Semua Bab Bukan Pilihan: Bab 71 - Bab 80
149 Bab
Chapter 71 : Menjadi Miliknya
    Sepanjang hari perasaan Alex tidak enak. Dia khawatir terjadi sesuatu pada Diana. Hatinya semakin resah saat handphone Diana tidak dapat dijangkau. Alex menelepon Jack dan mendapat informasi bahwa Diana menjatuhkan handphone ke air.    Alex bukan orang biasa. Dia tahu Jack berbohong, tapi apa yang dapat dilakukan? Dia mempercayai Jack. Kesulitan apa pun yang dihadapi Diana, Alex tahu Jack dapat membantu.    Sore hari Alex pergi ke club. Dia butuh kesibukan untuk mengalihkan pikiran yang kusut. Sayangnya tidak banyak yang bisa dilakukan. Tidak ada perkelahian maupun insiden berarti. Malamnya Alex masih mencoba menelepon Diana. Tidak berhasil. Malah Jack yang menelepon.    "Hei, ada kabar apa?" tanya Alex tanpa semangat.    "Vorst, sedang di mana kau? Di club? Cepat pulang! Kekasihmu sedang menuju ke sana!" seru Jack.    "Apa?? Bagaimana??" Alex melompat berdiri. Dia segera berlari ke mobil.
Baca selengkapnya
Chapter 72 : Menyangkal Takdir
    "Untung pakaianku masih banyak di sini, kalau tidak aku bisa memakai bajumu terus."    "Aku tidak keberatan." Alex tersenyum.    "Kamu ih."    "Lagipula bukankah kamu akan lebih sering tidak berpakaian?" goda Alex.    "Alex! Tidak sopan!" Diana membenamkan wajah dalam selimut.    "Sembunyi di mana kamu? Aku akan menemukanmu." Alex turut masuk ke dalam selimut.    "Pergi sana, ini tempat berlindungku!" Diana tertawa.    Tawa Diana terhenti saat Alex melumat bibirnya. Perlahan hasrat mereka terbangkit. Alex membawa Diana melayang ke langit ke tujuh, berkali-kali. Usai pergumulan mereka rebah tanpa jarak.     "Tidak takut dijemput paksa?" Alex memainkan rambut Diana di jari-jarinya.    "Tidak takut." Diana tersenyum. Jari telunjuknya menyusuri torehan tinta di lengan Alex.    "Hmmm..., anak nakal." 
Baca selengkapnya
Chapter 73 : Menyelidiki Benyamin
    Saat tubuh bersatu, roh pun turut melebur. Kepekaan mereka terhadap pasangan semakin bertambah. Bukanlah sesuatu yang buruk untuk dapat turut merasakan perasaan dan pikiran sang kekasih. Inilah yang dialami Alex dan Diana setelah malam pertama mereka.    "Kamu mau ke mana?" tanya Alex.    "Aku tidak--"    "Ke rumah hantu??" Alex mengernyit.    "Apaan sih? Keluar dari kepalaku, hush hush!"    Bukannya dia penakut? batin Alex.    "Hei, aku bukan penakut ya. Ayo buktikan!" cetus Diana keki.    Alex menatapnya dengan takjub.    "Apa??" tantang Diana.    "Ada sesuatu yang menarik." Alex menarik Diana hingga tersungkur dalam pelukannya.    "Apa?" Diana menunggu Alex melakukan apa yang ada dalam pikirannya.    "Kamu bisa lihat?" Alex tersenyum nakal. Pikirannya membayangkan banyak hal yang akan dilakuka
Baca selengkapnya
Chapter 74 : Melindungi Miliknya
    Malam telah tiba saat Diana terbangun. Kamar kosong dan dingin. Di manakah Alex? Diana menggeliat. Dia mengambil kaos Alex dari lemari dan memakainya. Rasanya lebih nyaman memakai kaos kebesaran milik kekasih.    Diana mengambil segelas air dingin di kulkas. Diteguknya dengan nikmat. Perutnya merasa lapar. Dia menghangatkan makanan yang tadi sore mereka beli, seporsi besar seafood platter. Sambil menunggu Diana mengambil handphone barunya.     Daftar kontak baru terisi dengan nomor Alex. Diana mencoba menelepon. Tidak dijawab? Coba sekali lagi.    "Princess-ku sudah bangun?" Suara Alex terdengar menggoda.    Diana mendengar suara orang pura-pura muntah di latar. Matanya melebar. Itu suara Jack!    "Alex, kamu di mana? Aku mendengar suara Jack," tanya Diana.    "Benar sekali. Orang ini tidak bisa lepas dariku." Alex tertawa. Jack meneriakkan sesuatu.    "Sedang apa kal
Baca selengkapnya
Chapter 75 : Tak Terpisahkan
    Akhirnya Alex menceritakan apa yang terjadi di lobby. Diana mendengarkan dengan penuh perhatian. Setiap emosi yang muncul di hati Alex mengalir kepadanya tanpa hambatan. Diana tersipu.    "Kamu melihat atau merasakan?" tanya Alex.    "Keduanya."    "Tidak ada lagi yang dapat kusembunyikan ya?" desah Alex.    "Sekarang aku mengerti perasaanmu. Mengetahui isi hati dan pikiran orang lain tidak selalu menyenangkan. Membuatku lelah."    Alex menyeringai. Dia setuju.    "Lalu sekarang bagaimana?" tanya Diana sambil menusuk potongan udang terakhir dengan garpu.    "Aku masih ingin bermesraan denganmu tanpa gangguan," ucap Alex tanpa perlu berpikir.    "Kalau Papa mengirim orang lagi?"    "Kemungkinan dia akan datang sendiri."    "Menurutmu?"    Alex mengangkat bahu, "Perasaanku mengatakan begitu."
