All Chapters of Pendekar Pedang Naga: Chapter 161 - Chapter 170
310 Chapters
Pamit
Lima hari berlalu, perseteruan antara Mangkualam dan Asoka tak kunjung selesai. Saptajaya berada di posisi serba salah, dia ingin membela Asoka, tapi rasanya tidak elok membiarkan tamu bertindak semena-mena.Di sisi lain, mahapatih juga tidak bisa membenarkan perilaku Mangkualam yang terus-menerus iri pada perlakuan paduka raja pada Asoka, sementara dia tidak mendapat perlakuan istimewa selama menjabat sebagai panglima.Solusi yang tepat adalah membiarkan Asoka pulang ke tanah Jawa mengingat sebentar lagi Turnamen Neraka Bumi kembali digelar setelah ditunda hampir satu bulan lamanya.“Kau sudah berkembang pesat, tiga gerakan dasar yang kuajarkan ternyata bisa kau kembangkan menjadi gerakan yang lebih efisien, tidak terlalu menguras energi. Baru kali ini aku bahagia memiliki murid sepertimu.” Saptajaya menepuk pundak Asoka seraya menunjukkan gigi-gigi putihnya.“Mohon maaf sebelumnya … tapi kalau boleh jujur, sebenarnya aku sudah m
Read more
Lana Ari
Sebelum meninggalkan Ringin Anom, pemuda berkuncir lebih dulu mampir ke Perguruan Pasir Putih atas permintaan Saptajaya.Sempat diminta menunjukkan gerakan terbang di udara pada murid-murid Perguruan Pasir Putih, Asoka mengaku segan karena mereka sempat mengajarinya cara menjaga keseimbangan kaki di atas pasir hisap.“Tidak elok seorang murid menunjukkan kebolehan di hadapan gurunya sendiri.” Ucapan Asoka membuat semuanya tertegun.“Bukannya kau sudah menapaki tingkat pendekar naga awal, tapi kenapa kau tetap menganggap murid-murid perguruan sebagai gurumu?” Saptajaya keheranan, dia tidak habis pikir, pemuda sekuat Asoka masih mau merendahkan diri pada murid-murid perguruan.“Semua yang mengajariku adalah guruku, walau hanya satu gerakan, walau hanya satu tarikan nafas. Selayaknya aku harus menghormati mereka, sama halnya aku menghormati guru-guruku yang lain. Bapak telah menanamkan pikiran ini sejak aku berusia lima tahun.&r
Read more
Arya Pelakunya
Asoka terhenyak melihat pemukiman yang hancur akibat bombardir panah api. Di setiap jalan yang dia lalui, ada banyak sekali jasad berjatuhan, dibuang di atas batu, tidak dimakamkan secara manusiawi.“Karim, apa kau tahu siapa yang melakukan ini?” Pertanyaan Asoka tidak ditanggapi Karim, dia turun dari kuda, mencium bau darah dan mencari sisa-sisa pusaka yang digunakan untuk membantai orang-orang tidak bersalah ini.Ada serpihan pedang yang tertimbun beberapa tangan manusia, Karim menemukannya di dekat pohon beringin besar.“Bau anyir apa ini!” Karim mendengus kesal, dia menginjak-injak tanah, hingga tercebur ke sebuah parit yang cukup dalam.Isinya mayat semua!Asoka dan Kirom membantu Karim keluar dari parit, mereka tidak habis pikir, siapa gerangan yang melakukan perbuatan sekeji ini.Prajurit yang berjaga di perbatasan dimintai keterangan oleh Asoka, mereka ternyata tidak tahu apapun. Kejadian itu terjadi dalam sek
Read more
Serangan Hujan Jarum
