Semua Bab Dipaksa Menikahi Pangeran Kejam: Bab 131 - Bab 140
222 Bab
CXXXI. Saintess
"Bukankah Anda mengirimku ke sini untuk menjadi tumbal? Bolehkah aku saja yang merawat mereka. Beri aku waktu dan jangan membakar kami," pinta Amanda. Para pasien memberikan reaksi beragam mendengar permintaan Amanda. "Kita akan segera mati, untuk apa ia merawat kita?" "Aku ingin hidup walau hanya seminggu lebih lama…." Amanda melihat wajah-wajah semangat dan putus asa yang silih berganti bermunculan di tempat itu. "Aku tak akan menumbalkan mu, begitu juga orang-orang di dalam sana. Kau tahu obat yang kau buat kemarin, kurasa itu antibiotik yang tepat untuk mereka." Para pasien di dalam sana mulai bergumam pelan.  "Ada obat untuk kita?"
Baca selengkapnya
CXXXII. Cara Lain
Tiba-tiba seorang nenek yang tadi menatap Amanda melangkah kedepan. “Umurku tak lama lagi, tapi aku bersedia menjadi sukarelawan merawat mereka.” Setelahnya beberapa orang mulai maju di belakang si nenek. Duke Gramer terlihat geram, apalagi setelah pria tua itu dibisiki oleh pemimpin tabib. “Apa Pangeran mau menanggung akibatnya jika Dewa marah dan menimpakan lebih banyak korban?” Illarion berjalan mendekat ke arah Duke tua itu. “Sudah beberapa kali kubilang, aku bersedia. Berikan aku waktu satu minggu, dan jika aku berhasil Anda harus terus mendukungku dalam pengambil alihan kekuasaan ini.” Illarion tahu, walau tanpa berkata seperti itu pun, jika ia bisa mengatasi masalah wabah ini, maka warga sendiri yang akan tetap membelanya. Tak peduli apa kata Duke Gramer yang menguasai daerah tempat tinggal mereka.
Baca selengkapnya
CXXXIII. Musk
Tanpa Amanda ketahui itu adalah tatapan kagum, pandangan yang penuh penghormatan dan pengharapan. Seolah gadis dengan rambut putih yang melambai lambai itu adalah seorang juru selamat, saintess. Amanda berhenti beberapa langkah di depan Illarion, menjaga jarak. Tentunya gadis itu tak ingin pria yang mampu membuat jantungnya berdebar kencang itu sakit karena tertular melalui perantaranya. “Setelah kau mandi dan berganti pakaian, aku akan membantumu meracik cairan obat dalam porsi yang lebih besar,” ucap Illarion setelah melihat Amanda menunggu perintahnya. Gadis itu mengangguk sembari tersenyum, kali ini dengan senyuman yang lebih bercahaya ketimbang sebelum belumnya.  ‘Tak menjadi tumbal kemudian tak jadi mengorbankan warga desa yang sakit karena pengaruh pr
Baca selengkapnya
CXXXIV. Hinaan
Semburat kemerahan langsung menerpa wajah pucat Amanda, manik ungunya bergetar melempar pandangan ke arah lain dengan malu-malu. “Ti-tidak ada, aku akan kembali ke kamar,” ucap Amanda gugup dan langsung berbalik, membuat tangan Illarion di pergelangan tangannya terlepas.  Pria tampan itu kembali melihat punggung gadis mungil itu yang berjalan menjauhinya, sebuah napas berat dihembuskan oleh Illarion. “Ck! Apa sih yang aku pikirkan…,” gumamnya. “Aku tak boleh bahagia, dan melupakan balas dendam ini,” ucap pria dengan manik kelam itu. Bayangan ketika ibunya terbakar dan menjerit-jerit mengatakan ‘balaskan dendamku Illarion!’ selalu menjadi mimpi di tiap-tiap malam pria itu. “Aku ingin tidur dengan tenang. Lagi,” gumam pelan Illarion sembari kembali mengaduk cairan
Baca selengkapnya
CXXXV. Ritual
Amanda hanya diam saja menanggapinya. Beberapa wanita tampak berbisik-bisik mendengar pertanyaan Duke Gramer. Melihat orang-orang mulai menyimak pembicaraannya bangsawan tua itu makin gencar melecehkan Amanda. “Ia benar-benar tak bisa melupakan anakku, tentu saja, sudah seharusnya. Sial sekali Pangeran Hitam harus menikahi wanita sepertimu, setelah sebelumnya menikahi putriku. Dibandingkan penampilan anehmu kalian seumuran tapi kau benar-benar sangat tak menarik, hingga ia tak tertarik untuk menyentuhmu.” Amanda menggigit bibirnya, ia sedari tadi pura-pura tak memperhatikan bangsawan tua itu. Setelah menjelaskan cara penggunaan obat pada salah seorang warga desa di depannya, gadis itu kembali berkata dengan rasa sakit di dada. “Tuan, jika Anda butuh obat akan kusiapkan. Tapi-” “Melihat keahlianmu membuat obat, ku
