Semua Bab DOWN UNDER DOWN: Bab 111 - Bab 120
157 Bab
Menikmati Kebersamaan
Magisa mengeluarkan isi kopernya lalu  mulai mencari sesuatu; sebuah jaket tebal. “Nggak ada selimut jaket pun jadi,” kata dia, entah mengapa masih terlihat riang di malam selarut ini dan aku sudah menguap berkali-kali sejak tadi. Magisa mulai  menyusun baju-bajunya sebagai alas tidur di sudut ruangan. Dia melemparku sebuah jaket berbulu miliknya yang berwarna merah maroon. Serius dia menyuruhku tidur di lantai hanya dengan selimut beralaskan tumpukan baju-baju di antara koper kami? Aku menggeleng, menolak memakai jaket itu. Magisa mendengus. “Lantainya dingin, kalau kamu nggak mau masuk angin lebih baik dipakai,” dia memperingatkan. Aku membuka lipatan jaket merah marun Magisa yang berbulu-bulu itu. “Ini?” aku meyakinkannya sekali lagi bahwa aku tidak mau memakai jaket perempuan dan warnanya merah pula.
Baca selengkapnya
Maket
Semuanya sudah berubah. Aku tidak tahu di mana gadis itu berada. Kenapa aku masih saja merasa bersalah? Aku sudah berusaha sekuat tenaga bukan? Tapi, tetap saja aku tidak bisa menemukannya. Seolah dia ditelan bumi. Kenapa dia bisa hadir di dalam mimpiku? “Kamu mikirin apa sih?”, Magisa memelukku sambil menyandarkan seluruh tubuhnya di punggungku. “Pasti pikiran kamu sudah sampai di Sydney, ya ‘kan?” Aku hanya tersenyum. “Aku kan udah bilang, kalau kamu mau balik nggak apa-apa. Toh rumah kita udah jadi. Kamu udah bantuin aku menyusun perabotan,” ujar dia. “Tapi, sekali aku pergi, susah untuk kembali ke sini. Sekali pun itu demi kamu...,” kataku sedikit sedih. Lalu menoleh. Perhatianku kemudian tertuju pada sesuatu yang berada di tengah-tengah ruangan kami. Maket gedung yang dibuat oleh Magisa untuk klien pertamanya. Sudah ha
Baca selengkapnya
Mummy
Sydney, Australia.... Kenyataannya Saira tidak pernah kembali untuk membalas. Jika dia ingin kembali, sudah pasti dia muncul dan mengacaukan kami. Tapi, yang aku tahu Saira bukan seorang pengacau. Betapapun berantakannya dia, dia tidak pernah membalas kejahatan dengan cara menghancurkan orang lain. Aku tahu itu. Lagipula enam tahun adalah waktu yang lama. Sebagaimana aku telah melupakannya, mungkin dia juga sudah menemukan kebahagiaannya. Bisa saja saat ini, dia menjadi model majalah di tempat lain dan terkenal. Atau tengah menikmati indahnya ladang bunga matahari di satu negara. Entah. Dia bukan lagi gadis kecil yang membenci orang dewasa karena saat ini pun dia sudah dewasa. Atau barangkali telah menikah dan memiliki seorang anak; bisa jadi beberapa anak. Aku tersenyum kepada bunga matahari yang hampir layu di dalam vas besar  di tengah-tengah k
Baca selengkapnya
Whipped Cream
Aku mengendarai Cadillac-ku menuju rumah Reggina dan Beatrize untuk acara makan malam sebelum berangkat ke Indonesia.  “Kamu sama sekali belum bilang Magisa?” Beatrize bertanya. Ia sedang sibuk menyiapkan makan malam untuk kami selagi Reggina belum pulang. “Surprise,” jawabku sambil menghampiri untuk melihat apa yang bisa kubantu untuk makan malam spesial kami. Beatrize tersenyum, sementara tangannya sibuk mencincang daging. Dia ingin membuat pie daging dan sup kacang polong. Aku bisa melihat semua bahan sudah disiapkan di atas meja oleh Winnie, pengurus rumah tangga. “Kamu mau Pavlova?” tanya Beatrize padaku. “Ya, it would be nice. Satu bulan di Jakarta aku sering makan mie cup instan,
Baca selengkapnya
Menyembunyikan Sesuatu
Saira hanya memandangi kaleng soda itu tanpa menyentuhnya sama sekali. Bukankah minuman itu yang dia inginkan di Walmart? Dia masih menatapku dengan wajah muram dan merengut. Sejak aku mengajaknya untuk singgah di restoran terdekat dan duduk untuk sekedar bicara; dia belum mengucapkan sesuatu. “Ngapain kamu di Australia?” tanyaku menatapnya, memperhatiiikaaannn raut wajahnya. “Sejak kapan?” “Sejak   enam tahun   yang lalu. Memangnya kenapa?” balas dia, agak ketus tanpa merubah raut wajah masam itu. Dia tampak tak ingin berlama-lama denganku karena dia sendiri tampak gelisah; sambil menggoyang-goyangkan lututnya, menatap ke sana ke mari kecuali ke arahku dan dia beberapa kali menengadah seperti sedang menanggul air mata dengan cekungan yang dalam pada kedua matanya. Agaknya dia benar-benar terpaksa menghadapiku. “Enam tahun?” ba
Baca selengkapnya
Sydney Opera House
