All Chapters of Tertawan Dua Suami: Chapter 101 - Chapter 110
167 Chapters
101. Kau Harus Meninggalkan Negara Ini
Rafael masih berada dalam posisi yang sama sejak Juni meninggalkan penthouse-nya. Ia masih bersandar di kaki ranjang dengan kepala tertunduk frustrasi. Juni lepas dari genggamannya. Juni pergi lagi darinya, dan Rafael tak bisa meraihnya kembali.Kehamilan dan kepergian Juni membuat Rafael frustrasi. Kata-kata Maria masih menusuk hatinya seberapa kali pun ia mengingatnya."Jangan salah paham dengan mengira kau yang sudah sukses dengan dukungan dari Tanaka Benjiro bisa mengalahkan Saga Atlanta. Tanaka Benjiro bahkan tak sebanding dengan Lahendra asal kau tahu, apalagi dengan Atlanta."Rafael mencengkeram rambutnya sambil mengerang putus asa. Ia sudah berusaha keras sampai rasanya mau gila dan ia tetap tak bisa meraih Juni. Ia pikir dirinya sudah bisa sepadan dengan Juni, akan mudah baginya bersatu kembali dengan sang istri, namun segalanya tak sesuai dengan perkiraan Rafael.Ia harus melewati jalan yang sangat sulit lagi. Ber
Read more
102. Pelukan Hangat di Tengah Hujan
Saga memijat pangkal hidungnya. Ditepisnya dokumen dan kertas-kertas yang menumpuk di atas meja. Saga pikir dengan menyibukkan diri dengan pekerjaan, dia bisa melupakan ketakutan dan kekhawatiran yang terus bersarang dalam hatinya. Nyatanya hari ini adalah hari ketiga Juni masih terbaring di ranjang rumah sakit tanpa sekali pun membuka matanya. Saga melirik Juni. Tak ada tanda-tanda ia akan membuka matanya. Wajahnya masih pucat dan tubuhnya kian ringkih.  Saga bahkan tak menghitung waktu lagi. Tahu-tahu di luar sudah hujan deras dan jam dinding menunjukkan waktu tengah malam. "Hahh! Kapan kau bangun?"  Saga menunduk di tepi ranjang sambil menghela napas berkali-kali. Saga bahkan lupa bagian tubuh Juni yang mana saja yang dia cengkeram dan sentuh dengan kasar. "Bangunlah. Aku tidak akan melakukannya lagi." Seperti mantra yang sia-sia, Juni sama sekali tak bereaksi.  "Tuan Besar, ini saya." Saga tak
Read more
103. Bukti di Tangan Maria
Maria menyeringai melihat bukti-bukti yang tersimpan rapi di ponselnya. Di balik musibah pasti ada hikmah yang bisa dipetik. Kata-kata bijak itu memang benar. Ia bisa melempar keluarga pelacur itu kepada Atlanta. Sedikit minyak yang dituangkan pada api yang membara akan membuatnya semakin seru.Maria akan membuat mereka tak punya waktu untuk menghindar atau pun mengelak. Pesan-pesan Jeni dan Rafael, riwayat pertemuan mereka dan rekaman telepon mereka sudah ada di tangan Maria.Maria tinggal mencari para preman yang disewa oleh Jeni.Ini sempurna. Tangannya bersih dan musuhnya akan segera lenyap.Maria berdiri dan melangkah keluar dari ruang kerja pribadinya.Saatnya makan malam keluarga.***"Banyak kerjaan? Baru kali ini Kakak terlambat ke ruang makan."Seperti biasa, yang repot- repot menyapanya dengan ejekan tersirat adalah Leticia, sedang Sandi tak peduli sama sekali apaka
Read more
104. Pilihan Rumit dari Maria
