Semua Bab Complicated: Bab 11 - Bab 20
41 Bab
Complicated : 10
Raska benar-benar memperlihatkan sisi kekanakannya, mungkin efek keseringan berbaur dengan anak panti atau anak kecil yang tinggal di sekitaran kos kecil. Ekspresi yang Raska perlihatkan, tulus bukan karena terpaksa.Kalau dipikir-pikir, Raska sudah lama tidak bebas berekspresi. Semenjak, mengalami hal mengerikan. Berakhir, melarikan diri—melepaskan semuanya.Raska bertanding basket, lebih dominan anak-anak. Di sana sepakat menyediakan lapangan umum, lumayan besar. Bahkan, ada fasilitas sekaligus tempat penyimpanan berbagai macam peralatan olahraga.Raska mengoper bola ke satu anak panti, ya lebih suka menjadi point guard. Tepatnya sih, membiarkan anak-anak yang mencetak angka.Lumayan lama bermain, sekaligus memanfaatkan waktu luang yang amat menyenangkan bagi Raska. Entah kenapa, merasa ini menjadi hal terakhir. Raska mendengkus, sesekali mengusap kasar wajahnya."Kakak kenapa?" Satu anak panti heran, sembari memainkan bo
Baca selengkapnya
Complicated : 11
Dafian melirik sejenak kemudian mendengkus, tidak biasanya David datang terlambat. Lebih lagi tahu, acara rapat cukup penting—meskipun rapat kecil, bisa dibilang rekan tertentu saja. Semakin heran, saat David terpaku sejenak di ambang pintu. Detik berikutnya, baru melangkah dan duduk di sebelahnya.Entah kenapa, Dafian merasa kalau David baru saja melakukan pekerjaan berat dan amat memusingkan. Buktinya, sudah berapa kali terdengar helaan napas panjang nan berat.“Ada apa?” Pada akhirnya, Dafian bertanya spontan.David tersadar dari keterdiamannya. “Ah tid—”Suara bantingan amat kasar, membuat David menghentikan ucapannya. Bukan itu saja, rekan kerja yang diundang ikutan menoleh. Karena, si pelaku pendobrakan pintu adalah anak yang dibicarakan Rendra saat di pesta. Lebih mengejutkan, dalam keadaan mengkhawatirkan—penuh luka dan lumuran darah. Yang memperparah, masih ada satu besi yang dibiarkan tertancap di satu a
Baca selengkapnya
Complicated : 12
Setelah kejadian Raska menampakkan diri untuk meluapkan emosi—intinya semua perasaan sekaligus masalah yang dipendam sendiri meledak begitu saja. Bersamaan, terkuaknya sifat iblis nan licik David. Sejak dulu, berusaha mencari celah untuk membunuh Raska, hingga sekarang setelah bertemu lagi—David melakukannya. Ariska berhasil memaksa David untuk mengaku hingga menyerahkan diri. Tepat setelah diobati lukanya dan memulihkan diri sejenak, David dibawa polisi.Walau begitu, Ariska masih muak karena ulah David Raska memilih kabur dan hidup sendiri, seakan benar yatim piatu. Sekarang, keberadaannya lenyap padahal masih harus pemulihan luka. Lebih lagi, soal luka lama yang nyatanya begitu fatal dan itu karena David.Ariska berkali-kali menghela napas gusar, Risky tidak menemukan keberadaan Raska. “Kau ke mana sih?” Sangat khawatir, dan takut Raska benar-benar pergi. Lalu melirik ke arah Dafian, yang masih saja ,mementingkan ego. Jelas-jelas, sudah terku
Baca selengkapnya
Complicated : 13
