Semua Bab Pendekar Pedang Naga: Bab 151 - Bab 160
310 Bab
Mandat Melatih Pasukan Elit
“Aku dengar ada anak rantau bernama Asoka, apa itu benar, Paduka?” tanya Saptajaya halus. Meskipun mereka bersahabat, tapi Saptajaya selalu menghargai jabatan Galih sebagai raja.“Dia sedang tidur di kamar lantai paling atas.” Dikawal belasan pasukan elit istana, Raja Galih dan mahapatih masuk bersamaan menuju ruang singgasana.“Sudah kuduga kau memberikannya fasilitas dan pelayanan terbaik. Aku sangat yakin dia pemuda baik hati, tapi sedikit ceroboh.” Saptajaya terkekeh pelan.Tidak ada yang tahu kalau sang mahapatih sebelumnya bertemu dengan Datuk Lembu Sora di ujung Dwipa, berbatasan dengan masyarakat Sasak yang mencari penguripan dengan cara berburu dan memancing ikan.Mereka sempat membahas pemuda bernama Asoka, lumayan lama, sampai akhirnya Datuk Lembu Sora pamit pergi karena ada panggilan dari Ki Seno Aji yang menyuruh semua pemilik mustika berkumpul di sebuah goa misterius daerah Borneo.
Baca selengkapnya
Menertawakan Panglima
Asoka menoleh, ternyata Mangkualam berdiri di belakangnya dengan pandangan mata menyeramkan. Wajahnya memancarkan aura kebencian tinggi, Asoka bisa merasakan hal tersebut, seolah dia memiliki dendam kesumat yang ingin segera diluapkan.Tidak kehabisan ide, pemuda berkuncir coba menggoda Mangkualam dengan cara memuji-muji pendekar didikannya.“Tidak, Tuan, saya hanya tertarik pada gerakan mereka. Sangat jarang pendekar dari tanah Jawa melakukan gerakan seperti itu. Bagiku, ini adalah keunikan pendekar Dwipa, dan hanya mereka yang bisa melakukannya.”“Hahaha... wajar saja, pendekar Dwipa lebih lihai dari pendekar Jawa. Buktinya, kau saja tertarik dan matamu berbinar, padahal mereka murid-muridku, apalagi gurunya yang melakukan gerakan.”Mangkualam sangat suka dipuji, dan hal tersebut dimanfaatkan Asoka untuk menguak kebusukan panglima istana satu ini.“Eh, Tuan Panglima berkenan me
Baca selengkapnya
Pangeran Turun Tangan Langsung
Siang hari sebelum datangnya surat mengejutkan itu ke istana Ringin Anom, Ranu mendapat kabar kalau dia dibiarkan bebas untuk sementara waktu, tapi tangan dan kakinya dicepit dengan kayu yang dilapisi batu alam agar dia tidak bisa menyerang. Tak lupa, Pedang Kobar Geni milik Ranu disita oleh pihak istana. “Pandangan kalian tidak boleh luput dari pemuda itu, dia sangat berbahaya, jangan sampai kayu itu rapuh! Energi api miliknya jauh lebih kuat dari semua pendekar di istana.” Panglima Cakra Bumi mengawal Ranu atas perintah Pangeran Wayan. Pemuda itu dialihkan ke ruangan khusus kedap suara. Merasa tidak nyaman dengan aura di ruangan ini, Ranu tiba-tiba muntah darah hitam segar, pertanda jika ruangan ini mengandung aura iblis yang pernah dia rasakan waktu bertarung melawan salah satu murid unggulan Perguruan Elang Hitam. Geni memilih tidur untuk sementara waktu, dia minta agar Ranu menutup Pusaka Giok Api dengan kain
Baca selengkapnya
Ludah di Wajah Paduka
“Aku tidak tahu,” jawab Ranu untuk ketiga kalinya.Raja Swarespati tidak mau buang-buang waktu menginterogasi seorang dengan hati keras seperti Ranu, dia memanggil beberapa tukang pukul istana yang terdiri dari pendekar pemilik ilmu pukul khusus.Tiga orang menyeret Ranu ke lapangan istana, mengikat tangan dan kakinya di tiang gantungan tanpa memberi sedikitpun minum, padahal siang ini matahari bersinar sangat terik.“Ikat dia! Biar dia merasakan bagaimana pedihnya neraka!” Pangeran Wayan dipasrahi ayahandanya untuk menyiksa Ranu hingga pemuda itu menceritakan tentang Asoka.Siang itu juga, Ranu disiksa, dipukuli, ditendang, bahkan dipecut hingga punggungnya mengalami luka pendarahan serius. Beberapa pemimpin pleton menertawakan Ranu, tapi tak jarang juga yang menaruh simpati, coba minta keringanan hukuman pada pangeran.Naas beribu naas.Pangeran malah membentak mereka dengan cacian kasar. “Otak dungu seperti k
Baca selengkapnya
Dia Mati!
