All Chapters of Cintai Aku Suamiku: Chapter 41 - Chapter 50
64 Chapters
41. Perubahan Sikap Erwin
Suara berisik dari dalam kamar mandi mengusik tidur nyenyak Ellena, dengan pelan ia mencoba membuka matanya. Saat netranya terbuka sempurna, ia sedikit terkejut ketika melihat Erwin yang bertepatan keluar dari kamar mandi.Erwin tidak kalah kagetnya ketika melihat Ellena sudah sadar, dengan perasaan bahagia, ia langsung bergegas menghampiri Ellena. "Kamu sudah bangun?" tanya Erwin senang.Ellena terlalu gugup untuk menjawab pertanyaan Erwin, tenggorokannya juga terasa kering, hingga membuatnya tidak nyaman untuk berbicara, hingga akhirnya Ellena memilih mengangguk kecil untuk menanggapi pertanyaan Erwin.Senyuman Erwin semakin melebar melihat istrinya mau merespon pertanyaannya. "Mau minum?" tawar Erwin yang langsung diangguki oleh Ellena.Setelah membantu Ellena minum, Erwin segera memencet tombol yang berada di dinding ruang rawat inap untuk memanggil perawat yang berjaga.Senyuman di bibir Erwin belum juga luntur, Ellena yang tidak biasa melihat
Read more
42. Pulang
Setelah beberapa hari kemudian, akhirnya Ellena bisa kembali pulang ke rumah. Ellena merasa senang karena akhirnya ia tidak perlu lagi berduaan dengan Erwin di dalam satu ruangan yang sama. Ellena merasa sangat canggung ketika Erwin hanya selalu berada di dekatnya, apalagi Erwin malah melarang orang lain masuk ke dalam ruang rawat inapnya untuk menjenguknya, meskipun orang itu adalah Azkia. Sedangkan Erwin masih tampak keberatan dengan keputusan Ellena yang menginginkan dirawat di rumah saja. Meskipun sang dokter juga sudah memperbolehkan Ellena pulang, tapi Erwin tetap merasa khawatir. Namun, karena Erwin sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk menuruti semua keinginan Ellena, maka dengan berat hati Erwin setuju dengan keputusan Ellena untuk dirawat di rumah. Setelah sampai di rumah, Erwin langsung keluar dari mobil dan menggendong Ellena untuk didudukkan di kursi roda. Erwin sama sekali tidak memperbolehkan Ellena berjalan, bahkan Erwin
Read more
43. Erwin Yang Manis
Harapan Ellena untuk jauh dari Erwin seperti dulu lagi tidaklah terwujud. Awalnya Ellena mengira jika ia meminta dirawat di rumah, Erwin bisa kembali bekerja di kantor lagi. Namun, nyatanya Erwin tetap memilih bekerja sambil merawat Ellena di rumah, dan akhirnya lagi-lagi mereka menghabiskan waktu hanya berdua saja di dalam kamar.   "Kenapa wajahmu cemberut seperti itu?" tanya Erwin yang melihat bibir tipis Ellena sedikit manyun.   Ellena yang sedang duduk di atas ranjang, buru-buru ia langsung mengubah ekspresinya, ia langsung menoleh dan sebuah se
Read more
44. Erwin Yang Posesif
Dengan sangat terpaksa akhirnya Erwin melepaskan bibir Ellena. "Sial!" gumamnya. Lalu kemudian dengan malas ia berjalan menuju pintu, dalam hati Erwin tidak bisa berhenti mengumpat, sekaligus bertanya-tanya, untuk apa mereka datang ke sini?   Sedangkan Ellena dengan pelan mulai membuka kedua matanya, tangannya yang sudah bebas sontak memegang dadanya, jantungnya berdegup kencang, seiring dengan pipinya yang semakin memerah karena teringat lagi dengan ciuman memabukkan itu.   "Ini sungguh memalukan," gumam Ellena, lalu kemudian kepalanya menoleh untuk melihat Erwin yang sedang membukakan pintu.   Ketika pintu terbuka, tanpa permisi ketiga orang wanita langsung masuk ke dalam kamar tersebut. Sedangkan Erwin berdecak tidak suka, ia melirik tajam pelayan yang sudah membawa mereka ke sini. Tatapan maut dari Erwin sontak membuat pelayan itu menundukkan kepalanya.   "Ellena," sapa ketiga wanita itu ramah.
Read more
45. Menagih Janji
Ellena tersenyum senang saat angin segar menerpa wajah cantiknya, ia menghirup rakus udara luar rumah yang sudah beberapa hari ini tidak bisa ia nikmati. Matanya yang indah terus berkeliling memandangi taman yang berada di samping rumah Erwin, merekam jelas untuk diabadikan dalam otaknya, seolah-olah ini adalah hari terakhirnya menikmati indahnya taman tersebut. Azkia yang berdiri di samping Ellena, ikut tersenyum melihat kebahagiaan Ellena. Akhirnya Azkia bisa bernapas lega, karena Erwin sudah menyadari perasaannya, buktinya dia memperlakukan Ellena se-posesif ini. "Kamu mau ke mana?"
