miring sehingga berhadapan dengan Jena.  
Baca selengkapnya
Part 12. He is
Jena menatap Drew yang sedang berpose di depan kamera, ia begitu mudah diarahkan oleh juru foto dan para pengarah gaya. Dave datang menghampiri, ia berdiri di sebelah Jena. “Sudah berapa lama kau menjadi asisten berandal itu?” “Belum lama, sebenarnya, aku terjebak. Andai saja aku tidak mengacak-ngacak hidangan yang ia masak saat itu,” ujar Jena sambil mendengkus. “Maksudnya?” Dave menoleh. “Aku, mengomentari penataan makanan yang Drew buat di restoran, dan aku memasukan itu ke Vlog yang ku buat. Sejak saat itu, Drew terus mengikuti, hingga ya … sekarang ini, ia memintaku menjadi asistennya, tak hanya untuk di restoran,  tapi hingga ke sini,” jawab Jena sambil melirik ke Dave. “Kau gila, pantas saja Drew mengejarmu. Baru dirimu yang bisa melakukan hal itu, Jen, sebelumnya tak pernah ada yang berani. Bravo!” se
Baca selengkapnya
Part 13. Your smile
“Kau pikir, semua hal yang kau inginkan bisa terjadi sesuai keingannmu?” Jena berbicara dengan sedikit kesal kepada Reese yang menghubungi sambil menangis. Jena paham, Reese selalu memiliki masalah dengan pria. Kali ini, sahabatnya itu kembali di campakan. “Kau tidak mungkin akan terus begini, Reese, fokuslah bekerja, berhenti menyukai pria muda. Anak sekolah kau dekati, ini resiko dirimu!” Reese semakin menangis. Suara isakannya justru hanya terdengar bak blender rusak. Jena menjauhkan ponsel dari telinganya. “Hei, sudah Reese, ayo kita fokus bekerja, membangun karir, jauhkan urusan asmara dari diri kita.” Seketika Jena diam, ia justru teringat dengan dirinya dan Drew. Koki seksi itu hampir saja membuatnya gila dengan sikap mendadaknya yang suka mencium dan berperilaku mesra, yang jelas membuat Jena berdebar tak karuan. “Jen, bagaimana dengan urusan huta
Baca selengkapnya
Part 14. Terjebak
“Jangan asal bicara, Drew.” Jena turun dari atas meja. Ia  lalu membawa mangkuk yang sudah kosong karena makanan yang dimasak Drew sudah habis ia makan, ke bak cucian. Ia lalu mencucinya. Drew masih bersandar ditempatnya sambil bersedekap. “Aku serius, Jen, bagaimana jika aku menyukaimu? Bukankah, itu tak mengapa? Kau tidak punya kekasih, bukan?” Jena menoleh. Lalu terkekeh sinis. “Bukan itu, kau akan menyesal Drew, karena sudah menyukai. Jujur saja, aku bukan perempuan yang—“ “DREW!” Jena terkejut karena lengan besar pria itu sudah melingkar dipinggang Jena. Membuat ia melepaskan gelas yang sedang ia cuci di bak hingga hampir pecah.“Sstt … diamlah, apa kau tahu, jika aku, benar-benar menyukaimu, sifatmu berbeda dengan wanita yang pernah bersamaku. Bahkan, mereka yang—,”“Pernah tidur denganmu?” Jena melep
Baca selengkapnya
Bab 15. Like a boyfriend
"Jadi hanya ini permintaan mereka?" tanya Drew kepada penanggung jawab operasional restoran, Abie. Kertas putih dengan beberapa poin penting di pegang Drew.   "Ya Drew, mereka meminta kau menyiapkan hidangan untuk lima puluh tamu. Mereka meminta kau menyediakan daging sapi kobe, bagaimana caramu menyediakannya? Kita harus import dan itu, tak mungkin."    Abie bersedekap. Perut buncitnya semakin terlihat besar. Drew berpikir sejenak. Ia lalu teringat, jika keluarga Jena memiliki usaha peternakan sapi dan buah-buahan terbesar di negara bagian lain.  "Hubungi mereka, tawarkan dan bujuk untuk mau memakai sapi lokal. Aku akan membuat hidangan spesial. Satu minggu lagi bukan, masih ada waktu untuk ku berburu daging itu." Drew masih duduk bersandar di sofa ruang kerja
Baca selengkapnya
Bab 16. Take the time
Sejak pagi, Jena terbangun dengan perasaan berbeda. Mengingat kejadian semalam, membuatnya menggigit bibir bawahnya dan bersembunyi di balik selimut. Ia masih tak percaya dengan statusnya kini sebagai kekasih koki dan model terpanas yang luar biasa terkenal.  Ia bergegas mempersiapkan diri untuk ke restoran, kali ini tugasnya menyiapkan buah-buahan untuk makanan pencuci mulut, buah-buahan sudah datang semalam, salah satu pekerja menghubungi Jena. Sambil bersenandung, Jena membuat sarapan sederhana, pisang, sereal jagung dan yogurth. Ia sudah tampil cantik di pagi hari itu. Ponselnya berbunyi, nama Drew muncul di layar. Dengan jantung berdebar, Jena menggeser layar hijau. "Good Morning
