Semua Bab Complicated: Bab 21 - Bab 30
41 Bab
Complicated : 20
Raska berdecih, lagi-lagi naluri anak kembali menguasainya. Terbukti, niat awal pulang ke kos-kosan malah ke rumah sebenarnya. Pada akhirnya, masuk karena sudah lelah untuk berkeliaran di luar atau sekadar mewujudkan niatnya kembali ke kos. Kini melangkah gontai menuju kamar. Raska tidak menyangka, kamarnya masih sama seperti dulu—sebelum memutuskan kabur. Hampir mengira kamarnya akan menjadi gudang yang tidak terawat.“Kau sama sekali nggak mau tinggal di sini kah?” Dafian yang akhir-akhir ini memiliki waktu luang. Lebih lagi melihat Raska kembali, langsung dimanfaatkan untuk memperbaiki hubungan ayah dan anak. Meski tahu, masih sulit bagi Raska.“Entahlah.” Raska benar-benar bingung, sembari melangkah dan merebahkan diri di ranjang. Lagi-lagi, lelah dan sakit. Padahal, tidak melakukan hal berat. Raska benci dalam kondisi seperti ini.Dafian hanya bisa pasrah, melirik Raska yang terpejam dan berusaha tenang. Tahu, pasti terasa lagi
Baca selengkapnya
Complicated : 21
Raska melangkah pergi, tidak menyangka benar-benar terjadi. Berhasil menyelamatkan, tidak dengan batin. Avina kacau dan menyedihkan sekali, terlebih lagi mengalami syok berat dan membuatnya—bisu. Takut pada siapa pun yang mendekati, terutama laki-laki.Tanpa mempedulikan orang sekitar, Raska mendudukkan diri di pinggir jalan. Napasnya kembali tersendat, akibat kalap tadi. Manik hitamnya terpaku pada telapak tangan, baru sadar ada lumuran darah.Tadi itu, ada satu warga yang melihat kejadian—tanpa pikir panjang menghubungi polisi dan Raska ikutan terseret untuk interogasi. Raska baru ingat, kalap menyerang segerombolan lelaki yang disuruh Almeira untuk melakukan hal tidak senonoh pada Avina, hampir meregang nyawa.“Tau, yang kulakukan amat berlebihan. Kalo nggak seperti itu pasti akan terlambat. Lagi pula, mereka tidak tewas.”Raska yakin mereka dengan cepat dibawa ke rumah sakit, sebelum ditangkap. Memang berimbas padanya juga, ter
Baca selengkapnya
Complicated : 22
Raska melepas perlahan pelukan Avina, lega karena tidak membuatnya terbangun. Kini duduk terdiam di tepi ranjang, sesekali menarik napas dan membuang perlahan. Ya, nyeri kembali terasa. Pada akhirnya, Raska kembali meminum obat yang ditebus meski—sudah terlambat. Setidaknya, bisa menghilangkan nyeri.“Persis orang penyakitan!” desis Raska, kesal karena hal seperti ini menimpa padanya.Tangannya meraih tas, mengeluarkan obat sekaligus sebotol air mineral. Seketika lega, tepat setelah menelan beberapa butir obat dan menenggak air mineral—beruntung sudah dimasukan kembali ke dalam tas. Pintu kamar Avina terbuka, ternyata—Avera.“Kenapa?” Avera kembali terusik dengan gelagat Raska, seperti panik akan sesuatu.Raska menghela napas sejenak. “Tidak apa.”Avera hanya berdeham, tetapi semakin menatap curiga. Setelahnya, menepis dan beralih melihat Avina. Avera berpikir, Raska gagal karena sempat berjaga
Baca selengkapnya
Complicated : 23
