All Chapters of Jelajah Jelita: Chapter 21 - Chapter 30
43 Chapters
Melangkah Mundur
Sudah seharian Jelita mengurung diri di dalam kamarnya sendirian. Lebih dari separuh nyawa dan pikirannya melayang entah kemana. Ia sudah mencoba membuka laptopnya untuk melanjutkan tugas kuliahnya, tetapi ia tidak cukup memiliki energi untuk itu. Namun bayangan akan kejadian tadi malam itu masih menghantuinya.Ditiliknya ponsel jadulnya. Biasanya setiap hari Jelita berkomunikasi intens dengan Arina, sahabatnya yang penuh pengertian itu, mulai dari mengenai tugas kuliah hingga hal-hal yang tidak cukup penting seperti mengirimkan foto makanan atau bergosip. Jelita kembali menatap dress yang ia kenakan semalam, dalam hati dan benaknya ia mencoba merangkai kata-kata pembuka untuk menghubungi Arina kembali. Mungkin pembahasan mengenai pengembalian dress ini dapat menjadi topik pembuka, pikirnya. Belum lama ia memikirkan hal itu, ia kembali mengurungkan niatnya. Tanpa ada yang benar-benar memperhatikannya, tadi malam Jelita memutuskan untuk pulang sendiri meng
Read more
Lembaran Baru Jelita
Tiga bulan telah berlalu semenjak kejadian di apartemen Enrico yang cukup mencekam itu. Hingga detik ini, tidak ada pembicaraan yang berarti antara Jelita dan Arina. Pernah pada suatu sore di sebuah acara malam keakraban fakultas mereka, Jelita mencoba menegur Arina yang tengah duduk seorang diri menikmati hidangan malam. Ketika Jelita mendekat ke arahnya, Arina nampak sedikit gusar dan tidak nyaman, jelas sekali bahwa Arina berusaha menghindar dari segala bentuk interaksi dengan Jelita. Tetapi saat itu semuanya telah terlambat bagi Arina. Duduk seorang diri jelas menimbulkan celah bagi Jelita untuk mendekat. “Hai, Rin. Kamu sendirian saja?” tanya Jelita menghampiri Arina yang tengah duduk dan sibuk mengunyah makanannya. Disapa secara spontan begitu, Arina hanya mengangguk cepat lalu tersenyum. “Boleh aku duduk di sini?” tanya Jelita lagi. Arina kembali mengangguk. Mendapat persetujuan dari Arina, Jelitapun ikut makan bersamanya di meja yang sama.  
Read more
Menjemput Impian
Sebelum pukul dua belas siang, Jelita sudah berdandan manis nan rapi. Dipatutnya seluruh penampilannya siang itu di cermin. Ketika sedang mencoba sepatu yang cocok untuk ia kenakan, pesanan ojek onlinenya telah sampai di depan rumah. Dengan berlari kecil penuh suka cita, Jelita keluar dari kamar untuk berpamitan kepada seisi rumah, disalaminya kedua orang tuanya lalu dipeluknya adik satu-satunya itu sambil memohon untuk disemangati dan didoakan. Sebelum Jelita benar-benar keluar rumah, tiba-tiba Ibunya memanggil namanya.“Nak, tunggu dulu, ini barusan Ibu siapkan bekal makan siang untukmu, nasi goreng sosis kesukaanmu dan jeruk peras dingin. Dimakan ya, Nak, tidak usah beli makanan atau jajanan supaya irit,” Ibu tersenyum dan menyerahkan tentengan tas kanvas sederhana. Jelita nampak kegirangan, lalu ia naik ke ojek motor online sambil melambaikan tangan.“Pak, kita ke Stasiun Anggrek, ya,” pinta Jelita yang diikuti oleh anggukan pengemudi ojek.
