Semua Bab Pendekar Dua Jiwa: Bab 71 - Bab 80
146 Bab
70. Sambutan Pedas
Ledakan terjadi karena ulah Deng Ai dan para Bu. Beruntung Zhou berhasil keluar dari lubang dengan semangat. Dia mendarat di tepi sungai atas."Zhou!" teriak Deng Ai memeluk Shi.Para senior yang menangkap tiga serangkai Bu kaget, mengucek mata. Mereka masih tidak percaya dengan apa yang terjadi.Sementara Qiao hendak berlari memeluk Zhou, tapi pemandangan yang dia lihat. Lelaki yang dia cintai membopong gadis, dia tahu siapa Lu Xun. Gadis itu merangkul leher Zhou, enggan turun walau mereka sudah selamat. Perasaan Qiao campur aduk, hingga air mata tumpah. Beberapa bulan dia setia menaruh arak dan bunga di sini. Ketika yang lain yakin Zhou telah tiada, dia percaya
Baca selengkapnya
71. Sang Durjana
Setelah kehilangan semua pasukan, Cao Cao tidak tenggelam dalam kehampaan berlebih. Selama lima tahun dia berhasil memperluas wilayah dan membangun kekuatan militer di tanah tengah. Chenliu, Xuchang, Puyang, Wan, empat kota besar berada di bawah kekuasaannya setelah berhasil memperdaya para gubernur untuk memberi giok kuasa.  Cao Cao tidak sungkan memakai bekas pasukan pemberontak Yellow Turban sebagai pasukan, yang dilatih sebagai pasukan Qing. Di bawah komando Xiahou Dun, mereka sangat buas hingga singa memilih menaruh cakar dan taring, kabur dari mereka. Siang ini keadaan Xuchang aneh. Semua orang di kota memakai kain putih untuk membalut pakaian mereka, juga memakai topi kain putih berekor panjang, mereka juga menggantung kain putih di setiap rumah, bahkan di depan gerbang kota dan tembok luar kota. 
Baca selengkapnya
72. Insiden di Sawah
Karena pertimbangan logistik di musim salju, Cao Cao menunda invasi ke kawasan Xiao Pei sampai musim panen tiba.  Di pagi hari yang cerah, dia melancarkan invasi nyata, dengan beralasan membalas dendam kematian Ayah. Empat kuda berbaris menarik kereta kuda besar melewati lahan padi yang siap panen. Di atas kereta kuda berpayung besar Cao Cao duduk sambil membaca buku. Sekarang jenggotnya sangat lebat, hitam, menutup seluruh dagu, membuatmya bagai beruang garang. Di depan kereta kuda beberapa pasukan berkuda membuka jalan. Di sisi kiri dan kanan pasukan infanteri mengawal. Di belakang seperti naga panjang ratusan ribu bergerak secara teratur, mereka membawa peralatan perang juga logistik. Cao Cao memimpin 50.000 pasukan pemanah. Sementara 700.000 pasukan terbagi
Baca selengkapnya
73. Benih Kebimbangan
Cao Cao mengamati wajah Xu Huang yang tanpa kerut. Dia mengartikan itu sebagai tiada niat jahat atau maksud tersembunyi dari pertanyaan pemuda di depannya. Terlebih sikap tenang dan aura petarung yang bagai laut tanpa angin menarik rasa bangga juga ngeri bersamaan. Cao Cao merasa beruntung mendapat Jenderal permata yang terselimuti tanah pekat seperti Xu Huang. Ketika pasukan datang hendak menyeret si permata menuju kerangkek, Cao Cao memberi kode dengan lambaian lemas tangan supaya mereka melepas Xu Huang. "Pertanyaan yang sangat bagus."  Cao Cao memandang sekitar, banyak orang-orang bingung. Ini membuat raut wajahnya berseri-seri karena mereka tak mampu menebak pikirannya. Dia lanjut bicara, "Aturanku tadi sangat buruk, karena aturan yang baik tidak membuat ce
Baca selengkapnya
74. Panggilan Dadakan
Sementara itu di Huasan, api cemburu membutakan mata beberapa murid. Qiao tahu rubah seperti apa Lu Xun. Menurutnya gadis yang menyamar sebagai lelaki guna merebut cinta adalah iblis jahat. Dia paham benar jika dia bertindak gasak-gusuk, bisa berujung sial. Dia berusaha bermain cantik dengan menjadi 'kakak baik' bagi Lu Xun. Selama beberapa hari terakhir dia selalu mengajak Lu Xun berlatih pedang. Siang ini dia bersama Deng Ai, Zhou, Shi, dan Lu Xun berkumpul di perpustakaan. Dia membawa buku tua duduk di sebelah Zhou yang saat ini berada di bawah kekuasaan Bian. Qiao cemberut mendapati Zhou sedang bercengkrama dengan Lu Xun. "Zhou, lihat ini, pedang keramat meteor. Satu dari dua senjata Liu Ban."  Dia menar