Entah sudah berapa kali helaan napas kasar diselingi dengkusan kekesalan terdengar, pandangannya selalu terpaku ke luar jendela kelas—melamun. Avina bosan, kalau ada Raska pasti bisa mengganggu sekaligus mengkode agar peka. Semenjak keberadaannya lenyap, keseharian Avina di sekolah hanya berdiam diri di kelas. Kerinduannya belum bisa diluapkan, karena yang dirindukan belum ada tanda untuk kembali.Avina sempat berpikir kalau Raska, memilih untuk tidak kembali. Pasalnya, sebelum kabur terlihat jelas Raska lelah dan bernafsu meninggalkan kehidupan rumit. Demi kehidupan yang selama ini didambakannya. Menoleh sejenak, hingga terusik sesuatu. Tepatnya, saat Reza mendatanginya.Reza setelah berbincang dengan Nabila, sekaligus mengingat masa kecil. Saat itu juga, sudah mantap untuk memutuskan keterikatan dengan Avina. Lagi pun, semakin sadar dan yakin perempuan berharga yang bisa mengisi kekosongan hatinya dan paham perasaannya—Nabila.“Apa?” Av
Baca selengkapnya
Complicated : 14
Raska sejak perlajaran pertama berlangsung, bahkan berganti pelajaran kedua. Sama sekali tidak memperhatikan, terus menopang dagu dan manik hitam yang terbingkai cermin mata bula terpaku pada luar jendela. Hingga bel istirahat bunyi, Raska enggan beranjak.“Masih kurang.” Raska mengusap kasar wajahnya. “Ah iya, masalah sudah usai.” Mendadak terkekeh, masih tidak percaya kehidupan rumitnya telah usai. Bisa memanfaatkan kehidupan barunya yang amat tenang dan sederhana.Memindai sejenak ke penjuru kelas, sempat mengerutkan kening. Setelahnya, mendengkus sembari melangkah keluar. Tidak lupa, mengeluarkan setumpuk kertas—berisi tugas tambahan pengganti seminggu tidak masuk. Risiko bolos tanpa alasan, ketika masuk diintrogasi dan beban tugas tambahan.Langkah kaki Raska terhenti, seketika berdecih karena ada yang menghalangi jalannya. Muak, karena masih saja mengusiknya. Padahal Raska berharap, kehidupannya tenang lagi. Tetapi, gangguan k
Baca selengkapnya
Complicated : 15
Almeira menatap benci, wajahnya amat memerah. Menangkap siluet, Avina bersama Raska. Kemudian melangkah pergi, bahkan menghentakan kakinya amat kasar guna melampiaskan emosinya. Muak, karena menurutnya, gelagat Raska berbeda sekali bila diganggu Avina.“Nggak!” Almeira tidak menerima, kalau Avina mendapatkan balasan di luar dugaannya. Selama ini selalu melihat Avina mendapat penolakan, meski tetap tidak suka karena Raska yang terus menolak berakhir membiarkan. Sedangkan dirinya—Nggak adil! Kenapa harus—arrgghh!Almeira tersenyum licik. “Berani kau!”Sementara itu, Avina masih mematung. Raska sendiri sudah melangkah pergi, meskipun tidak terima Andreas memperpanjang masa cuti dadakan yang diambilnya dan itu pun tanpa menghadap dan memberi alasan yang jelas. Pada akhirnya, Raska menikmatinya.Melirik sejenak ke arah Avina yang kembali menyamakan langkah kakinya, lambat laun membiarkan. Bahkan, dalam sekej
Baca selengkapnya
Complicated : 16
Raska melangkah santai menuju kos-kosan, memang agak sedikit kacau. Lebih lagi, saat tadi memenuhi permintaan Dafian. Yang sebenarnya, menyuruh pulang. tetapi, Raska hanya datang tanpa ada niat untuk masuk. Senang? Tentu saja, efek sudah lama sekali tidak berbincang dengan sosok ayah—walau dulu lebih mementingkan ego, itu membuatnya muak.Namun, naluri seorang anak yang ingin dekat atau bisa seperti sosok ayah. Pastinya, sulit dibantah. Benci, tetapi masih ingin bisa bersama layaknya keluarga harmonis lainnya. Raska juga ingin pulang, tetapi saat sampai seakan lenyap. Faktor terbiasa hidup sederhana meskipun harus kerja.“Kenapa malah bimbang?” Raska mendengkus, karena heran sendiri. Hingga terusik suara bising, tetapi bukan karena pertengkaran. Akan tetapi, bising anak panti asuhan. “Ah iya, membatalkan dan juga dibebaskan.”Sejak awal tahu, panti asuhan yang menjadi tempat tinggal sementara Raska. Sebenarnya, lebih dulu dianggap r
