Semua Bab Pendekar Dua Jiwa: Bab 91 - Bab 100
146 Bab
90. Klaim Jasa
Setelah Zhou kembali ke kota, dia kaget akan kerumunan yang terjadi. Warga Xiao Pei yang masih sehat menyambut sang pahlawan, mereka mengelu-elukan nama pahlawan."Hidup paman Kaisar! Hidup paman Kaisar!"Semua warga bertepuk tangan ketika rombongan Liu Bei datang. Pria itu duduk di kuda, di sisi kirinya Zhang Fei, di sisi kanan Guan Yu. Di belakangnya pasukan Cao Cao berjalan tertunduk, babak belur, terikat tali tambang. Pasukan Liu Bei menjaga para tawanan itu dengan ketat."Tukang bakpao tempo hari, kan?" ucap Zhou dari alam bawah sadar. "Iya itu, itu dia!""Kamu mengenalnya, Zhou?" tanya Deng Ai."Ya, si rakus yang menjual bakpao perbiji satu tael perak."Deng Ai tidak percaya
Baca selengkapnya
91. Permintaan Zuo Ci
Dua singa jantan bersiap di lapangan. Zhang Fei dengan tombak berkepala golok bentuk lekuk halilintar, sementara Deng Ai membawa pedang biasa khas Huasan.Semua yang hadir di ruang gubernur berkumpul, bersiap menjadi saksi siapa yang paling hebat di antara mereka berdua, hingga Huo Tuo menengahi kedua pejantan."Pendekar pendekar, banyak rakyat menderita di balik tembok ini. Banyak mereka yang terluka, berjuang setengah mati berusaha tetap hidup, sementara kalian dua pria bugar malah ingin saling bunuh.""Minggir kau tua bangka!" sentak Zhang Fei, mengundang tepukan keras tombak Guan Yu.Liu Bei membelakangi Zhang Fei, memberi hormat pada semuanya."Maafkan saudara hamba. Benar kata pria tua ini. Tidak bagus bagi kita untuk b
Baca selengkapnya
92. Abu-abu
Gegap gempita terasa di gedung gubernur. Zhou kira mereka mau diajak berpesta, nyatanya salah. Prajurit membawa melalui taman samping menuju sebuah gubuk yang sepertinya tempat penyimpanan alat-alat berkebun. Dua prajurit menanti mereka."Maaf, hanya Zhou," ucap prajurit, menahan Zuo Ci, sambil mempersilahkan menunggu di taman.Zuo Ci memberi anggukan. "Aku tunggu, Zhou. Jangan lama-lama."Cahaya lilin menyinari gubuk kecil. Tao Qian duduk menanti. Dia mempersilahkan Zhou duduk di bantal depan meja. Raut wajah beliau sungguh serius, tiada senyum sedikitpun. Hal ini membuat Zhou paham situasi yang mendesak. "Ada apa Paman Tao Qian?""Tentang Liu Bei. Aku tidak suka dia,
Baca selengkapnya
93. Aktor
Hari berganti. Kali ini Bian yang menguasai tubuh Zhou.Malam begitu terang juga berisik oleh mercon besar. Jalanan kota padat oleh rakyat yang berpesta. Barongsai menguasai jalan. Suara tawa tersamar oleh suara letupan mercon.Bian mendapati Yo Sa dan Shi berduaan di atas genteng, memancing senyumnya muncul. Setidaknya dengan begini Shi memiliki kesempatan mencicipi cinta yang bertepuk tangan. Sementara di sisi lain, Deng Ai beserta para rakyat berdansa sambil membawa kendi arak besar.Zhou tersenyum memandang bulan yang begitu besar di angkasa. Andai Lu Xun ikut, pasti suasana akan lebih meriah. Lamunannya buyar ketika seorang pasukan menghampiri.