Read more
Tiket Satu Arah
“Halo, Bunga?” Jelita membuka obrolan telepon siang itu.“Hai, Jelita. Tumben kamu menelepon?” sapa Bunga dari seberang sana. Nadanya tampak seperti agak keheranan.“Iya, aku tidak suka berlama-lama mengetik WhatsApp, karena aku sedang di pinggir jalan dan aku ingin langsung ke pokok permasalahannya saja. Boleh aku tahu kenapa kamu ingin bertemu denganku?” tanya Jelita kepada Bunga.“Sebenarnya aku hanya ingin menyampaikan permintaan maafku kepada kamu. Mungkin kamu masih ingat kejadian malam di apartemen Enrico saat itu dan kamu mendengarkanku pengakuanku? Maaf Jelita, saat itu aku hanya mabuk saja. Tingkahku di luar kendali dan pastinya membuatmu sakit hati. Ijinkan aku untuk meminta maaf secara sungguh-sungguh dengan bertemu langsung denganmu,” pinta Bunga. Seketika Jelita yang semula risih dengan segala perbincangan mengenai Bunga itupun menjadi iba. Sambil mengayunkan kedua kakinya berjalan perlahan di pinggir
Read more
Menuju Desa Jatilima
“Selamat Jelita atas keberhasilanmu menyelesaikan training orientasi untuk calon pegawai di lembaga kami. Tes kesehatanmu juga sudah keluar hasilnya, kamu sehat secara jasmani dan rohani, tidak ada potensi penyakit serius. Sekarang kamu boleh pulang, tiket dan detil keberangkatanmu ke Desa Jatilima dua hari lagi, akan segera kami kirimkan melalui email. Paling lambat kamu akan menerima email dari kami malam ini, ya. Sekali lagi, selamat bergabung di lembaga Mitra Air Bersih Nasional!” ucap Clara sebelum memeluk erat Jelita, kolega barunya itu.   Seminggu ini telah berlalu dan amat memacu semangat Jelita. Bagaimana tidak, setelah menjalankan serangkaian tes kesehatan untuk calon pegawai lembaga yang memakan waktu seharian penuh, Jelita harus dihadapkan pada empat hari penuh menjalani masa orientasi di kantor pusat lembaga itu. Praktis setiap hari Jelita harus bangun lebih pagi dari biasanya dan memakan cukup banyak waktu menuju Gedung Sudirman, tempat kantor lemb
Read more
Lima Tahun di Desa Jatilima
Melihat Jelita yang kurang yakin bahwa dirinya adalah Rama, Rama meninggalkan Jelita begitu saja dan tetap berjalan menuju parkiran mobil. Tetapi kali ini Rama mengalah untuk membawakan satu koper Jelita. Jarak yang tidak jauh antara mobilnya dengan lobi utama bandara itu mengharuskan Jelita tergugah dari ketakjubannya. Ia buru-buru membantu Rama menaikkan semua barang bawaannya ke dalam bagasi mobil Rama. Setelah semuanya beres, Rama mempersilakan Jelita untuk masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi penumpang di samping kursi pengemudi.   Selama perjalanan, Rama tidak banyak bicara, bahkan hanya beberapa kali saja ia melirik ke arah Jelita. Tidak ada satupun kalimat basa-basi yang Rama lontarkan, baik itu menanyakan kabar, mengenai pekerjaan Jelita kelak, atau bahkan menceritakan tentang dirinyapun tidak ia lakukan.   Nama lengkapnya Ramadhan Adiaksa. Pemuda yang terpaut lima tahun lebih tua dari Jelita itu merupakan Community Engagement Ma
Read more
Lelaki itu Bernama Rama
Teriakan Jelita dari dalam mobil rupanya tidak sengaja terdengar oleh Bu Novi, wanita setengah baya yang merupakan atasan Rama, yang secara otomatis berarti beliau adalah calon boss dari Jelita. Kala itu Bu Novi berniat menghampiri Jelita yang berdiam diri di dalam mobil Rama, setelah Rama menginformasikan bahwa Jelita ada di situ. Namun rupanya suara teriakan Jelita itu cukup mengejutkan Bu Novi yang sudah berdiri di dekat mobil tesebut, lalu Rama mengikuti Bu Novi dari belakang.“Ya ampun Rama, kamu kunci mobilnya ya? Itu si Jelita teriak-teriak dari dalam mobil! Sini, Rama, cepat!” Bu Novi tampak panik dan menarik lengan Rama yang berjalan di belakangnya.“Tadi sudah kuminta turun tapi katanya dia masih ingin di dalam, Bu,” ujar Rama berbohong sambil membukakan pintu mobil yang semula sengaja ia kunci itu. Setelah kunci terbuka, Jelita buru-buru membuka pintu mobil itu dengan penuh kelegaan.“Tidak, Bu. Bohong! Saya bahkan tidak
