Semua Bab The Hot chef and me: Bab 41 - Bab 50
72 Bab
41. Tumbang
Dua minggu sudah pencarian Drew, Jena seolah tertelan bumi. Pria itu tetap menjalankan pekerjaan, ia berusaha seprofesional mungkin, walau jelas dari raut wajahnya, ia menahan rasa yang tak karuan di dalam dada juga kepalanya. Camile di atas angin, bahkan ia sibuk mengurus persiapan pernikahan mendadak itu. Drew membaca naskah yang diberikan Dave, ia butuh konsentrasi untuk kembali fokus bekerja.Dave memberikan sebotol air mineral kepada drew yang tampak lemas, beberpa kali pria itu mengehela napas saat membaca naskah. “Kau demam, Drew?” Dave menyentuh kening koki seksi itu, Drew menggelengkan kepala, ia tak mau tampak lemah di depan klien, apalagi sorotan media sudah begitu membuatnya pusing kepala untuk membuat konferensi pers yang selalu berakhir sia-sia karena ancaman Camile.“Hey, Babe, kau sakit? Demam?” tanya Camile dengan senyum yang mampu membuat emosi Drew terpancing. Drew menepak kasar tangan Camile, ia tak sudi di sentuh ta
Baca selengkapnya
42. Apa semua terlambat?
Jena melangkah menuju ke arah pintu kaca besar menuju ke lokasi Suite room berada. Lantai kamar rawat ekslusif, hanya orang-orang dengan uang berlimpah yang bisa berada di kamar rawat itu. Ia bertemu sekuriti di depan pintu, bahkan penjagaan pun ketat.“Sir, saya Jena, saya—““Ya, Miss Jena, ini kartu akses anda, Tuan Dave tadi sudah memberi tahu kami. Dan, hanya beebrapa orang yang akan di izinkan bertemu Tuan Drew, salah satunya dirimu, silakan anda tempelkan kartu akses ini, Miss Jena, untuk masuk ke dalam area suite room. Kamar Tuan Drew di Suite Room A.”“Baik, terima kasih, Sir, aku ke dalam.” Pamit Jena. Ia menempelkan kartu, pintu terbuka otomatis, ia melangkah masuk, terdengar suara alunan lagu klasik yang menenangkan perawat menyapa Jena ramah, Jena membalas dengan senyuman. Ia berjalan, mencari kamar dengan huruf A di depan pintu. Setelah beberapa detik mencari, ia menemukan ruangan itu di po
Baca selengkapnya
43. Truth
Setiap orang tidak akan suka dibohongi, apalagi dengan orang yang dicintai. Begitu pun Jena yang hanya menunduk saat mengetahui Drew menjadikannya taruhan dengan teman-teman sesame model, bahkan, video mereka berhubungan badan pun, Drew perlihatkan hingga ada yang mencuri dan kini berada di tangan Camile. Drew tertunduk, sembari menggenggam jemari tangan Jena yang di tempelkan di keningnya yang masih sedikit demam.Isak tangis Jena terdengar, tapi ia tak bisa marah kepada ayah janin yang dikandungnya, untuk apa marah jika akhirnya ia justru tenggelam di pusara terdalam rasa cinta yang membuatnya tampak bodoh. Dikecupnya lama jemari tangan Jena yang masih digenggam erat pria itu. Air mata penyesalan juga turun dengan begitu deras.“Jadi, jika Camile menyebarkan video itu, karirmu hancur, Drew?” Jena mencoba memastikan. Drew tersenyum sembari menghapus jejak air mata di wajah cantik wanita yang akan membawa keturunannya selama Sembilan bulan di dalam perut.