Hari esok tiba. Asoka bangun lebih dulu karena terik matahari menyengat tubuhnya. Lana Ari tidak sedikitpun terlihat lesu, dia tetap terbang seperti biasa, bunyi dengung sayapnya sungguh mengganggu sampai-sampai Gatra keluar dari tubuh Asoka hanya untuk memaki roh lebah itu. “Woi Tawon Gemulai! Bisa kau kecilkan suara kepak sayapmu, tidak? Aku tidak bisa tidur, Bodoh!” Asoka hanya tertawa melihat Gatra, namun si gagak merasa tidak nyaman dengan suara tawa pemuda berkuncir. “Matamu! Bangun tidur langsung tertawa, dasar orang gila!” “Kau yang gila, hanya karena kepak sayap saja tidak bisa tidur. Dasar gagak manja!” Perdebatan itu hanya dibalas senyuman oleh Lana Ari, dia perlahan turun dari ketinggian, menepi di dekat pintu keluar hutan bakau. Berbeda dengan Gatra, Lana Ari lebih pendiam dan suka menikmati suasana. Semua sifat roh mustika merupakan cerminan dari pemiliknya, dan karena itulah, Lana Ari lebih santai. “Kenap
Read more
Jawara Kelima
Dua hari perjalanan dilewati, Asoka bersama beberapa pendekar utusan Lenong Panama menepi di tepian Selat Jawa, dekat dengan pelabuhan Purwo.Tidak ada kendala selama perjalanan berlangsung, mereka melewati selat yang tenang tanpa adanya arus atau ancaman dari siluman aliran hitam.“Lumba-lumba tadi kenapa membantu kita menyebrangi selat?” tanya seorang awak kapal. “Guru Lenong tidak memberitahu itu, apa ada hal yang membuat mereka sukarela mendorong kapal?”Asoka hanya diam.Sebenarnya pemuda itu tahu, lumba-lumba itu adalah jelmaan anak buah Ratu Kencana Sari, penguasa pantai Nusantara, yang diutus langsung mempercepat laju kapal.Datuk Lembu Sora sempat berpesan sebelum kapal berangkat, dia telah melakukan dialog khusus bersama Nyi Roro Kidul, minta agar surat kecil itu disampaikan pada Ratu Kencana Sari.Untungnya Ratu Kencana Sari mau diajak kerja sama.Tentu harga yang dirogoh tidaklah murah, Datuk Lembu
Read more
Misi Baru Dari Ki Seno
Purwo adalah kadipaten yang letaknya ada di ujung Tenggara pulau Jawa.Selama delapan tahun terakhir, kadipaten ini dipimpin seorang sakti bernama Lenong Panama, kebijakannya selalu membela rakyat, bahkan pedagang-pedagang Tiongkok tidak berani melakukan transaksi dengan pedagang lokal karena tegasnya kebijakan pria paruh baya itu.Dari semua kebijakan yang tertulis, ada tiga peraturan yang tidak boleh dilanggar masyarakat Purwo, terutama yang berkaitan dengan pribadi Lenong Panama.Aturan pertama, semua masyarakat Purwo tidak boleh memberitahu bahwa Lenong Panama adalah pemimpin kadipaten Purwo. Dan jika ada yang bertanya siapa pemimpinnya, mereka harus menyebut nama lain yang sudah disepakati.Aturan kedua, identitas Lenong Panama hanya diketahui oleh orang-orang Purwo saja, tidak lebih. Informasi tentang siapa sebenarnya Lenong Panama adalah rahasia mutlak warga Purwo dan Ikatan Pendekar Nusantara.Aturan ketiga, siapapun yang melanggar dua atur
Read more
Perintah Gatra
“Jangan dibuka kalau keadaan benar-benar darurat. Ingat, Soka, kaki gunung Welirang, tempat itu yang harus kau jadikan acuan.”Ucapan Ki Langkir Pamanang terus terngiang dalam telinga Asoka, dia merasa ada yang aneh dengan bingkisan itu. Getaran yang dihasilkan terasa semakin kuat, bingkisan itu mulai condong ke sebuah tempat misterius di tengah hutan.“Pasti ada yang mengintaiku,” batin Asoka. “Fahma, tetaplah berdiri di belakangku, ada tiga orang bersembunyi di balik bebatuan goa.”Dua pedang melesat dari balik semak belukar.Asoka berhasil berkelit, tapi pelipisnya tergores. Dia merintih pelan saat melihat ada bercak darah yang mengalir melalui pipi, lalu menetes ke kerikil kecil di atas tanah.Fahma yang melihat itu, terketuk hatinya. Dia membuka ikatan hitam yang menutupi mata kiri, mengeluarkan sinar kebiruan yang langsung menjahit luka di pelipis kanan Asoka.“Apa yang kau lakukan? Ki Langkir