Surat selesai dibacakan.Raja Galih mendekati Asoka dan membisikkan sesuatu.Seketika wajah Asoka berubah dan giginya bergetar hebat. Ada satu cara yang bisa dilakukan Asoka agar bisa menghancurkan harga diri kerajaan Balidipa.Caranya hanya satu, Asoka harus menjadi warga Ringin Anom dan memenangkan Turnamen Tapak Iblis, turnamen yang hanya diperuntukkan untuk pendekar tanah Dwipa.“Ti-tidak mungkin … berita ini bohong, bukan?” Asoka hanya bisa meratapi nasib, duduk bersandar di pojok ruang singgasana. Air matanya menangisi sahabat yang dibunuh tanpa belas kasihan.“Kenapa … kenapa secepat ini kau meninggalkanku?”“Bukankah dirimu janji kita berangkat ke Dwipa bersama dan kembali harus bersama? Tapi kenapa kau menghianati kepercayaanku? Sialan kau Ranu, kau bukan sahabatku!”Asoka memukul-mukul tembok singgasana sampai remuk, tangannya berdarah, tapi dia
Baca selengkapnya
Saptajaya Pergi
Selama satu minggu terakhir, Asoka mendapat latihan khusus dari Mahapatih Saptajaya.Perhatian itu mengakibatkan rasa cemburu dan kedengkian dari beberapa pendekar istana yang lain, terutama Mangkualam.Pagi, siang, sore, hingga malam, Asoka tidak pernah lepas dari pengawasan mahapatih. “Aku tidak menyesal menunda keberangkatanku menuju perguruan. Asoka bisa jadi tombak unggulan Ringin Anom untuk mengalahkan Balidipa di Turnamen Tapak Iblis nanti.”Pagi harinya Asoka berlari menyusuri pinggiran pantai Kuta hingga berkilo meter jauhnya. Itu dilakukan untuk membakar lemak tubuh Asoka sekaligus pemanasan. Setelah berlari, barulah Asoka menikmati sarapan yang disiapkan khusus untuknya.Setelah istirahat lumayan lama, siang sampai sore digunakan untuk melatih gerakan khusus yang selama ini Asoka belum tahu. Dan malamnya, Asoka diizinkan memakai ring latihan tanpa harus izin kepada Mangkualam.Hal
Baca selengkapnya
Pembunuhan
Sudah tiga kali Asoka menolak tantangan Mangkualam, tapi panglima istana terus mendesaknya agar mau menerima tantangan. Beberapa kali pedang diayunkan mengincar leher Asoka.Dengan ilmu meringankan tubuh, Asoka bisa berkelit tanpa harus membuang energi cuma-cuma.“Sial, dia cepat juga,” batin Mangkualam yang beberapa serangannya dapat dihindari dengan mudah.Mangkualam meminta pedang salah satu prajurit, di tangannya kini ada dua pedang, namun ukuran panjangnya berbeda.Asoka juga memiliki dua pedang, tapi masih disarungkan, yang satu pedang Arjuno dan satunya pedang yang tidak bisa pisah dari badannya, tepat di bawah perut.Semakin lama dibiarkan, Mangkualam semakin brutal menyerang. Terpaksa, Asoka menunjukkan sedikit keahliannya dalam ilmu berpedang.Trang! Trang!Asoka mengayunkan pedangnya horizontal ke atas, menangkis serangan dua pedang Mangkualam. Gesekan besi terdengar
Baca selengkapnya
Kebimbangan Balidipa