Avina terus menatap ke arah Raska, kembali terbaring di brankar. Kondisinya mendadak kritis. Kata dokter, efek Raska tidak meminum obat secara teratur, membuat keadaannya semakin memburuk.“Avina.”Yang dipanggil menoleh singkat, ternyata Risky yang memanggil. Namun, saat mendekat Avina langsung memberi jarak. Meskipun sudah berusaha membiasakan diri, dan menganggap kalau mereka semua tidak bermaksud jahat. Masih sulit bagi Avina untuk menganggapinya dengan santai.Risky paham kalau Avina masih dilanda trauma, meski tidak separah saat kejadian itu menimpanya. “Lebih baik pulang, kabar kondisi Raska akan dikasih tau oleh Reza.”Avina terdiam mendengarnya, kemudian mencoba tenang. Karena teringat harus memberitahu mengenai keluarga angkat. Saat diajak bertemu dengan Dehan, dan Raska membiarkannnya berbincang berdua. Dehan mengatakan padanya, untuk menjelaskan soal keluarga angkat dan keputusan Dehan, terhadap keluarga Raska.N
Baca selengkapnya
Complicated : 24
Raska terpaku di tempat menatap adik angkatnya, yang membuat heran adalah gelagatnya. Seakan Dehan tidak memiliki rasa takut sedikit pun, setelah memutuskan untuk lenyap dan membiarkan orang lain meneruskan hidup. Wajahnya berseri, amat tenang dan tidak pucat seperti biasa.“Begini enakkan? Sama-sama tidak merasakan sakit lagi.” Dehan mulai menyahut, dan berjalan-jalan santai. Benar-benar menikmati ketenangan, mengingat selama ini selalu dihantui rasa sakit dan ketakutan yang teramat besar. Tetapi sekarang, sudah tidak dan itu membuat Dehan lega. “Kakak jangan merasa bersalah terus loh!”Raska hanya bergeming, yang pasti terus berusaha menahan diri untuk tidak memperlihatkan raut wajah sedih—kehilangan. Melihat Dehan semakin ceria, Raska tidak mau melenyapkan keceriaannya itu.“Semuanya udah berakhir bukan? Keinginanku terwujud, begitu juga dengan kakak masalah telah usai. komplit ‘kan?”Raska mendengkus, De
Baca selengkapnya
Complicated : 25
Raska terlihat berada di restoran milik Andreas, memang bukan jadwal part time. Melainkan, bila mengerjakan tugas atau apapun selalu di sana. Tepatnya sih, iseng menemui teman dadakan—satu pekerjaan. Sepertinya, Raska mulai menganggap Zian teman akrab—habisnya dulu kelakuan menyebalkan dan sering kali mencerocos. Justru membuat Raska, melupakan masalah.Memang cerewet sekali.“Jadi, kau udah nggak phobia lagi kah?” Kebetulan belum banyak pengunjung, Zian sibuk kerja masih aja mengganggu Raska. Bahkan, menyipitkan mata sembari menunggu jawaban dari Raska.Raska mengerutkan kening. “Phobia apa? Aku tidak merasa memiliki phobia apapun.” Satu tangannya tergerak cepat untuk menonaktifkan laptop dan bersedekap dada. Bahkan, semakin bingung dengan pertanyaan Zian—menurutnya aneh.Zian mencebik kesal. “Nggak inget kah? Gelagatmu dulu kaya phobia, bila dideketin kabur!”“Oh.” Raska m
Baca selengkapnya
Complicated : 26
Avina terlihat baru saja keluar dari kamar, kebetulan di hari libur kuliah dan Raska sedang tidak ada jadwal, makanya bisa bebas lagi. Tepatnya iseng jalan, ke manapun. Mendadak terhenti, dan mengintip dari balik tembok dari arah tangga menuju ruang tengah. Raska terlihat bersama Aldian.Bisa dibilang sih, Aldian berusaha membiasakan diri dengan pribadi Raska yang sulit didekati. Ditambah kejadian dulu yang menimpanya, membuat Raska pernah melampiaskan emosi pada Aldian. Efeknya terlihat sekarang, sulit akrab. Ah bukan! Tepatnya, Aldian sulit memulai pembicaraan dengan Raska.Raska sendiri, hanya melirik sejenak kemudian diam, diam, dan diam. Dari awal emang anti diajak berkumpul dan berbincang, makanya tidak peduli siapa pun yang mendekat. Raska tetap mengabaikan keberadaannya. Meski—yang mendekat adalah Aldian—ayah dari Avina.“Kau benar-benar pulih biasa ‘kan?” Aldian masih penasaran dengan kondisi Raska, bisa dibilang masih suka