Read more
Jurusnya Terlalu Kuat
Pemuda itu sempat terlempar karena tendangan musuh menggunakan kanuragan tingkat tinggi, tapi dengan cepat dia membentuk perisai tameng energi untuk melindungi punggungnya. Tiga pohon tumbang akibat bertabrakan langsung dengan punggung Asoka.“Cih, guru tidak memberitahuku kalau mereka adalah pengguna elemen tanah!” Pemuda kuncir kesal karena dia tidak menyangka musuhnya adalah pengguna elemen amplifi tiga.Elemen api amplifi lima tidak cukup kuat menembus perisai tanah. Serangan api lemah terhadap pertahanan tanah, dan itu dimanfaatkan musuh untuk memancing amarah Asoka.“Hesa, maafkan aku, energi mereka tidak mudah dideteksi.” Gatra keluar dari tubuh Asoka dengan wujud gagak kecil.“Pinjamkan aku sedikit energi lagi, Guru!”Perut Asoka serasa terbakar, empat persen energi Bunar Kumbara masuk ke dalam tubuhnya. Zirah api seperti tulang-belulang terbentuk menyelimuti tubuh Asoka.- Perisai N
Read more
Dua Orang Sandera
Pria berpakaian merah itu hanya tertawa, dia sudah tahu, ada gagak yang selalu menemani Asoka ke manapun dia pergi.Sejauh mengabdi sebagai tangan kanan Ki Seno Aji bersama Prabu Wusanggeni, Ki Langkir Pamanang dianggap sebagai murid paling sukses sampai-sampai dinobatkan sebagai orang terkuat keempat di Ikatan Pendekar Nusantara, tepat di atas Lenong Panama.“Aku pendekar naga spesialis mata, kau tidak perlu cemas, aku bisa melihat di mana gagak itu berada. Toh sebelum mustika merah diwariskan padamu, aku sudah lebih dulu akrab dengan Gatra, waktu kau masih berada di Perguruan Kabut Butana.”Seraya menunggu dua anggota laskar itu siuman, Asoka diminta mencari kayu bakar dan memburu dua ayam hutan yang tadi terlihat berkeliaran di sekitar goa. Perut Fahma berbunyi beberapa kali, pertanda jika gadis itu lapar.Di saat Asoka pergi, Ki Langkir Pamanang meminta Fahma mendekat, lantas menanyai gadis itu. “Kenapa kau melanggar aturan yang suda
Read more
Lima Tujuan
Fahma masuk lebih dulu, disusul Asoka dan Ki Langkir Pamanang. Dua pria ikat kepala merah nampaknya tidak suka melihat kehadiran Langkir Pamanang, seolah ada dendam kesumat yang tertanam di benak mereka.Keduanya diinterogasi dan diminta mengaku di mana markas Laskar Tengkorak Merah berada, namun mereka tidak bergeming, tetap mempertahankan pendirian.“Katakan atau kubunuh!” Asoka coba mengancam, tapi keduanya malah pingsan.Ki Langkir Pamanang meminta Fahma dan Asoka mundur beberapa langkah, dia membuka Tameng Api karena sadar ada hal tidak enak terasa di dalam goa.“Menangislah, Langkir! Kau tidak akan pernah bisa menemukanku! Markasku adalah tempat paling aman untuk membangun pasukan. Tunggu aku dua tahun lagi ... hahahaha!”Kesadaran dua anggota laskar tiba-tiba hilang, suara mereka berubah seperti ada yang mengontrol pikiran mereka dari jauh. Usai mengucapkan pesan terakhir, tubuh keduanya semakin membesar dan membesar.
Read more
PREV
1
...
1516171819
...
31
DMCA.com Protection Status