Baca selengkapnya
44. Ancaman
Studio syuting. Camile kebingungan, perasaan itu terus membuncah. Ia bahkan melangkah cepat sehingga terdengar stiletonya berbenturan dengan lantai marmer begitu keras dan cepat.BRAK!Ia membuka ruang rapat dekat studio dengan kasar. Napasnya memburu cepat, dres putihnya kontras dengan lipstick merah darah yang ia poleh di bibir tebalnya.“Di mana Drew! Kenapa kalian menyembunyikan dia!” maki Camile dengan sorot mata menatap bergantian ke semua orang yang ada di ruangan itu. Dave menatap Camile sembari tertekeh sinis.Dave beranjak, “urusan kita sudah selesai, terima kasih dan saya mewakili Drew, meminta maaf atas ketidak nyamanan ini. Selamat siang.” Pamit Dave. Ia berjalan dengan pandangan angkuh melewati Camile yang berbalik badan cepat untuk mengejar Dave.“Berhenti Dave! Di mana aku sembunyikan calon suamiku!” teriaknya bak wanita gila yang baru putus cinta. Dave menghentikan langka
Baca selengkapnya
45. Keraguan
“Ini anakmu, Drew,” bibir Jena bergetar saat mengatakan hal itu. Drew menatap dengan sorot mata lain.“Tapi yang kulihat, Maden, ia sepertinya—““Drew! Kau jangan berpikir aku tidur dengannya atau berselingkuh dari mu! Kau tidak waras jika berpikir seperti itu kepadaku!” Maki Jena, ia kesal, karena sudah menjelaskan dengan rinci, tapi Drew seakan ragu dengan kejujurannya. Nancy merangkul bahu Jena, wanita itu juga sudah melepaskan gaun pengantin, berganti dengan pakaian sebelumnya.“Siapa pengirim foto-foto itu?” tanya Toby dengan serius. Drew memejamkan mata.“Camile,” jawabnya.“Apa dia mengancammu?” kini Hannah yang bertanya. Drew mengangguk.“Ia akan menyebarkan video saat aku dan Jena di atas ranjang juga, video aku dan Camile saat kami pertama kali ber-setu-buh.” Drew mengusap kasar wajahnya. Jena terkejut. “Karirku akan selesai, dan akan be
Baca selengkapnya
46. Hancur
Jena duduk di ranjang kecil kamar hotel yang ia sewa untuk tempat tinggalnya, ia merapikan pakaian seadanya yang ia punya. Ia akan pergi, namun sebelumnya, ia akan bertemu Maden di taman kota. Air matanya sudah tak menetes lagi, ia harus kuat, dan bertekad membesarkan anaknya seorang diri, tanpa Drew.Langkah kaki Jena begitu lebar dan cepat, ia melihat Maden sudah duduk menunggunya di kursi besi taman kota. Pria itu beranjak, tersenyum penuh bahagia untuk menyambut wanita itu. Jena mengatur napasnya sejenak sebelum berbicara dengan Maden, mereka berdiri berjarak.“Jena, ada apa?” tanya Maden yang mencoba mendekat namun Jena menghalau dengan telapak tangan terangkat.“Apa maumu, Maden?” tanya Jena ketus dengan tatapan tajam.“Maksudmu?” Maden tampak bingung.“Drew mendapatkan foto saat aku di Mansion milikmu, saat kau memelukku di balkon, mengusap perutku, dan meniup mataku yang terkena debu tapi seolah kau
Baca selengkapnya
47. Nyonya Rose
Wanita itu berjalan menyusuri trotoar sudah hampir dua jam, keluar masuk kafe juga restoran, mencari pekerjaan untuk menghidupi dirinya yang sedang hamil. Tak mudah, hal itu sudah pasti. Boston sangatlah ramai, hilir mudik manusia yang sibuk berkegiatan, membuat Jena hanya bisa memilih untuk duduk di kursi taman, sisa uang di dompetnya hanya seratus dollar, otaknya berpikir keras bagaimana cara agar ia bisa mendapatkan pekerjaan, juga tempat tinggal. Tak mungkin ia berada di hotel lagi, walau hotel murah. Tak bisa berlama-lama duduk, ia kembali beranjak, kini berjalan ke arah timur, di mana terdapat sederet kompler pertokoan sederhana dengan nuansa klasik dominan warna putih. Jena melangkahkan kaki ke sana. Ia mengusap perutnya. “Semoga di sana, ada pekerjaan untuk ibumu ini, ya sayang, kau harus kuat, kita akan makan nanti,” ucapnya sembari terus berjalan. Pintu kaca itu bertuliskan Rose bakery. Jena mendorong pintu, terdengar suara lonceng kecil di atas pintu yang