Baca selengkapnya
Bab 17 Under the moonlight
"Apa aku harus memakai gaun itu? Modelnya tampak begitu terbuka, Drew? Kau ingin bagian ... emm ... bagian tubuh atasku terkespos? Kau, tidak risih jika banyak yang menatapku?"  Jena menatap gaun yang di kirim Drew untuknya, acara penghargaan top model pria menjadikan Drew salah satu nominasinya, dan pria itu akan mengajak Jena menghadirinya.  "Kau akan sangat cantik, Jen, kau sadar jika kekasihmu ini seorang yang sangat terkenal?"  Suara Drew di ujung ponsel yang tertempel di telinga kanan Jena membuat wanita itu hanya menjawan dengan dehaman.  "Kau yakin akan mengajakku? Apa kata mereka jika kekasihmu hanya seorang asisten dapur? Bukan kelas yang sama denganmu?" Jena mendadak merasa tak percaya diri.  "Kau tetaplah dirimu Jena, wanita yang ku pacari. Bersiaplah, sayang, setengah jam lagi aku akan menjemputmu. I love you sweetheart ..." &nbs
Baca selengkapnya
Bab 18. Sikap lain
Jena duduk di dalam mobil seorang diri, ia pulang tanpa Drew. Pria itu mengantarnya sampai ke dalam mobil dan meminta sang supir mengantarkan pulang. Tak ada pelukan hangat apalagi ciuman seperti sebelumnya. Tatapan Jena menjadi sendu, apa salahnya? Seharusnya bukannya ia yang kesal, pertama, karena Camil mencium bibir Drew yang tak di protes oleh pemilik bibir. Kedua, karena Drew mengabaikannya, tak mempedulikan jika ia kedinginan dengan pakaian yang dikenakannya.  "Terima kasih," ucap Jena kepada supir Drew, pria itu mengangguk. Jena melangkah cepat menuju ke unit apartemennya, begitu tak sabar untuk menanggalkan pakaian tak nyaman itu dan membersihkan diri dari semua mekap di wajahnya. Ia merasa seperti memakai topeng.  Air dari shower membasahi tubuhnya dari atas hingga bawah. Ia berpikir juga bertanya-tanya, apa Drew punya tujuan lain menjadikannya seorang kekasih? Apa ada sesuatu.  Tak lama, Jena sud
Baca selengkapnya
Bab 19. Sentuhan
Jena membuka kedua matanya, ia tak mendapti Drew di sebelahnya. Jendela unit apartemen juga sudah terbuka lebar. Angin pagi begitu segar masuk mengganti sirkulasi udara. Jena beranjak, mencari Drew namun tak ia dapati sosoknya.  Mungkin sudah pulang.  Pikir Jena sambil berjalan ke dalam kamar mandi. Namun ia terkejut saat melihat Drew berdiri di dalam sana dengan wajah begitu segar dan juga lilitan handuk di pinggang yang membuat otot-otot tubuhnya tercetak sempurna.  "Pagi, Sayang," Drew mengecup kening Jena lalu berjalan keluar dari kamar mandi. Jena terkejut, ia lalu buru-buru membersihkan diri. Cuci muka dan sikat gigi. Lalu kembali berjalan keluar dari kamar mandi.  "Drew! Ap-! Ya Tuhan!" Jena berbalik badan, Drew sedang telanjang bulat karena hendak berganti pakaian. Ia hanya tertawa melihat Jena yang terkejut. Jantung Jena bertedak tak karuan, Drew memang mampu membuatnya s
Baca selengkapnya
Bab 20. Pilihan baru
Sejak saat itu, Drew tampak lebih sering diam. Ia kembali menjadi sosok angkuh dan dingin, bahkan saat di dapur. Lucunya, Jena tampak biasa saja, ia justru asik menteraktir para karyawan restoran dengan membelikan kopi. Jena ingin berbagi rejeki sebelum ia pergi dari sana beberapa hari lagi.  Keputuaan Jena untuk lebih cepat berhenti bekerja dari perjanjian sebelumnya, membuat Abie cukup terkejut dengan hal itu. Bahkan ia menanyakan apa Drew dan Jena sedang bermasalah. Jena justru tertawa dan menolak pendapat Abie.  Drew berjalan di belakang Jena saat wanita itu sedang berbincang dengan pelayan restoran sambil ke arah pintu belakang. Tanpa menyapa, Drew berjalan cepat melewati Jena. Wanita itu melirik ke arah Drew, kemudian lanjut berbicara dengan rekannya itu.  *** Malam begitu larut, suara denting gelas berisi wine mahal terdengar dari beberapa pria yang sedang bercengkrama satu sama
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
8
DMCA.com Protection Status