Read more
Rahasia Rama
Bu Novi, Rama, dan Jelita duduk bertiga dalam satu meja dan terpaku menatap daftar menu. Sang pelayan dengan setia menunggu ketiganya menyebutkan pilihan pesanan mereka masing-masing. “Cokelat hangat satu,” seru Rama dan Jelita berbarengan. Mereka sendiri juga cukup takjub dengan momen itu, sampai akhirnya mereka saling menatap tak percaya. Bu Novi terkekeh melihat pemandangan itu. “Hahaha, duh baru ketemu sehari sudah sehati ya kalian, tuh. Mas, jadi cokelat hangatnya dua, ya. Saya pesan teh tawar hangatnya satu. Untuk makanannya kalian berdua mau pesan apa?” tanya Bu Novi kembali menengahi. “Nasi goreng…” Rama dan Jelita menjawab itu secara bersamaan lagi. Jelita menatap Rama tak percaya, bahkan hampir curiga bahwa Rama memiliki indera keenam. Kali ini Bu Novi tidak sendirian tertawa, sang pelayan restoran sederhana di atas bukit itu juga terkekeh geli melihat Rama dan Jelita dua kali menyebutkan pesanan mereka berbarengan. “Hahaha. Gemas sekali, ka
Read more
Tragedi Lontong Sayur dan Ember Merah
Hari Minggu adalah hari terakhir bagi Jelita untuk bersantai sejenak sebelum esok hari memulai harinya sebagai pegawai baru di lembaga Mitra Air Bersih Nasional di kantor cabang Desa Jatilima. Jelita seperti merasa sudah berada lama di sini lantaran suasana Desa Jatilima mengingatkannya pada Desa Balarambe walaupun jelas keduanya memiliki detail dinamika yang berbeda.   Pagi-pagi sekali Jelita terbangun dari tidur nyenyaknya, bahkan sebelum matahari benar-benar terbit sempurna. Dibukanya gorden jendela unit kamarnya, lalu dilirik sekilas ponselnya yang terdapat sebuah panggilan tidak terjawab dari sang Ibu. Mungkin mau mengingatkannya untuk sholat subuh, pikir Jelita. Ia lalu bergegas ke kamar mandi untuk mandi pagi dan berwudu, setelah itu ia hendak menunaikan sholat subuh. Diamatinya suasana jalanan di sekitar mess dari jendela kamarnya. Beberapa warga sudah berlalulalang di pagi hari untuk berjualan di pasar atau sekedar melakukan aktifitas pagi hari. Sungguh
Read more
Hari Pertama Jelita
Hari ini merupakan hari pertama Jelita bekerja di lembaga Mitra Air Bersih Nasional di Desa Jatilima. Kantor lembaga yang jam kerjanya dimulai pukul 08.00 pagi itu disambangi Jelita sejak jam 06.45 waktu setempat, jelas tidak ada satupun pegawai yang sudah siap bekerja di jam tersebut. Setelah memperkenalkan dirinya kepada satpam yang bertugas hari itu, Jelita dipersilakan masuk ke kantor lembaga lima menit kemudian. Ia masuk dalam keadaan kantor masih gelap gulita dan kosong melompong. Dengan rasa penasaran yang tinggi, Jelita melihat-lihat keadaan kantor lembaga yang tidak semegah suasana kantor pusat, namun masih memberikan kesan modern dan asri. Lantainya tidak dilapisi karpet meteran, dengan furniture serba kayu penuh dengan ukiran cantik. Sekat-sekat antar kubikel dibuat rendah dan memberi kesan ramah serta terbuka. Jelita menghampiri meja pegawai satu persatu, dari sekedar mencobai kursi yang berbeda-beda, ia juga sedikit mengintip beberapa kertas kerja y
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status