Baca selengkapnya
Complicated : 17
Raska membuka mata dan memindai sejenak sekitar, baru ingat kalau tadi sakitnya terasa. Kemudian berlaih ke jam dinding, ternyata Raska melewatkan pelajaran di jam pertama. Beberapa menit lagi, akan masuk jam kedua. Terdiam sejenak di tepi brankar, sembari mengambil kacamata bulat yang tergeletak di nakas dan memakainya. Raska menghela napas sejenak, kemudian mulai melangkah. Ya, sudah lumayan hilang. Meskipun, masih agak lemas. Tidak disangka, keluar dari UKS bertepatan dengan guru kelas mata pelajaran keduanya melintas. “Sakit?” Pak Toni, tidak menyangka akan bertemu satu murid dari kelas yang akan diajarnya. Raska berdeham sejenak. “Ya, tapi sudah enakkan.” Pak Toni terdiam, sembari menatap intens Raska. Memang sudah terlihat baik, tetapi masih agak pucat. Mendadak ragu membiarkan Raska kembali ke kelas, tetapi sebelum mengatakan keringanannya agar Raska istirahat saja di UKS. Raska lebih dulu pergi, tepatnya ke toilet untuk membasuh wajah
Baca selengkapnya
Complicated : 18
Avina melangkah dalam diam, sesekali memandangi Raska berjalan di hadapannya. Setelah pulang dari rumah sakit, kembali bimbang. Meskipun, tadi sudah menetapkan keputusan terakhir. Dengan menerima tawaran Dehan, tetapi Raska juga masih tidak rela bila kehilangan adik pertama. Memang belum lama mengenal. Wajar bukan? Sulit untuk bagi Raska.Tanpa sadar, mereka berdua telah sampai. Tepatnya, Raska mengantar Avina sampai rumah. Kalau sebelumnya, memilih sampai depan perumahan atau depan rumah lain yang kebetulan hanya beberapa jarak dari rumah Avina. Saat itu, Raska masih enggan bertegur sapa dengan siapa pun.“Kau ikut denganku, pasti bisa memicu masalah ‘kan?” Raska baru ingat.Avina mengangguk. “Ya, kau tidak mengajak juga tetep aja.” Yakin sekali, karena ada pemicu lain. “Kau masih bimbang?”Raska hanya mendengkus kemudian melangkah pergi, seketika terhenti saat Avina bertanya hal yang saat ini malas untuk dipikir
Baca selengkapnya
Complicated : 19
Raska masih berada di rumah mewah—rumah asli, bukan berarti benar-benar akan menetap bersama lagi. Sebenarnya, pagi buta tadi ingin kembali ke kos. Namun, terpaksa diurungkan karena mereka—terutama Ariska menahannya. Juga, memaksa untuk pulang.Pada akhirnya menerima, tetapi kali ini yang mengusik pikirannya—hal lain. Bukan mengusik, tepatnya aneh karena sudah lama tidak pernah dialami. Ya, Raska tiba di sekolah bersama dengan Reza. Alasannya, Dafian mengantar.Dalam perjalanan tadi, Raska masih canggung dalam merespon pertanyaan. Juga, agak sebal karena membicarakan hal itu lagi.“Aku hanya penasaran. Nggak boleh kah?” Reza senang karena Raska tidak benci atau apapun dengan kelakuannya, yang mau mengikuti rencana David. Di satu sisi, Reza juga ingin akur sebagai saudara—angkat terasa kandung. Bukan merebut posisi lagi, melainkan menumbuhkan ikatan persaudaraan.Raska mendengkus, dan melirik bosan. “Masih belum je
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status