Jeni meninggalkan ruangan Maria dengan terburu-buru. Kakinya bahkan hampir tersandung di anak tangga. Saat ia membuka pintu kamarnya, sekujur tubuhnya sudah gemetar hebat.Sialan! Bagaimana caranya Maria mendapatkan bukti-bukti itu?! Padahal sebisa mungkin, Jeni sudah menghapus semua jejak yang sudah dia tinggalkan.Tak akan ada yang bisa menganalisis dirinya saat ia memasuki hotel itu. Seluruh tubuhnya telah ia tutup dengan Khimar dan niqab malam itu.CCTV di sekitar toilet dan tempat penculikan Juni pun sudah ia sabotase. Segalanya bersih, termasuk orang  suruhannya yang sudah ia beri uang dan ia kirim ke tempat yang sangat jauh. Tak ada yang bisa mengendus keterlibatannya.Kecuali jika Rafael membuka mulut.Bajingan! Jeni lupa jika pria itu tak mempercayainya lagi dan sangat mungkin untuk membongkar keterlibatannya. "Rafael sialan! Sudah capek-capek aku membantunya!"Jeni bergerak k
Read more
105. Menyingkirkan Bukti
"Jadi apa yang harus kita lakukan, Bu? Dan tolong berhentilah mondar-mandir di depanku, bau parfum Ibu sangat menyengat.""Diamlah, Jeni! Aku sedang berpikir. Kita harus menghentikan nenek lampir itu!""Tapi, bagaimana caranya?""Kau tidak lihat aku sedang mengerahkan seluruh sel otakku untuk berpikir?!"Leticia kembali berjalan mondar-mandir di tengah kamar sambil menggigit ibu jarinya."Ini semua karena Ibu! Jika Ibu tidak menyuruh orang suruhanku untuk membunuh Juni, maka masalahnya tidak akan sebesar ini!""Kenapa kau menyalahkanku? Kau yang bergerak sendirian, kalau kau mengajak ibumu ini maka aku akan membantumu dengan cara yang tidak terlihat." Diarahkannya telunjuknya kepada Jeni dengan marah."Dan sekarang Ibu menyuruhku berkorban sendirian." Jeni menghela napas, sedikit lagi ia akan merasa putus asa.Kuku-kuku yang dirias cantik itu kembali Leticia gigit. "Tadi kubilang kau harus diam, Jeni.""Aku tidak akan me
Read more
106. Seret Jeni Lahendra
"Nyonya Lahendra sudah mengirim bukti-bukti ke email Anda." Beberapa saat yang lalu, Edward memanggil Saga untuk membicarakan hal yang penting. Dengan terpaksa, Saga menjauh dari Juni sebentar dan keluar dari ruangan. Saga menaikkan sebelah alisnya. "Kapan?""Tadi malam, pukul tujuh."Saga merogoh ponsel dalam saku celana santainya lalu memeriksa pesan-pesan yang masuk di email-nya.Benar saja. Ada pesan dari Maria sejak kemarin malam. Jari-jari Saga tertahan sejenak. Dadanya berdebar aneh saat sedikit lagi ibu jarinya akan membuka pesan itu.Karena apa pun hasil yang ditunjukkan Maria. Keduanya akan terasa berat baginya.Jika Juni tidak bersalah, maka Saga harus menanggung perasaan bersalah yang amat sangat. Lagi-lagi dia menyakiti wanita itu. Dia tidak menyukainya.Jika hasilnya memang seperti yang ia yakini selama ini, maka ia mungkin akan kembali murka dan akan mengasari wanita itu lagi.Ah,
Read more
107. Pengakuan Dosa Leticia
Leticia terdiam sejenak. Tatapan matanya kosong, sedang bisa ia rasakan pandangan Maria yang terus menghunjamnya tanpa putus."Bicaralah. Kau terlihat ragu.""Aku ... aku ingin bicara soal—" Leticia mengernyitkan dahi. Begitu berat baginya untuk mengakui semua dosa yang telah ia lakukan.Tapi jika ia tidak melakukannya, maka Atlanta yang sangat bengis dan tidak punya rasa kasihan itu yang akan memusnahkannya dan juga anak-anaknya. 'Sialan! Aku ingin membunuh wanita jalang ini saja!' Diliriknya Maria dengan sengit. Sandi mengerutkan kening menunggu Leticia yang terus bergelut dengan hati dan pikirannya sambil meremas-remas kedua tangannya.  "Aku ingin mengakui sesuatu.""Mengakui apa?"Leticia menunduk putus asa. Mungkin Sandi bisa mengampuninya. Ia harus terus bertahan. Tak ada cara lain selain ini. 'Ah, tapi bukankah semua bukti itu sudah dihapus?' Setitik harapan muncul di hati Leticia. Ia