Baca selengkapnya
Complicated : 27
Raska meregangkan ototnya sejenak, sembari menatap dirinya di pantulan cermin. Hingga terpaku sejenak, pada bekas operasi. Kepergian adik pertama—sekaligus kesembuhannya, sudah bisa diperkiraakan memasuki setahun.“Kalo kau ada, pastinya akan menjadi tempat curhat lagi.” Apapun masalah yang dihadapi Raska, pasti selalu menemui Dehan dan orang tuanya untuk mencari titik pencerahan—alias curhat. Meski yang lebih sering itu—Dehan.Raska sadar, berbicara atau mengeluh tidak akan mengubah atau mengembalikan Dehan. Menoleh sejenak, saat pintu kamarnya terbuka. Baru ingat, Avina masih di sini. Kemudian melirik jam dinding, ternyata sudah hampir malam.“Kenapa lagi?”Yang ditanya hanya menggeleng, sembari memakai kaus oblong hitam dan jaket dengan warna senada yang tergeletak di ranjang.Avina semakin penasaran, lebih lagi raut wajah Raska terlihat—antara kacau lagi atau pusing akan sesuatu. “Beneran?&r
Baca selengkapnya
Complicated : 28
Meski sudah tidak ngambek, tetap saja Avina masih sebal. Buktinya, mendadak tidak bersedekatan dengan Raska. Memilih enggan mempedulikan, tetapi juga tidak mau kalau Raska pergi—pulang."Ngambek lagi kah?" Raska asik dengan game di ponselnya sembari duduk di lantai, menyandarkan punggung tegapnya pada ranjang Avina.Avina sendiri masih berbaring memunggungi Raska. Terus diam, dan enggan menoleh. Hingga akhirnya, menoleh dan benar-benar berbalik—lebih mendekat pada Raska.Satu tangannya terulur, mulai menyentuh surai Raska—sesekali menepuk dan mengelusnya, dan berakhir merembet ke leher—melingkarinya.Raska sempat mengernyit dan terganggu, tetapi mulai membiarkan. Namun, tetap saja napas hangat terasa di tengkuk. Ya, meski tidak menoleh Raska yakin. Avina dekat sekali dengan tengkuk lehernya."Apa sih?" Raska mendadak sebal, merasa Avina sengaja memancingnya
Baca selengkapnya
Complicated : 29
Avina masih berbaring menyamping, satu tangannya terus terulur untuk memgelus sesekali menyisir surai Raska. Yang kembali terlelap dalam posisi telungkup.Terus menatap lekat, bahkan sudut bibirnya terangkat, setelah melihat Raska tenang. Meski begitu, berharap benar-benar bisa melenyapkam tremor—trauma. Ya, Avina tidak suka melihat Raska kacau lagi.Seketika terusik, saat Raska berganti posisi menyamping dan meringkuk ke arahnya. Lambat laun, kelopak matanya terbuka, memperlihatkan manik hitam yang sudah menyorot seperti biasa—datar, didominasi kemalasan."Sudah sore, aku pulang ya? Oh iya, besok kuliah?" Avina sengaja bertanya, setidaknya bisa lebih awal tahu dan meminta izin besok.Raska masih belum menjawab, kini duduk termenung di tepi ranjang. Sesekali mengusap kasar wajah. "Kuliah, sehari nggak masuk sudah cukup kok."Avina lega mendengarnya, kembali menyisir surai Raska
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status