Baca selengkapnya
48. Bertemu Victor
Jena masuk ke dalam kamar berukuran kecil itu, hanya ada ranjang, meja kecil di sebelah ranjang, dan kamar mandi. Lemari pakaian pun tidak ada. Marisol pamit untuk pulang, kamar yang di sewa Jena itu berada di apartemen kecil dan bangunan lama namun masih kokoh, cukup padat menang, terdiri dari tiga lantai dengan total kamar ada lima belas, atau masing-masing lantai terisi lima kamar. Jena membuka jendela dengan menggesernya ke atas. Ia menempati lantai dua. Angin malam masuk ke dalam kamarnya, membuat sirkulasi udara lancar dan segar. Jena menyalakan kipas yang tertempel di langit-langit kamar. Sangat sederhana, tapi ia tak masalah. Ranjang sudah ia rapikan dengan sprei baru yang diberikan pemilik bangunan. Wangi parfume laundry membuat Jena rileks, dengan biaya sewa murah, kebersihan terjaga, ia sangat beruntung. Kamar mandi pun ada air hangatnya, ia semakin tersenyum lebar. “Ayo nak, kita mandi, Ibumu begitu lelah, kita tutup jendelanya dulu ya.” Jena seperti oran
Baca selengkapnya
49. Kita saudara
Jena selesai merapikan uang hasil gerai pizza berjualan satu hari itu dan menyerahkan ke Luigi. Seperti biasa, mereka akan berkumpul di dapur setelah gerai tutup. Jena meluruskan kakinya sembari menggigit satu buah apel yang diberikan Victor, remaja itu sudah datang dan diperbolehkan masuk melalui pintu belakang.“Victor, kau senang mendapat tempat tinggal baru? Jaga Nyonya Jena, ya,” pinta Luigi yang sibuk memasukan uang ke brankas di dekat lemari es dapur.“Iya, Paman, tapi aku tidak boleh memanggilnya Nyonya, tapi Kakak, karena ia belum terlalu tua.” Celetuk Victor. Semua orang tertawa. Pintu dapur terbuka lagi, Rose kali ini yang masuk, ia membawa keranjang berisi roti.“Kalian semua, bawa roti-roti ini ya, dan, Jena, khusus untukmu, ada rasa butter yang menjadi kesukaanmu bukan?” kedua mata Rose menatap Jena lalu beralih ke Victor.“Victor! Halo, ‘Nak, bagaimana kabar anak remaja ini. Kau juga ya, bawa
Baca selengkapnya
50. Jarak
“Kau tidak punya cita-cita?! Bohong,” sungut Jena saat ia dan Victor baru keluar dari toko sepatu yang disarankan Marisol. Mereka tak hanya membeli sepatu, tapi juga membeli beberapa baju baru untuk Victor sekolah, yang lebih resmi seperti kaos kerah warna polos, jaket, juga celana jeans, karena, baju yang diberikan Pedro, itu untuk dipakai harian.“Kak, kita duduk di sana, kau tampak lelah, aku akan membelikanmu minuman di toko itu, kau mau apa? Jangan kopi yang jelas, ya.”“Kenapa?” tanya Jena bingung.“Aku membaca buku diperpustakaan, katanya, jika ada orang hamil, tidak boleh meminum kafein banyak-banyak, akan mengganggu janin. Betul kah?”“Sok tahu, anak kecil.” kekeh Jena namun mengangguk kemudian. Ia memberikan uang sepuluh dollar kepada Victor, remaja itu segera berlari ke kedai yang menjual aneka minuman. Jena menatap belanjaan miliknya dan Victor, ia tersenyum, lalu mengusap perutnya ya
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
345678
DMCA.com Protection Status