All Chapters of Dipaksa Menikahi Pangeran Kejam: Chapter 141 - Chapter 150
222 Chapters
CXLI. Perjalanan
"Apa dia sangat lemah?” Nenek tua itu mengeratkan genggamannya, seakan takut salah bicara. “Bisa dibilang keadaanya sangat lemah, Pangeran. Tapi tidak terlalu mengkhawatirkan.” “Baiklah, terima kasih,” ujar Illarion yang kembali duduk di sebelah Amanda setelah tabib tua itu beranjak pergi meninggalkan mereka. “Apa aku harus melepasmu? Kau sudah terlalu jauh berkubang dalam keegoisan,” ucap Illarion berkata dengan lirih. Hari-hari selanjutnya menjadi lebih baik. Para pasien sudah banyak yang sembuh, wabah teratasi dengan cepat, dan bersamaan akan hal itu, Illarion mengangkat salah seorang mantan pengawal Duke Gramer yang juga salah satu dari sekian banyak penduduk desa yang dihormati, seorang warga biasa tanpa embel-embel kebangsawanan. Selain karena para bangsawan nyaris tak bersisa lagi dan meninggalkan Elger, penduduk wilayah itu juga ingin dipimpin dengan cara demokrasi. Tentu saja hal itu pengecualian untuk Pangeran Hitam. Penguasa
Read more
CXLII. Landyork
“La-landyork?” tanya Amanda dengan suara bergetar. Dari tadi ia merasa aneh, seragam tentara itu bukan milik Kerajaan Anarka, tapi Amanda tak menyangka kalau mereka akan ke Kerajaan Landyork. Illarion tersenyum sambil menatap Amanda. “Ya, kita ke Kerajaan Landyork. kau senang ‘kan?” “Ke-kenapa kita kesana, Tuan?” tanya Amanda kemudian menggigit bibirnya, jari jemarinya yang gemetaran ia sembunyikan di balik gaun. Bayangan saat Pangeran Apollo mencoba menggagahinya kembali berdatangan di ingatannya, dan seolah menusuk-nusuk paru-parunya. Amanda mencoba perlahan mengatur napasnya. ‘Tidak terjadi apa-apa Amanda, kau bersama pria ini, Pangeran Hitam! Ia akan takut, pria mengerikan itu tak akan berani berbuat macam-macam padamu!’
Read more
CXLIII. Ibu
“Lewat sini,” ucap Apollo sambil mempersilahkan Illarion. Para saudaranya pamit undur diri pada Pangeran Hitam. “Kau tunggu di sini,” perintah Illarion pada Amanda. Perjalanan di lorong istana hanya dipenuhi gema langkah Pangeran Hitam dan Pangeran Apollo. “Kau akan melaporkanku pada Baginda Raja?” tanya Pangeran Apollo begitu sampai di depan pintu ruang pribadi sang penguasa Landyork. “Kita bukan anak kecil lagi yang saling melapor ke orang tua hanya karena masalah yang kita buat,” jawab Illarion yang membuat Pangeran Apollo diam-diam bernapas lega. “Tapi mungkin aku akan meminta izin pada Baginda Raja Landyork untuk duel dengan putra mahkota Kerajaan Landyork. Pertarungan hidup dan mati, kurasa itu lebih terhormat kan
Read more
CXLIV. Cerai
Pangeran Apollo membelalakan matanya mendengar perkataan tabib kerajaannya itu. ‘Gadis ini hamil? Anak Pangeran Hitam?’ Pria tua itu mengerjap-ngerjapkan matanya. “Istri Anda hamil, Pangeran? Tuan tak tahu? Ah mungkin karena kehamilannya masih dini ya… Selamat, sepertinya ini akan jadi calon bayi yang-.” “Keluar,” potong Illarion dingin sambil menunjuk pintu kamar itu. Tabib tua itu kebingungan. “Tapi hamba masih harus memeriksa bag-.” “Keluar!” potong Illarion lagi, kali ini dengan satu oktaf lebih tinggi. Rahang pria itu semakin mengeras, dan wajahnya semakin suram.  Bergegas tabib tua itu keluar dari ruangan saat dilihat muka Pangeran Hitam tampak mengerikan, seolah
Read more
CXLV. Anak
“Le-lepaskan aku…,” rintih Amanda, setelah Pangeran Apollo melepaskan ciuman paksanya. “Pangeran Hitam akan membunuh Anda!” ancam gadis itu lagi saat Pangeran Apollo mendekatkan wajahnya kembali. Tawa keras terngiang di telinga Amanda saat pria bersurai coklat itu tergelak begitu puas. “Kau benar-benar tak percaya sudah ditinggal olehnya? Kau tak seberharga itu di mata Pangeran Hitam, Amanda sayang!”  Sebelum Pangeran Apollo mengambil kesempatan lagi pada tubuh Amanda, gadis pemilik netra ungu itu melihat pisau pengupas buah di samping ranjangnya.  Dengan sigap Amanda mengambil benda tajam itu dan langsung mengarahkan ke perutnya. “Pergi kau atau aku akan membunuh diriku di sini! Kemudian kau bisa melihat bagaimana reaksi Pangeran Hitam!” ancam Amanda. Kila
Read more
CXLVI. Rumah
“Karena akulah yang benar-benar mencintaimu, Amanda.” Senyum menawan khas Pangeran Apollo terlihat mengerikan di mata Amanda. Tapi kali ini gadis itu tak lagi menunjukkan rasa takutnya. “Pergi!” usir Amanda sambil menunjuk pintu keluar kamarnya. Pangeran Apollo tertawa meremehkan. “Kau, mengusirku, di istanaku sendiri Amanda?” tanya pria menawan itu dengan nada bercanda. Tapi tak ada tawa di muka Amanda menyambut candaan itu. Ini pertama kalinya Pangeran Apollo melihat keberanian yang tampak nyata berikut kebencian yang sudah sering Amanda tunjukkan padanya setelah peristiwa malam itu. ‘Biasanya ia selalu melihatku dengan ketakutan, sekarang ia menatapku dengan keberanian ditambah kebencian. Kau semakin menarik Amanda.’