Dia berjalan lagi seolah kaki-kakinya yang kurus tidak pernah merasa lelah. Padahal dia juga tidak punya tujuan pasti. Katanya selain tidak punya uang juga tidak punya tempat tinggal. Siapa yang menelantarkannya? Saira tidak pernah menjawab dengan pasti. Dia hanya berkata ingin pulang. Namun, ada yang aneh saat aku memperhatikan langkahnya yang ringan. Sesekali tampak Saira menghirup udara setiap angin bertiup. Entah. Aku melihatnya seperti seekor burung yang baru saja lepas dari sangkarnya dan terbang bebas. Sejak meninggalkan restoran dengan perut kenyang, dia sedikit lebih ceria walaupun masih menghindari banyak pertanyaan dariku. Selain itu juga dia masih enggan memulai percakapan. Cahaya matahari semakin berkurang intensitasnya. Aku mungkin melewatkan makan malam di rumah sebagaimana aku mengabaikan telpon dari Mum dan Magisa. Aku mengikuti langkah Saira seakan takut ini akan menjadi t
Baca selengkapnya
Harbour Bridge
Ponselku batrai-nya habis. Aku masih meninggalkan mobilku di parkiran pusat perbelanjaan. Seumur hidup, ini adalah malam yang terasa panjang bagiku; seolah larut malam bukan waktunya tidur; seakan matahari tidak akan datang esok hari karena aku harus melakukan banyak hal. Setelah makan di restoran di dekat Walmart, aku mengikuti Saira berjalan kaki tanpa tujuan. Ini bukan pertama kalinya kami berjalan seperti ini dan seolah tanpa tujuan. Aku sudah melewatkan makan malam bersama keluargaku dan pastinya Mummy tidak jadi membuat Pavlova. Aku bahkan membuang belanjaaanku karena merepotkan membawa keranjang itu saat mengikuti Saira. Aku tidak mau di saat aku menaruhnya di mobil, Saira sudah menghilang lagi. Sekarang kami duduk di taman kecil yang selalu ia perhatikan dari seberang jalan karena sepertinya dia butuh sedikit beristrihat setelah pengakuanku yang membuatnya syok. Jalanan tak pernah s
Baca selengkapnya
Kurus dan Lemah
Aku berhenti di Hickson Road karena Saira memintanya. Keseluruhan gedung keong terlihat indah di tambah cahaya lampu yang mengitari Teluk Sydney. Entah kebetulan atau apalah namanya, ini adalah titik yang sama aku dan Magisa bertemu setelah pemakaman ayahku. Di sinilah aku memutuskan untuk melupakan Saira dan menerima perempuan lain dalam hidupku. Aku tidak pernah tahu aku akan kembali lagi ke sini; bersama gadis yang telah kulupakan itu. Seakan Opera House Sydney kesal padaku, dia mengembalikan Saira di saat… hatiku sudah menjadi milik orang lain. Apa yang bisa kukatakan tentang ini, selain bahwa semuanya sudah sangat terlambat? “Kamu nggak mau nunggu sampai besok untuk pertunjukannya?”  tanyaku, ikut memandang Opera House Sydney. “Aku nggak ingin tinggal lebih lama. Udara di sini kadang bikin aku sesak,” jelasnya. “Aku sudah ada di Sydney, lalu
Baca selengkapnya
Double Bay
Seluruh tubuhku mengeluh. Mulai dari kepala, tangan dan kaki; sekujur tubuh ini rasanya benar-benar lelah seperti habis berjalan kaki puluhan mil. Sepanjang jalan mengendarai mobilku menuju rumah, aku sudah membayangkan tempat tidur dan tidak sabar ingin melompat ke atasnya. Aku tidak tahu persis penyebab yang membuatku begitu lelah seperti ini; mungkin karena Saira telah pergi dan kupastikan kali ini kami tidak akan pernah bertemu lagi untuk selamanya…. Karena tidak ingin mendengar hujan pertanyaan dari kedua adikku karena tidak kembali dalam waktu yang lama, aku kembali ke rumah itu; rumah yang aku dan Magisa tinggalkan karena membuat dia kesepian. Sebuah rumah di Double Bay yang kupikir akan melengkapi kebahagiaan kami bersama anak-anak, tapi kenyataan berbanding terbalik dengan impian. Tahun-tahun yang kami habiskan di rumah ini malah menjadi pesakitan bagi kami. Aku menendang keluar se
Baca selengkapnya
Depresi
“Nomor yang anda tuju sedang berada di luar jangkauan…” suara operator masih menjawab telpon Magisa sejak pagi. Aku mulai gelisah, apakah terjadi sesuatu padanya? Harusnya saat dia senang karena kemungkinan klien akan suka dengan design gedung yang dia buat. Tapi, aku juga tidak tahu apakah presentasinya berjalan lancar. Aku semakin gelisah karena tidak ada orang lain yang bisa kuhubungi lagi selain ibu dan kakak-kakaknya yang mengatakan bahwa Magisa belum mengunjungi mereka lagi sejak aku kembali ke Sydney. Perasaanku tidak enak dan itu masih berlanjut sampai aku akhirnya bertolak ke Jakarta. Magisa tidak bisa dihubungi. Ide memberi kejutan itu sepertinya kacau. Ya tidak akan ada mawar merah di tempat tidur, lilin aromaterapi dalam gelap. Wine dan candle light. Semua itu lenyap dari pikiranku. Aku pulang ke rumah kami yang baru dengan perasaa
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1011121314
...
16
DMCA.com Protection Status