Baca selengkapnya
94. Permintaan Aneh
"Kacau, kacau," keluh Zhou. Menurut orang sekitar hujan adalah berkah keberuntungan. Sementara menurut Zhou hujan ya hujan, basah, membuatnya terjebak dalam paviliun bersama para orang tua. Dia berjongkok di muka pintu, meneguk arak, menanti hujan reda.Tanpa dia sadari Huo Tuo menghampiri."Nak." "Oh, tabib Huo Tuo--"Pria itu menekan pundak kanan Zhou supaya tidak perlu berdiri. "Jangan menoleh, fokus ke depan. Zuo Ci menceritakan semuanya kepadaku."Zhou memandang datar. Siapa sangka Zuo Ci ember. Huo Tuo lanjut
Baca selengkapnya
95. Fitnah
Rumah gubernur ramai seperti pasar. Rakyat berkumpul di depan gerbang utama rumah, berbisik-bisik. Mereka yang di belakang berjinjit untuk mengintip ke dalam rumah."Ada apa ini?" tanya Bian yang menguasai tubuh Zhou.Alih-alih mendapat jawaban, dia di dorong kasar oleh seorang pasukan.Pasukan lain membelah kerumunan. Ketika Zhou lewat, pandangan sinis dari para warga tercipta."Dasar pembunuh!""Eksekusi saja!"Tomat busuk, sayuran, semua melayang ke badan Zhou, tapi dia diam tak membalas. Dia tak mengerti dan penasaran ada apa?Setibanya di ruang utama, Zhou kaget melihat Tao Qian terkapar di lantai. Darah kering menodai pakaian jug
Baca selengkapnya
96. Babak Baru
Zhou enggan, tapi keadaan memaksa. Dia menyandera Yosa dengan merangkul dari belakang sambil mengancam akan menggorok lehernya."Sekarang kembalikan uang, juga gulungan itu kepadaku!""Zhou, apa yang kamu lakukan?" sentak Huo Tuo.Semua orang di ruang itu menjadi seperti pepohonan tertarik angin topan. Mereka tak bergerak, tapi berusaha mendekat."Ayo kalau berani maju, akan ku gorok lehernya," ancam Zhou. "Cepat, mana kantong uangku juga gulungan itu!"Dasar bedebah, sudah aku tebak, dari awal kamu mengincar sesuatu!" bentak Zhang Fei. "Sini, biar aku potong-potong kamu--"Dari samping Guan Yu menarik lengan Zhang Fei. "Tenang s
Baca selengkapnya
97. Penyakit Cao Cao
Setelah sampai di kota Xuchang, Cao Cao tidak membuang waktu. Dia langsung menyuruh pasukan yang menjaga kota untuk membuat camp-camp pantau. Sementara pasukan yang baru tiba bersamanya dari Xiao Pei, beristirahat. Dia juga enggan melakukan serangan langsung ke kota, karena ingin kota kembali tanpa lecet.Sekarang para punggawa berkumpul di gedung gubernur kota Xuchang."Katakan pada mereka, pakai kuda terbaik. Cukup bantai para pasukan Lu Bu di luar tembok," perintah Xun You pada pasukan.Pasukan itu pergi tergesa keluar dari gedung."Satu minggu sudah, kapan kita serang mereka?" tanya Xiahou Dun.Cao Cao malah asik mengupas kacang tanah rebus. Dia makan sambil minum arak.&
Baca selengkapnya
98. Taktik Asap Kelam
Di bawah taburan bintang, Guo Jia bertemu Xun You. Nyala obor yang Guo Jia bawa menjadi penerang tunggal setelah Xun You menyuruh pasukan pengawalnya pergi."Ada apa?" tanya Xun You."Apa menurutmu Cao Cao setia pada Han?""Tentu. Dia punya janji pada banyak orang untuk setia pada Han. Kenapa?"Guo Jia melangkah pelan menuju aliran sungai. Di seberang jauh, cahaya dari arah kam pasukan Yuan Shao menantang langit. "Jika Cao Cao menyuruh pasukan membunuh Kaisar Xian, apa pasukan akan menurut?""Tentu. Pasukan setia pada Jenderal, dan Jendral setia pada kaisar."Guo Jia menunjuk kam pasukan Yuan Shao. 
Baca selengkapnya
99. Memancing Perkara
Cao Cao paling suka mengamati wajah-wajah punggawa yang bingung. Dia merasa puas ketika tiada satupun orang yang mampu membaca pikirannya. Karena mereka yang bisa membaca pikiran majikan, berpotensi menggantikan posisinya kelak. "Apa kalian punya rencana?" Semua yang hadir berdiskusi, tapi tiada jawab tercipta.  Xun You memutuskan maju ke tengah ruang, memberi hormat Cao Cao. "Apa rencanamu, Gubernur. Kami menanti." Cao Cao terkekeh, setengah meledek suara tawanya. "Jadi para cendikia tidak bisa menyelesaikan masalah ini, heh?" Cao Cao berdiam diri sesaat, menenangkan tawanya. "Pancing Lu Bu untuk keluar Puyang." "Akan muda
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
89101112
...
15
DMCA.com Protection Status