Read more
CXLVII. Dua Duke
Bunyi dentuman meriam disusul dengan alunan merdu hymne kematian memenuhi suasana pagi itu di Istana Hitam. Illarion Black menatap pedang besi milik pengawal kesayangannya dimasukkan perlahan ke dalam liang lahat sebagai simbol jasad pengawal yang selalu setia menemaninya, Jenderal Andreas. Setelah tanah mulai ditutupi bunga mawar hitam lambang kematian, Illarion menepuk dada kemudian membungkukkan tubuhnya diikuti oleh seluruh pengawal Kerajaan Hitam dengan khidmat. Sebuah gesture penghormatan tertinggi untuk seseorang yang telah banyak berjasa. Beberapa prajurit tampak tak bisa menahan tangis kesedihan, sisanya mencoba menerima kehilangan. Illarion menatap gundukkan tanah yang sekarang diisi pedang milik Jenderal Andreas dengan ding
Read more
CXLVIII. Aster
Kedua pria itu tercekat mendengar pengakuan Illarion Black. “Itu karena ia berkhianat padaku.” Illarion menatap tajam pada kedua orang di hadapannya. “Hal itu berlaku juga untuk kalian jika melanggar apa yang akan kita sepakati.” Duke Gala dan Duke Fang mengangguk dengan cemas. Senyuman kembali terbit di wajah Illarion. “Kalian tahu kan apa yang kalian minta?” Kedua pria bangsawan itu mengangguk. “Jika Pangeran Hitam bisa mengatasi masalah daerah Green, maka aku, Duke Gala sebagai penguasa wilayah itu akan tunduk dan setia pada Pangeran Hitam,” janji Duke Gala setelah menelan salivanya mencoba meyakinkan Pangeran Hitam. “Aku juga sebagai penguasa wilayah Kaliska bersedia unt
Read more
CXLIX. Musuh
“Pengkhianat!” jerit Ratu Minerva dengan geram dan melemparkan vas bunga yang berada di atas mejanya. Duke Alantoin yang menjadi lawan bicara wanita itu langsung menghindari pecahan kaca dengan menutup mukanya kesal. ‘Ia semakin parah setiap kali menumpahkan amarahnya.’ “Mereka menolak tabib yang aku bawa dan malah datang ke anak sialan itu! Apa kau tak bisa mencari penawar penyakit yang lebih ampuh dari milik si brengsek itu?” tanya Ratu Minerva ke kakak kandungnya dengan muka garang. “Para tabib pun tak bisa, apalagi yang bisa aku lakukan…,” jawab Duke Alantoin begitu putus asa. “Kau memang tak berguna! Pantas saja ayah lebih memihak padaku padahal kau adalah satu-satunya anak lelaki di keluarga kita! Kau benar-benar
Read more
CL. Perkamen
Kembali Duke Alantoin dan Ratu Minerva membelalakan mata mendengar kabar yang terduga lainnya dari pelayan itu. “I-ini sangat aneh,” ucap Duke Alantoin tergagap karena tak percaya dengan hal yang ia dengar. “Pangeran Hitam dan istrinya sama-sama mengajukan perceraian dan gadis itu sudah tak ada di istana itu. Seolah-olah benar-benar menyelamatkan istrinya itu dari pembunuhan pihak kita jika gadis itu berani mengajukkan gugatan cerai? Ini benar-benar sangat aneh? Aku merasa ada yang janggal di sini.” Ratu Minerva menatap tajam pada kakak kandungnya itu, menganalisis apa yang terjadi. “Kau benar ini sangat aneh…,” ujarnya menggantung. “Aku jadi bertanya-tanya apa anak sialan itu siap untuk kudeta atau ia benar-benar memiliki hati pada gadis itu,” lanjut Ratu Minerva. 
Read more
PREV
1
...
1314151617
...
23
DMCA.com Protection Status