Baca selengkapnya
CXXXVI. Kamar
Illarion menaikkan sebelah alisnya, tak menyangka perkataannya yang akan membawa jenazah Dutchess dari Elger lebih disetujui Duke Gramer ketimbang mengubur istrinya di Lembah ini. ‘Yah apapun itu, baguslah kalau begitu.’   Saat Pangeran Hitam sedang berjalan ke penginapannya menjelang malam, ia mendengar segerombolan warga desa yang berkumpul di tenda dapur darurat.  “Kasian sekali gadis itu, dan ia hanya diam saja mendengar segala hinaan itu. Tapi yang aku lihat di penginapan pun kamar mereka terpisah” “Walau penampilannya mengerikan, tapi sampai mengatakan Pangeran Hitam harus meminum obat perangsang hanya untuk tidur dengannya, kurasa itu sangat keterlaluan.” “Apa
Baca selengkapnya
CXXXVII. Vanilla
Sementara itu Amanda sibuk mencari alas untuknya tidur. Di lantai terasa sangat menusuk terutama saat masuk musim dingin seperti ini. ‘Aku tak boleh sakit, karena besok masih harus membagikan obat pada para pasien.’ “Ia kenapa tak tidur di kamarnya sendiri sih?” gumam Amanda. “Aku tak ingin ada gosip buruk yang menyebar tentang hubungan kita” bisik Illarion yang tiba-tiba sudah ada di samping Amanda.  Gadis itu langsung terjungkal dari tempatnya karena terkejut. “T-tuan!” Melihat Amanda begitu kaget dengan ekspresi yang sangat lucu, Illarion malah tertawa keras. ‘Tampan sekali,’ puji Amanda dalam hati melihat Pangeran tampan dekat kedua lesung yang terbentuk di pipinya. Gadis itu bahkan melupakan fakta bahwa pria i
Baca selengkapnya
CXXXVIII. Hilang
“Apa yang kau lakukan…?” tanya Illarion ketika membuka matanya dan melihat Amanda yang tanpa busana sudah berada di atas dirinya. “Astaga kukira kau Pangeran Landyork, maafkan aku…,” ujar gadis berkulit pucat itu kemudian bangkit dan mengambil gaun yang tersampir di kepala ranjang. Illarion menahan pergelangan tangan Amanda. “Apa maksudmu? Kau memancingku dan sekarang kau beranjak begitu saja?!” Amanda menatap remeh. “Astaga Tuan, bukankah hamba sudah mengatakan Pangeran Landyork itu lebih baik segala-galanya dari Anda. Dan… bukankah Anda harus ingat pesan ibu Tuan?” Muka Amanda perlahan-lahan meleleh seakan sebongkah lilin yang terkena panas, tak hanya itu kulitnya perlahan menghitam dan hanya tersisa otot di dalamnya. “Pesan yang mengatakan… Anda harus membalas den
Baca selengkapnya
CXXXIX. Dikubur
Kaki dan tangan Amanda terikat kuat, bahkan mata gadis itu di tutup. Ia baru saja sadar dari obat bius. Namun, ia tahu kalau sedang berbaring di sebelah mayat. ‘Jenazah Dutchess Gramer kah?’ tanya Amanda dalam hati. Ia juga mendengar suara langkah kuda di luar sana, bahkan tubuhnya terantuk-antuk bahan kayu yang mengelilinginya. ‘Apakah aku berada di dalam peti mayat?’ tanya Amanda sambil bergidik ngeri. “Kau sudah bangun?” tanya Duke Gramer. “Kenapa aku ada di sini?” jerit Amanda, mulutnya tidak dibungkam jadi ia bisa berteriak dengan kencang. “Lepaskan aku! Atau kulaporkan Tuan pada Pangeran Hitam!” bentak ancaman Amanda terdengar nyaring dari dalam peti kayu itu. Duke Gramer tertawa keras khas dirin
Baca selengkapnya
CXL. Penyembuh
“Illarion!” seru Amanda masih merasa hal ini bagai mimpi, dengan segera gadis itu menarik pria tampan itu ke dalam pelukannya. “Eh?” Kali ini Illarion yang bergumam. Di belakangnya sedang terjadi perkelahian -yang tentu saja sangat mudah diatasi- tapi sekarang pria bersurai hitam itu mendapat pelukan hangat dan nyaman. ‘Mungkinkah aku bisa meninggalkan semuanya yang kukejar, hanya untuk pelukan hangat ini?’ “Fokus!” seru Illarion lebih kepada dirinya sendiri, membuat Amanda melepas pelukannya, setelah itu Pangeran Hitam melemparkan belati yang menusuk punggung salah satu tabib. Sisanya sudah diringkus dengan mudah oleh para penduduk desa yang Illarion Black bawa, sepertinya warga sudah mulai melakukan perlawanan pada f
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1213141516
...
23
DMCA.com Protection Status