Semua Bab Dipaksa Menikahi Pangeran Kejam: Bab 161 - Bab 170
222 Bab
CLXI. Fitnah
Amanda menaikkan pandangannya, balas menatap ayah mertuanya itu. Kesedihan yang teramat sarat di mata Raja Anarka itu, akhirnya setelah apa yang diusahakannya, Abraham hanyalah seorang ayah yang ingin anaknya bahagia dan mengenal cinta. Tapi ia sekarang hanya bisa menatap balik sambil tersenyum pada mantan menantunya itu. Semua mata menatap ke Amanda saat gadis itu keluar dari aula pertemuan. Illarion seakan gila saat melihat gadis mungil itu keluar dengan pipi yang masih basah, karena sedari tadi pria bersurai hitam itu mengutuk dirinya mengajukan perceraian dan mempercayai Amanda sepenuh hati, begitupun para koleganya menatap Pangeran Hitam bagai pria yang dibodohi dengan mudah oleh seorang wanita lemah. Illarion benci pandangan diremehkan itu. Itu adalah pandangan yang ia dapatkan ketika kecil, ia lemah dan tak dapat berbuat apa-apa saat masih kecil, hal i
Baca selengkapnya
CLXII. Sel Bawah Tanah
Malam terasa panjang bagi Amanda, ia tak mengetahui keadaan dua orang yang sangat menerima keadaan dirinya. Raja Abraham dan Illarion Black, merekalah yang tak pernah menganggap Amanda ganjil dan berbeda dengan ke'cacat'annya. ‘Apa mereka sudah mati? Raja dan Pangeran Hitam harus tetap hidup. Agar mereka bisa memimpin Anarka. Akupun sudah siap jika dikenakan hukuman berat. Mungkin ini jalanku menyusul orang-orang yang sangat aku sayangi dan cintai.’ Amanda mengelus perutnya. “Maafkan ibu nak,” ucap Amanda sekali lagi mengulang permintaan maafnya sebelum tertidur karena kelelahan akibat berbagai macam hal buruk yang terjadi di hari ini. Lantai batu yang dingin itu bukan tempat tidur yang nyaman bagi siapa pun, tapi Amanda sudah sangat terbiasa dengan keadaan ini, hal yang lumrah ia temui saat di kediaman
Baca selengkapnya
CLXIII. Hari yang Indah
Amanda masih setengah tersadar saat pintu kamar selnya terbuka lebar. Dua orang pengawal dengan wajah yang tertutup jubah kembali menyeret gadis berambut putih itu. Sinar matahari pagi langsung menyapu wajah pucat Amanda, ia sampai harus memicingkan matanya agar tak terlalu silau terkena cahaya yang tiba-tiba terasa menusuk netranya itu.  Amanda menengadahkan kepalanya, melihat penjaga yang mengawalnya bukan hanya satu atau dua orang saja. Tapis selusin dengan pakaian yang sama., jubah tertutup rapat. Rantai belenggu di kaki dan tangannya bergerincing keras saat ia berjalan di atas dinginnya lantai batu. ‘Kemana mereka akan membawaku? Apakah mereka tukang jagalnya? Inikah hari penghakimanku?’ Ketika berada di ujung pintu kayu dengan sinar matahari yang menerobos melalui sela-selanya, seseorang maju menghala
Baca selengkapnya
CLXIV. Hari Kematian
“Pengkhianat!” “Pembunuh!” “Monster!” “Penyihir!” Ejekan dan umpatan yang menghujani sosok Amanda White di atas panggung kematiannya. Gadis itu masih tersenyum di dalam penutup hitamnya. Illarion Black terbangun dengan napas yang memburu, seluruh tubuhnya basah oleh keringat, pandangan matanya nanar. Ia sedikit terbatuk saat sadar, dan berusaha untuk bangkit dari tidurnya, tapi badannya masih terasa limbung. “Pangeran!” seru seorang wanita dan pria di samping Illarion berbarengan. Pangeran Hitam yang sekarang sedang duduk tanpa sengaja bersandar di dada wanita itu karena tubuh Illarion masih terasa lemas. “Amanda?” lirihnya samb
Baca selengkapnya
CLXV. Titik Balik
Sekarang hanya terdengar bunyi gemerincing rantai baja yang beradu dengan ranjang besi. Illarion masih berusaha melepaskan diri. Ratu Zaina beranjak keluar dari kamar pribadi Pangeran Hitam. Ia keluar dengan mata berkaca-kaca tak menyangka dengan pemandangan yang baru saja ia lihat. Pangeran Hitam menitikkan air mata. 'Kenapa ia terlihat sangat lemah? Apa ia benar-benar mencintai Amanda? Ini bukan Pangeran Hitam yang aku kenal selama ini!' Perasaan Ratu Zaina berkecamuk. Entah karena tidak terima dengan sosok Pangeran Hitam yang terlihat tak berdaya, atau karena Illarion Black sudah memiliki seseorang yang sangat berarti di hatinya, orang yang bahkan menurut penguasa Eden itu sangat tidak sebanding dengannya. Yurigov pe