Read more
46. Kepergian Erwin
Seminggu telah berlalu, sekarang Ellena benar-benar sudah sembuh. Erwin sudah memperbolehkan Ellena keluar kamar sesukanya, mereka berdua kini sudah menempati kamar yang dulunya milik Erwin. Kamar itu sudah direnovasi semewah mungkin, semua Erwin lakukan semata-mata untuk membuat Ellena senang, meskipun Ellena tidak pernah mengatakan ingin mempunyai kamar semewah ini.Ellena sekarang juga sudah bebas mengobrol dengan para pelayan. Namun, tidak saat Erwin berada di sekitarnya, karena Erwin akan selalu menempel kepadanya. Perlakuan Erwin kepada Ellena memang berbeda dari yang dulu, Erwin yang sekarang telah melarang Ellena melakukan pekerjaan rumah apapun, Ellena diperlakukan layaknya tuan putri dan nyonya rumah yang sebenarnya."Apakah kamu tidak ingin berangkat ke kantor?" tanya Ellena seraya membantu Erwin berpakaian. Sekarang Ellena sudah berani bersikap biasa kepada Erwin, dengan perlahan ia mencoba menghilangkan rasa canggung ketika bersama Erwin. Apalagi ia akan s
Read more
47. Kematian Nico (Peringatan! 18+)
Meski saat ini Erwin bukanlah bos mereka. Namun semua orang anggota Black World tampak menundukkan kepalanya hormat saat Erwin melewati mereka. Erwin diantarkan oleh James menuju tempat di mana Nico berada, kali ini Nico tidak lagi ditempatkan di ruang bawah tanah, ia sudah dipindahkan ke ruang eksekusi. Selama menuju ruang eksekusi, Erwin sama sekali tidak melihat Rose. Wanita itu sudah tahu jika hari ini Erwin akan datang ke markas, jadi dia memilih pergi ke suatu tempat untuk bersembunyi dari Erwin, perlahan tapi pasti, Rose mulai belajar melupakan perasaannya, karena ia cukup sadar diri, jika cintanya tidak sebesar perasaan Ellena yang mencintai Erwin dengan begitu tulus. Erwin masuk sendirian ke dalam sebuah ruangan yang memiliki alat penyiksaan lengkap, di sana duduklah seorang laki-laki yang menyembunyikan wajahnya di antara kedua kakinya. Tubuh kurusnya terlihat bergetar, gumaman yang hampir tidak jelas, terus menerus keluar dari mul
Read more
48. Jangan Pergi
Bibir tipis dengan polesan lipstik berwarna nude itu sedari tadi tidak bisa berhenti tersenyum, Ellena sangat senang karena akhirnya ia bisa kembali pulang ke negaranya."Terima kasih atas bantuannya, Bik Ema," ujar Ellena tulus. "Dan juga tolong sampaikan terima kasih saya kepada Nona Azkia." Menggenggam tangan Bik Ema hangat, setelah ini pasti ia akan sangat merindukan wanita paruh baya ini."Baik, Nona," balas Bik Ema seraya tersenyum. Namun, di dalam hati, Bik Ema merasa cemas. Bagaimana caranya ia menghentikan mobil ini? Sedangkan tadi, ia yang menyuruh sang sopir untuk mengikuti kemauan Ellena."Apakah Nona Azkia benar-benar ingin membantu nona Ellena kabur?" batin Bik Ema. Pikirannya sama sekali tidak tenang karena perjalanan menuju bandara terbilang lancar. "Seharusnya sudah ada yang menghalangi kami," lanjut Bik Ema dalam hati.Titik-titik air hujan mulai menetes membasahi kaca mobil, dada Bik Ema terasa sesak melihat alam yang seakan mendukung p
Read more
49. Negosiasi
Sesampainya di rumah, Ellena masih memikirkan kejadian tadi. Apakah mungkin Erwin benar-benar serius dengan perintahnya? Atau hanya sekedar menggertaknya saja, agar ia mau ikut pulang. Untuk memastikan jika ucapan Erwin tidak main-main, Ellena harus menanyakannya kepada Azkia."Sayang, kamu harus mandi dulu," ujar Ellena lembut, agar Erwin mau menurutinya. Bahkan Ellena menyebutkan kata 'sayang' semanis mungkin."Tidak! Nanti kamu kabur lagi kalau aku tinggal mandi," sahut Erwin seraya cemberut, ia juga merasa masih belum puas memeluk Ellena."Aku tidak akan pergi ke mana-mana, hanya akan ke dapur untuk membuatkanmu minuman hangat." Mengusap rambut basah Erwin."Biarkan pelayan saja, lebih baik kita mandi bersama. Lihat, bajumu juga basah." Erwin mengedipkan sebelah matanya, ia memang sengaja membuat Ellena ketularan basah.Ellena menggeleng. "Aku akan membuat minuman dulu, nanti aku akan menyusulmu." Mencium pipi Erwin, lalu ia segera pe
Read more
50. Ingin Pulang
Satu bulan kemudian, hubungan Erwin dan Ellena makin hari semakin bertambah mesra. Namun, Ellena merasa kebahagiaannya belumlah sempurna, selain mereka belum mendapatkan momongan, mereka juga belum mendapatkan restu dari orang tuanya. Ellena ingin jika semua keluarganya tahu bahwa ia sudah menikah dan memiliki suami yang begitu penyayang seperti Erwin."Sayang, sudah geli. Dari tadi kamu tidak berhenti mengusap dan menciumi perutku," ujar Ellena seraya tertawa dan menggeliatkan tubuhnya kegelian."Sebentar lagi, aku belum selesai membisikkan kata agar dia cepat tumbuh di sini." Mengusap perut Ellena lembut, dalam hati ia tidak berhenti berdoa kepada Tuhan, agar mereka bisa segera mendapatkan momongan, lalu kemudian ia mengecup perut Ellena dengan penuh kasih sayang.Melihat Erwin dalam suasana hati yang baik. Ellena memberanikan diri mengatakan sesuatu."Sayang, aku merindukan keluargaku. Maukah kamu menemaniku mengunjungi orang tuaku?" tanya Elle
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status