Baca selengkapnya
Chapter 76 : Penjemputan
    Pagi hari ini kediaman Benyamin tampak seperti persiapan demonstrasi. Orang-orang berpakaian serba hitam berbaris di taman dengan Jack ikut serta di barisan terbelakang. Benyamin mengawasi bawahannya.    Sebuah Rolls Royce hitam berkilat bergulir menuju mereka. Benyamin memicingkan mata. Dia tahu mobil mewah itu milik Sanjaya. Mau apa mereka di sini? Penjaga gerbang bodoh, kenapa mereka diijinkan masuk?    Budiman Sanjaya turun dengan anggun diikuti sang ayah, Sugito Sanjaya. Keduanya memiliki wajah yang mirip hanya dibedakan oleh kerutan. Benyamin mengangguk dan mendahului masuk ke dalam rumah.     "Selamat pagi, Saudara. Aku percaya kamu sedang menangani masalah yang ada," kata Sugito dengan pongah. Kakinya disilangkan tinggi-tinggi memperlihatkan sepatu kulit buaya yang berkilat tanpa cela.    "Betul sekali, Saudara. Tenang saja, aku akan membawa Diana kembali ke sisi putramu." Benyamin tersenyum t
Baca selengkapnya
Chapter 77 : Putri Yang Berkhianat
    Benyamin menatap pasangan kekasih yang duduk di hadapannya. Tampak jelas sekali kedekatan mereka berbeda dari sebelumnya. Hati Benyamin was-was.    "Diana, calon suamimu menginginkan untuk segera menikah," kata Ben.    Diana bertukar pandang dengan Alex.    "Aku tidak mau, Pa. Orang itu sakit jiwa. Tanya saja Jack," ketus Diana.    Benyamin memandang ke arah Jack yang berdiri di sampingnya, "Benar begitu?"    "Benar Pak."    Benyamin tidak menyangka.    "Tuh kan. Papa tidak tahu sih, masa baru makan malam sudah mau berbuat yang aneh-aneh," timpal Diana.    "Jadi kamu tidak mau?" tanya Benyamin.    Diana menggeleng.    "Papa kurang hati-hati dalam menyeleksi. Pulanglah. Kita akan mencari calon suami untukmu dengan cara yang lebih baik."    "Aku tidak mau, Pa. Aku sudah menetapkan pilihan." Diana m
Baca selengkapnya
Chapter 78 : Taman Hiburan
    Televisi menayangkan acara komedi kesukaan Diana, tapi matanya menatap kosong. Kedua lengannya memeluk lutut seperti anak hilang. Alex merangkul tubuh mungil Diana dengan penuh kasih sayang.    "Diana," panggil Alex.    "Hmm?"    "Kupikir kamu tidak mau menjawab." Alex tersenyum. Jarinya memainkan helaian rambut Diana.    "Hmmm...."    "Kamu harus keluar dari sini. Sudah tiga hari kita tidak terkena sinar matahari."    "Hmmm...."    "Satu-satunya reaksi berbeda yang kudapat darimu hanya saat kita bercinta," goda Alex.    Diana menyembunyikan wajah di lengan.    "Aku tahu ke mana harus membawamu. Ayo mandi dulu," kata Alex.    "Hmmm...," gumam Diana dari balik tirai rambut.    Alex geleng-geleng kepala. Tanpa peringatan dia membopong Diana ke kamar mandi. Alex menyalakan pancuran air tanpa melepas
Baca selengkapnya
Chapter 79 : Jack Menetap
    Hari-hari kembali normal. Diana kembali mendampingi Alex dalam pekerjaan. Kini semua karyawan club sudah mengenal Diana sebagai Nyonya Alex, sebuah sebutan yang masih diterimanya dengan tersipu malu.    Suatu malam yang kebetulan adalah akhir bulan di mana pembukuan harus dirampungkan sedetil mungkin. Diana bekerja keras menarik data dari Alex dan memasukkannya ke dalam tabel-tabel yang telah diprogram dengan rumus rumit. Karena bukan jurusan akuntansi, Diana membuat tabel dan rumus sesuai keperluan mereka.     Dari monitor CCTV Diana dapat melihat Alex sedang mengontrol situasi di club. Semua orang disapa dengan bersahabat. Kemampuan indera keenam Alex sangat membantu dalam menyaring orang-orang yang dapat dipercaya.    Pada salah satu layar terlihat ada perdebatan kecil di pintu masuk. Siapa gerangan? Diana melihat Alex segera menuju lokasi keributan.    "Matamu buta, hah?? Aku di tempat ini selama
Baca selengkapnya
Chapter 80 : Obrolan Malam
    Pekerjaan Diana baru selesai satu jam setelah club tutup. Jack tertidur di kamar sementara Alex menunggui dengan setia. Sebenarnya Diana dapat menyelesaikan lebih cepat, hanya saja konsentrasinya buyar oleh colekan Alex.    "Aku bisa tidur sampai sore nih." Diana menggeliat di pangkuan Alex.    "Yakin? Tidak mau menemaniku bergadang?" Alex mengulum daun telinga Diana.    "Kamu ih, ada waktu bermesraan, ada waktu beristirahat..." Mata Diana terpejam. Kepalanya bersandar ke bahu Alex.    "Kamu tidak usah bergerak, biar aku yang bekerja," rayu Alex.    "Mmmh..."    Alex nyaris tertawa saat Diana tertidur. Tidak tega membangunkan, Alex membopong Diana. Dia membangunkan Jack dengan tendangan.    "Heh! Sial kau--"    "Sssssttttt...!"    Jack langsung diam.    "Tolong matikan semua peralatan listrik. Kita pulang."
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
15
DMCA.com Protection Status