All Chapters of Obsesi Tuan Hagen: Chapter 141 - Chapter 150
176 Chapters
BAB 140 I Pemanasan Di Ruang Makan
Camellia yang sedang mengambil minuman  dari kulkas dikejutkan dengan sentuhan hangat dari sepasang tangan kekar yang memeluk dari belakang. Lehernya terasa hangat dan tergelitik akibat hembusan napas beraroma mint.Tidak hanya itu, Camellia juga merasakan kecupan demi kecupan di sepanjang leher dan bahunya yang sedikit terbuka.Namun, menyadari bahwa mereka berada di sebuah gedung yang ramai akan orang-orang di ruangan sebelah, akhirnya Camellia pun mencoba melepaskan diri dengan memaksa sepasang lengan kokoh itu mengurai pelukan.“Jangan, Blake, nanti ada yang melihat,” bisiknya, sembari melirik ke arah pintu saat merasakan tangan Hagen yang terus turun hingga ke dekat payudara.Dengan cepat Camellia pun menepis, dan pelan-pelan dia menjauhkan tubuh mereka yan
Read more
BAB 141 I Pesta Tetapi Bukan Pesta Biasa
Camellia terbangun dengan suara hujan dari luar jendela balkon kamar hotelnya. Gadis itu mengangkat kepala dan melihat ke arah balkon yang pintunya terbuka, hingga membawa udara dingin ke dalam kamar.Matanya mencari-cari keberadaan Hagen di dalam ruangan. Namun, dia tidak menemukan siapapun di sana. Sehingga gadis itu pun segera bangkit dari posisi berbaring sembari membawa selimut yang sejak tadi membungkusnya.Dengan dahi berkerut bingung, Camellia mencari-cari dalam ingatan akan kejadian malam tadi. Dan rasa panas perlahan naik ke pipi, dikarenakan Hagen yang mencoba main kucing-kucingan di ruang makan.Dia hendak kembali membaringkan diri, saat tiba-tiba pintu kamar dibuka dan sosok Hagen masuk ke dalam bersama beberapa bungkus take away di tangan.“Hey,” sapa p
Read more
BAB 142 I Jangan Menyentuh Milikku
Hagen hendak mengatakan tidak. Namun, lebih dahulu Camellia menyela dengan memarahi.Jemari lentik gadis itu menekan-nekan dada Hagen dengan keras, dan berulang-ulang. Sehingga Hagen pun melingkarkan jari-jarinya pada telunjuk Camellia yang sengaja menekan dadanya kuat, bermaksud menghentikan tantrum gadis itu yang mulai mendapat perhatian dari orang-orang di sekitar.Dengan nada tinggi dan gusar, gadis itu menatap Hagen dari balik manik mata Hazelnya yang menyala.“Jika kau ingin menunjukkan jenis wanita yang kau suka, tidak perlu membawaku ke sini! Cukup saja katakan seperti apa wujudunya!”
Read more
BAB 143 I Bukan Begitu, Camellia
“Tidak, bukan begitu, Camellia,” ucap Hagen, yang seketika menarik gadis itu ke dalam pelukan.Dia menarik wajah Camellia, dan menghapus air matanya yang jatuh. Dengan tatapan lembut penuh perhatian, Hagen pun mengelus pelan pipi dan bibir Camellia yang mulai basah karena air mata.“Aku tidak pernah berpikir kau lemah. Panggilan itu, karena aku menganggapmu sangat pantas untuk diperlakukan istimewa. Meskipun selama ini caraku sangat salah, tetapi aku tidak pernah berpikir untuk merendahkanmu dengan panggilan Princess,” jelas Hagen, sembari mendaratkan kecupan lembut di bibir Camellia yang bergetar menahan isakan. “Percayalah padaku, kau jauh dari kata lemah.”Hagen tahu bahwa perasaan gadis itu sangat sensitif saat ini. Hal itu terbukti dengan emosinya yang mudah tersulut hanya dengan kehadiran wanita lain. Dan seketika saja, Hagen merasa bersalah. Dia tidak mengira Camellia peduli. Bahkan, satu-satunya kecemburuan yang pernah
Read more
BAB 144 I Perkelahian
“Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Camellia sengit, begitu dia mendapati Irene masuk ke dalam ruang makan dengan tubuh tanpa dibalut busana.Wanita itu hanya memakai baju renang dengan ukuran tali sangat tipis. Dan setiap inchi dari tubuh wanita tersebut menjeritkan ‘godaan’ yang dengan sengaja menarik perhatian setiap pria di sana. Camellia yakin, Irene hendak menargetkan seseorang.Kepala gadis itu pun melirik ke arah pintu dengan gelisah. Dia berharap Frank segera tiba dan menyelamatkan dirinya dari rasa marah, karena keberadaan sosok perempuan di hadapan membuat hormonnya bergejolak.Melihat gesture Camellia, seketika saja Irene terkekeh pelan. Dan hal itu menarik perhatian gadis delapan belas tersebut.“Apanya yang lucu?” desis Camellia, menunjukkan rasa tidak suka yang kentara.Sejak pembicaraan dengan para pelayan di paviliun, rasa benci terhadap Irene semakin  bertambah. Sekarang barulah dia bisa
Read more
BAB 145 I Lukanya Perlu Untuk Diobati