Pedang itu tidak ternyata tidak mengincar leher Mangkualam, melainkan tanah tandus biasa. Salah perkiraan sedikit, Mangkualam pasti sudah mati. Tapi Asoka memberi ampun pada pria rambut cepak.“Jangan sombong hanya karena kau panglima di sini! Aku bisa saja membunuhmu, tapi aku sadar, aku hanya tamu. Kau masih berada di tingkat kahyangan menengah … menantangku adalah hal paling bodoh yang pernah kau lakukan!”Asoka sekali lagi meludahi Mangkualam, kali ini tepat di lencana panglima yang selama ini dibangga-banggakan pria rambut cepak. “Kau terlalu cepat 20 tahun menantangku karena aku sudah menapaki tingkat naga awal. Seranganmu masih jauh dari kata baik, sebaiknya kau latih kembali nafas dan juga emosimu!”Sebelum memasuki gerbang, Asoka berhenti sejenak, lantas bicara tanpa menoleh kepada Mangkualam dan para prajurit.“Ingatlah bahwa di atas langit masih ada langit. Untuk ukuran pra
Baca selengkapnya
Pengumuman Resmi
Semua mata memadang Arnawama, tapi tidak satu pun menaruh kebencian pada pria berambur putih itu karena wibawanya sangat tinggi, bahkan Raja Swarespati kadang menaruh sungkan pada mahapatihnya sendiri.“Ada satu orang, dan kalian telah menyiakannya,” ujar Mahapatih Arnawama, pembawaannya sangat dingin dengan tatapan mata menyelidik.“Katakan siapa orangnya!” pinta raja tanpa basa-basi.“Dia pendekar kuat, penguasa elemen api amplifi tujuh, tidak satu pun pendekar Dwipa yang sanggup mengalahkan elemen apinya selain Datuk Lembu Sora, Anda pasti tahu siapa orangnya.”Memikirkan ucapan mahapatih istana, Raja Swarespati duduk termenung, coba mengingat tahanan mana yang pernah dia sia-siakan. “Aku tidak tahu, cepat sebut namanya!”“Ranu, pendekar yang kalian hina, lalu kalian bunuh tanpa alasan logis.”Panglima Cakra Bumi, Pangeran Wayan, pemimpin pleton, dan para penasehat meneguk ludah
Baca selengkapnya
Aura Kematian Mustika
Kedatangan Datuk Lembu Sora selaku pemilik mustika cokelat sangat ditunggu murid Perguruan Tapak Iblis, termasuk ketua perguruan bernama Ki Andara. Dia adalah mantan murid kesayangan Datuk Lembu Sora yang diamanati langsung memegang perguruan milik kakek pria tua itu.“SIlakan, Datuk, kami sudah siapkan hidangan terbaik.” Ki Andara dan beberapa murid memanggil Datuk yang berarni bapak, mereka sudah seperti anak sendiri di mata Datuk Lembu Sora, lebih-lebih Ki Andara.Yatim piatu sejak kecil, Andara menghabiskan masa kecilnya dengan berlatih bersama Datuk Lembu Sora sampai usianya beranjak dua puluh tahun. Setelah itu, dia dipindah-latihkan ke Perguruan Pasir Putih untuk mengenyam teknik bertahan serta menguatkan tulang keringnya.Latihan di atas lumpur hisap berdampak banyak pada pertumbuhan energi Andara, dia berhasil menyabet gelar pendekar kahyangan akhir di usia 25 tahun, sebuah prestasi tersendiri bagi pendekar tanah Dwipa.&ldq
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1415161718
...
31
DMCA.com Protection Status