Baca selengkapnya
CLXVI. Salah Sasaran
Illarion baru saja mengunjungi kediaman Duke Alantoin yang terbengkalai semenjak seluruh keluarga kakak kandung Ratu Minerva itu dibuang ke pengasingan.  “Anda berniat balik sekarang, Baginda Raja?” tanya ajudan Illarion Black setelah semua urusan mereka di tempat itu selesai.  “Tidak, kurasa aku akan singgah ke suatu tempat dulu,” ujar Illarion setelah berpikir beberapa saat menjawab pertanyaan Kazim, pengawalnya. “Ke Sulli, aku ingin menemui seseorang di sana.” Raut muka Kazim menunjukkan tanda tanya, tapi pria itu hanya mengangguk patuh.  “Cuma kita berdua saja, tak perlu membawa pasukan,” perintah Illarion lebih lanjut. Dua jam dari bekas kediaman Duke Alantoin, Kazim dan Illarion Black sudah sampai di
Baca selengkapnya
CLXVII. Ibu dan Anak
Brenda tak dapat menyembunyikan senyumnya dibalik tangis kehilangan palsunya. Sedangkan Ben Broke tampak tercekat di kursinya. “Baginda Raja-.” Suara Ben Broke menghilang dibalik isak tangisnya. ‘Bahkan sampai akhir pun kau tetap menjadi anak yang berbakti ya Amanda.’ Tangisan Ben Broke semakin kuat membentuk bunyi dengung yang sangat aneh.  Brenda bahkan mengernyitkan hidungnya. ‘Sejak kapan ia pintar berakting?’ Tapi itu bukan akting, perasaan bersalah yang teramat sangat bagai palu godam menghantam dada Ben Broke.  “Hamba tidak pantas atas kepercayaan itu,” tolak Ben Broke di sela-sela tangisannya yang hampir reda. 
Baca selengkapnya
CLXVIII. Salah paham
Illarion yang tak dapat tidur malam itu, berjalan-jalan sejenak di puri kecil milik Amanda, hanya ada tiga ruangan di sana, ruang tengah dengan perapian, tempat Illarion pernah melihat lukisan keluarga Amanda, dapur, dan terakhir kamar tidur yang dilengkapi kamar mandi dalam. ‘Bahkan kamar mandi ini tak memiliki bathtub, hanya ember dan pancuran air dingin. Apa Amanda tak menyukai air hangat?’ Illarion berpikir sejenak, kemudian menggeleng. ‘Ia bahkan mandi lama sekali dengan berendam di air hangat.’ Suara kecipak air saat Amanda mandi yang terdengar sampai kamar Illarion Black kala itu mampu membuat pikirannya membayangkan sesuatu yang menggoda hasratnya. Illarion membersihkan debu meja nakas di samping ranjang Amanda, sembar
Baca selengkapnya
CLXIX. Adu Nasib
“Ceritakan aku tentang kakakmu, maka kau akan kuberikan kesenangan yang lebih dari ini,” ujar Illarion sambil mengedipkan matanya dan tersenyum miring. Gisella dengan napas memburu sekarang duduk terikat di atas ranjang. “Apa yang… ingin… Anda ketahui, Tuan?” desah adik tiri Amanda itu. “Kenapa... kita... tak langsung ke inti permainan saja... apa gadis penyakitan itu penting sekarang?” desak Gisella yang tubuhnya sudah haus akan sentuhan. Illarion menggeleng. “Bisakah kau sabar dan memberikan apa yang aku pinta tanpa membantah?” tanya Illarion sambil menarik tangan gadis dihadapannya, seolah ingin memberikan sentuhan mesra dengan memainkan jari-jarinya. “Aku bukan pria yang sabar, walau sekarang aku menyuruhmu sabar,” ucap Illarion sambil tersenyum seraya memuntir jari telunjuk Gisella hingga menyebabkan bunyi ‘krak’.
Baca selengkapnya
CLXX. 8 Tahun
Kedua pasang mantan mertua Illarion Black itu berdiri terpaku di tempat mereka masing-masing mendapati pria itu tengah mengancingkan kemejanya dan keluar dengan santai. “T-tuan.” Ben Broke membuka suara. “Kirim orang-orang ini ke pertambangan, kurasa mereka butuh budak baru di tambang,” perintah Illarion pada Kazim yang ternyata sudah ada di belakang suami istri Broke. “Ma-maksudnya apa Baginda Raja?!” tanya Brenda panik. “Ba-baginda Raja, maafkan kami jika ada salah,” mohon Ben seraya sedikit membungkuk. Illarion menghentikan langkahnya. “Kau tak keberatan kan jika kehilangan seorang putri lagi?” tanya Illarion sambil menatap Ben Broke dengan ekor matanya, hanya sesaat, merasa pria tua itu tak pantas mendapat atensinya.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1516171819
...
23
DMCA.com Protection Status