Manik obsidian Blake Hagen jatuh pada sosok wanita yang tengah meringkuk di atas lantai. Perlahan-lahan mata itu pun beralih pada sosok wanita berambut blonde yang berdiri kaku tidak jauh darinya. Seketika saja wajah Hagen mengeras, dengan rahang mengetat dan pandangan tajam ke arah sosok wanita yang mulai mengiba.“Blake,” panggil wanita berambut blonde itu dengan suara bergetar.Mendengar namanya keluar dari mulut wanita tersebut, manik matanya pun menyala merah.“Jangan memanggilku dengan nama itu,” desisnya tajam. “Sejak aku memintamu untuk tidak menginjakkan kaki di Petunia, kau tidak berhak menyebut namaku.”Semua orang yang mengenal sosoknya sangat memahami bahwa nama ‘Blake’ tidak bisa disebut oleh sembarangan orang. Itu sebabnya, saat pertama kali Hagen berkenalan dengan Camellia, dia memberikan nama itu secara cuma-cuma. Bukan tanpa alasan.Dan kini, ketika dia mendapati Camellia meringkuk d
Read more
BAB 146 I Camellia dan Cemburu
“Apa kau sudah lebih baik?” tanya Hagen pada Camellia yang hendak berdiri dari ranjang.Setelah pemeriksaan yang dilakukan Timothy, Hagen memutuskan untuk membawa gadis itu kembali ke hotel. Dia tidak ingin mengambil resiko dengan membiarkannya tetap di rumah sakit. Lagipula, dia juga tidak ingin berpisah terlalu lama. Dan rumah sakit bukan tempat yang dapat memberinya kebebasan untuk melakukan lovey dovey pada gadis itu.Meskipun saat tadi Timothy sempat memarahi, karena tahu dirinya sudah melanggar ucapan dokter muda itu.“Berapa kali harus kukatakan, agar tidak menidurinya saat usia kehamilannya masih sangat muda, Hagen!” desis Timothy sembari berbisik dengan suara rendah, agar Camellia tidak mendengar pembicaraan mereka berdua.Dan, seperti yang sudah-sudah, Hagen hanya menanggapi dengan kedikan bahu. Menandakan bahwa dirinya sangat acuh.“Jika terjadi pendarahan, aku akan meminta Jaxon untuk memisahkan gadis itu d
Read more
BAB 147 I Surat Ancaman
Ketika tiba di parkiran, Hagen pun menurunkan Camellia dari gendongan. Perlahan-lahan dia menaruh gadis itu agar berpijak pada tanah.Tidak jauh dari mereka, terparkir sebuah mobil metallic yang sangat familiar. Namun sayangnya, tidak tampak Frank di sekitar.“Dia sedang mengurus sesuatu,” ucap Hagen, memberitahu Camellia yang terlihat sedang mencari-cari keberadaan bawahannya itu.“Oh,” respon gadis itu, seolah acuh. “Kalau begitu kita akan kembali ke hotel?”Tatapan Camellia terlihat penuh harap, membuat Hagen kembali mengulas senyuman.“Ya, Princess. Aku tidak mungkin membawamu ke klub, karena di jam seperti ini, tempat itu lebih seperti medan perang. Bukan waktu yang tepat untuk bersenang-senang.”Dia tidak ingin menjelaskan apa yang terjadi di markas Red Cage bila sudah melewati tengah malam, karena wanita seperti Camellia tidak perlu untuk mengetahuinya. Gadis itu terlalu polos dengan keh
Read more
BAB 148 I Bala Bantuan
Ketenangan yang biasanya Hagen tunjukkan, kini seolah sirna. Pria itu tampak kehilangan kendali akan emosinya yang mulai memuncak. Dengan pembawaan yang resah, segera Hagen mengeluarkan ponsel dan menghubungi beberapa pria. Orang kedua yang menjadi tujuan panggilannya adalah Jaxon Bradwood. Dia tidak peduli, apakah Jaxon masih tertidur pulas, karena kepala Hagen hanya dipenuhi oleh kecemasan akan situasi yang dihadapi. Begitu panggilan pada ponsel dalam genggaman tersambung, yang terdengar adalah suara serak Jaxon ketika bangun tidur. “Ada apa kau menghubungi di jam seperti ini?” geram pria itu sembari bersungut-sungut kesal, karena dia paling benci dibangunkan saat terlelap. Hagen yang tangannya bergetar terlihat mengusap wajah dan menyisir rambut dengan satu tangan. Dia menggigit ujung bibirnya hingga terasa amis darah di dalam mulut. “Aku butuh bantuan,” ucapnya, mencoba menekan emosi yang hendak
Read more
BAB 149 I Sisi Lain Irene 1
Irene berjalan sedikit tertatih saat keluar dari mobil. Dia memeluk diri sembari menundukkan kepala, menyembunyikan sisa-sisa tangis yang tadinya pecah. Wanita muda itu meninggalkan taxi, dan tidak sedikitpun memerhatikan sekitar. Karena kepalanya dipenuhi oleh rasa kecewa, amarah dan sedih secara bersamaan. Dengan kedua tangan berada di tengah-tengah tubuh, wanita itu pun terus berjalan memasuki halaman sebuah rumah penginapan yang dirinya sewa selama beberapa hari belakangan. Langkahnya pun terhenti di anakan tangga, sedangkan tatapannya yang kosong menatap daun pintu. Cukup lama gadis itu berdiam, sembari sesekali menarik napas dengan mata terpejam sesaat. “Hhh...,” helanya berat. Tampak jelas raut wajahnya dipenuhi pikiran yang berkelebat. Setelah mengambil waktu untuk menenangkan diri, Irene pun melanjutkan langkah kembali. Namun, baru saja dia tiba di beranda, saat pintu di hadapannya terbuka secara tiba-tiba dan menampilkan sosok Hestia yang bermimik marah. “Aku menghub
Read more
PREV
1
...
131415161718
DMCA.com Protection Status