Read more
108. Anak Itu Akan Kuterima
Mata Jeni perlahan terbuka. Meski terasa berat dan membuatnya ingin memejamkan mata kembali, tapi denyut sakit di kepalanya serta merta membuat Jeni mengernyitkan dahi.Ia pikir setelah membuka mata, ia akan lepas dari kegelapan. Nyatanya sama saja, malah ditambah dengan sumpek dan panas.Posisinya pun tak kalah mengagetkan. Kedua tangan dan kakinya terikat pada kursi yang sedang ia duduki. Jeni sama sekali tak bisa bergerak. Dengan mulut yang tertutup lakban hitam berlapis-lapis, Jeni berusaha berteriak. Segalanya gelap. Sejauh matanya memandang ke depan, tak ada setitik pun cahaya yang masuk, seolah ia tengah berada di dasar tanah. Suhunya pun sangat panas.'Di mana ini!!' Jeni menjerit dalam hati. Setengah mati ia berusaha bergerak, mengabaikan rasa sakit di kepalanya seperti ditusuk ribuan jarum bersamaan.Jeni harus keluar dari sini. Dihentakkannya kedua tangannya, namun tali yang mengikatnya sangat kuat sampai menggores tangan Jeni.&nbs
Read more
109. Selamat Bersenang-senang, Jeni Lahendra
Jeni kembali terbangun dan langsung mendengar suara derap langkah kaki di sekitarnya. Ia juga merasakan kehadiran beberapa orang.Namun, segalanya masih gelap. Belum ada penerangan apa pun sampai Jeni merasa seperti orang buta saja."Siapa? Siapa di situ?" Suaranya serak dan tenggorokannya sangat kering. Sejak ia bangun untuk pertama kalinya di tempat ini, tak ada setetes pun air yang membasahi mulutnya."Siapa di situ?!" Tak ada suara sama sekali. Jeni yakin mendengar ketukan sepatu tadi. Suasana yang sepi dan mencekam itu membuat Jeni bergidik. Ia mulai merinding dan merasa takut."Siapa? Apa mau kalian? Lepaskan aku!!"Sekejap kemudian, setitik cahaya meneranginya. Membuat Jeni terperanjat dan memalingkan wajah, terkejut karena tahu-tahu cahaya yang datang tiba-tiba itu menyilaukan matanya yang terbiasa melihat dalam kegelapan.Suara ketukan sepatu terdengar kemudian. Pelan, lembut, namun mengintimidasi.S
Read more
110. DI MANA JENI?!
Baru kali ini mobil Sandi berpapasan dengan mobil Maria di halaman rumah Lahendra. Keduanya turun dari kendaraan masing-masing.Seperti biasa, Maria akan berjalan lebih dulu tanpa menoleh sedikit pun pada Sandi yang berjalan di belakangnya. Tapi, jika dulu Sandi juga tak terlalu peduli, maka sekarang ia memanggil wanita itu dan menghampirinya dengan cepat."Ada apa?" Maria menolehkan kepalanya sedikit, tak acuh dan dingin."Di mana kau mengirim bukti-bukti itu?"Mata maria menyipit. "Kau belum memeriksanya?Kebungkaman Sandi membuat Maria mendengus. "Kau memang tidak peduli atau terlalu pengecut untuk melihatnya?"Sandi memalingkan wajah. Tak membantah sedikit pun. Mungkin tebakan Maria memang benar. "Aku mengirim buktinya di email pribadimu." Maria melanjutkan jalannya  dengan marah."Tunggu," panggil Sandi lagi.Maria berhenti dan menoleh kembali dengan raut masam. "Ada apa lagi?"Ketakutan dan kekhaw
Read more
PREV
1
...
910111213
...
17
DMCA.com Protection Status