Baca selengkapnya
75. Derita Cinta
Semua murid tahun kelima Huasan berkumpul di pagoda Air Terjun. Guru gendut menanti mereka bersama guru wanita tua. Para siswi berada di sisi kiri sementara para pemuda memenuhi sisi kanan. Shi yang terakhir datang, melangkah pelan berdiri di baris paling belakang. Raut wajahnya seperti es, pandangan sipit fokus ke depan. Tiada senyum mencuat di bibir. Bian yang menguasai tubuh Zhou menilai dia masih cemburu. Pintu utama perlahan tertutup rapat. Semua siswa panik ketika suara dentuman pintu menggema, kecuali Bian yang menguasai tubuh Zhou dan Shi. "Shi, sini!" ajak Deng Ai, tapi Shi tak bergeming. "Zhou, Ada apa dengan Shi?" "Fokus ke depan," saran Zhou berdiri gagah di sebelah Ai. Semua siswa berdiri tegap dalam barisan
Baca selengkapnya
76. Peringatan
Banyak siswi Huasan mencuri start. Sebelum matahari berdiri di angkasa, mereka berbondong-bondong turun gunung. Beberapa malah membantu guru dan senior demi stempel.  Para siswa tak mau kalah, mereka berpencar penuh semangat ke segala arah.  Zhou hari ini menguasai badan. Dia, Shi, Ai, dan tiga Bu berkumpul di jalan setapak di muka gapura depan tangga kaki gunung Huasan, yang rimbun oleh pepohonan di sekitar. "Awas kalian ya, siap-siap memanggil kami 'Kakak'!" Tiga Bu tertawa lantang. Mereka melayang menuju selatan, sepertinya mau ke kota Jiangxia. Ai menepuk dada Shi dan Zhou di sisi kiri dan kanannya bergantian. "Hei, apa kalian yakin mau ke Xiao Pei?" Tanpa menj
Baca selengkapnya
77. Kekejaman Pasukan Qing
Sehari terlewati. Pagi kembali datang, Zhou kembali menguasai tubuhnya. Tinggal beberapa jam perjalanan, mereka bakal tiba di tembok kota Xiao Pei. Baru saja rombongan hendak keluar desa, suara teriakan histeris dan ringkik kuda terdengar dari arah sawah, membawa mereka menuju ke sana. Beberapa pasukan berkuda menabrak para petani, menusuk punggung mereka yang terjatuh memakai tombak.  Beberapa pasukan infanteri juga menangkap kerbau di sawah, membawa hewan pergi. "Ya Dewa, apa-apaan ini!" teriak Deng Ai, badannya bergidik melihat semua itu. Puluhan rakyat berlari ke arah Zhou, beberapa dari mereka terjatuh. "Ampun, ampun!" teriak seorang pria tua menggendong anaknya di
Baca selengkapnya
78. Gadis Pendekar
Empat tombak pasukan yang nyaris menusuk Shi patah. Sehelai kain merah jambu tipis pelakunya. Seorang pendekar gadis menampar keempat pasukan memakai kain tipis, hingga mereka jatuh.  Dua gadis pendekar lain mendarat gemulai di sekitar sandera wanita, menyerang tanpa terdeteksi para pasukan di sekitar mereka, hingga  pasukan tumbang. Para gadis pendekar memakai pakaian serupa, berpakaian putih berkombinasi sutra merah jambu. Pakaian menutup nyaris seluruh tubuh, kecuali bagian atas leher dan sebagian pundak. Mereka bagai bidadari khayangan yang mendarat ke bumi. Kecuali seorang gadis anggun yang memakai pakaian serba putih tanpa merah. "Bertobatlah kalian," ucap gadis paling cantik, dengan nada indah.  Ter
Baca selengkapnya
79. Pengungsi
Para pasukan ini berbeda dari pasukan Qing. Mereka memakai pakaian biasa berwarna gelap, lusuh, juga memakai ikat kepala merah darah, atau mungkin itu perban? Karena beberapa dari mereka mengenakan perban di lengan juga kaki, wajah mereka pun berhias darah kering.Yo Sa memberi salam dengan sopan, sedikit membungkuk. "Saya Yo Sa, murid Hengshan, dari puncak gunung Taiping. Keponakan jauh dari Yo Qiang, istri gubernur Tao Qian."Yo Sa memperkenalkan Sima Shi dan Sima Zhou, sembari memberi kode bagi seorang gadis pendekar memberi lambang giok naga berwarna putih susu pada pria bersenjatakan tombak."Hh? Adik Zhou dan Shi?" Deng Ai datang bersama beberapa penduduk desa, mereka membawa beberapa korban. "Kamu mengenal
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
15
DMCA.com Protection Status