All Chapters of Arya Tumanggala 2: Chapter 21 - Chapter 30
150 Chapters
Kehilangan Wyara
KETIKA kembali ke tempat Wyara tadi berada, Tumanggala menyaksikan sahabatnya itu terbujur lemah di tanah dalam keadaan miring. Tak bergerak sama sekali. Batang anak panah masih menancap di pangkal bahu Wyara. Kulit di sekeliling luka terlihat telah berubah warna menjadi kehitaman. Paras Tumanggala langsung berubah melihat itu. “Wyara!" seru Tumanggala, sambil bergegas mendekat. Ia sungguh tak dapat menyembunyikan rasa khawatir di dalam dada. Buru-buru sang prajurit berjongkok di sisi tubuh Wyara. Napasnya seketika tertahan saat menyentuh bahu sahabatnya itu. Bagian tubuh Wyara terasa sangat panas, serupa rebusan air di tungku. Terutama di sekitar tempat tertancapnya anak panah. “Gawat! Racun di mata anak panah ini pasti sudah menyebar!” desis Tumanggala dengan suara bergetar. Tangan sang prajurit lantas menyentuh batang anak panah di punggung Wyara. Mulanya ia berniat mencabut benda panjang tersebut, tetapi segera dibatalkannya niat tersebut. Sebagai gantinya, dengan perlahan Tu
Read more
Arya Lembana Tertangkap
KITA kembali sejenak ke semak-semak tak jauh dari tembok belakang istana. Ke tempat di mana Senopati Arya Lembana dan lima pengawal Dyah Wedasri Kusumabhuwana berpencar usai melarikan diri dari ruang tahanan bawah tanah. Keputusan untuk berpencar itu diambil Arya Lembana dengan pertimbangan sederhana tetapi masuk akal. Sebuah keputusan cepat yang sudah ditimbang baik-buruknya secara masak-masak. Tepat seperti dugaan Tumanggala, Arya Lembana menyadari jika dirinya dikenali para prajurit penjaga gerbang belakang istana. Mau melarikan diri ke mana saja, Rakryan Tumenggung pasti akan tetap tahu jika senopati itulah yang membawa lima prajurit pengawal Dyah Wedasri kabur dari tahanan. Begitu tubuh Tumanggala dan Wyara menghilang di sebalik semak-semak dan menjauh, Arya Lembana memberi isyarat kepala pada tiga prajurit yang bersamanya. "Ayo!" serunya dengan suara agak berbisik. Kemudian tanpa menunggu tanggapan, sang senopati sudah mendahului bergerak. Tiga prajurit saling berpandangan.
Read more
Silang Rencana
MALAM mulai merangkak naik. Hawa dingin semakin mencucuk tulang. Embun mulai turun, membentuk bayangan-bayangan keputihan di beberapa tempat. Sementara rembulan di langit memancarkan cahaya benderang dengan anggun. Suasana tahanan bawah tanah istana sangat senyap. Para penjaga yang sudah terkantuk-kantuk, terkesiap dan buru-buru melebarkan kelopak mata saat Rakryan Tumenggung dan pasukannya tiba membawa empat tawanan. "Gusti Tumenggung …" Para penjaga tahanan serentak menyembah hormat. "Antar aku membawa pengkhianat-pengkhianat ini ke dalam," ujar Rakryan Tumenggung pada para penjaga tahanan bawah tanah, tanpa basa-basi sama sekali. "Sendika, Gusti," sahut para prajurit penjaga tahanan, lalu mengambil alih empat tawanan dari tangan prajurit anggota pasukan pengejar. Rakryan Tumenggung mendahului masuk. Suara tapak kakinya saat meniti anak tangga batu satu demi satu ke bawah, terdengar menggema di segenap ruangan yang hening. Delapan prajurit penjaga ruang tahanan mengikuti di bel
Read more
Citrakara
BANGUNAN berbentuk persegi terdiri atas beberapa tingkat itu tampak kelam dalam gelapnya malam menjelang pagi. Hanya beberapa bagian saja yang diterangi nyala api kecil pada obor yang nyaris padam. Matahari belum lagi terbit di kaki langit sebelah timur. Hari masih gelap menghitam. Hawa dingin menusuk tulang masih menyungkupi seantero wilayah Kerajaan Panjalu. Di beberapa tempat bahkan tampak kabut mengambang di udara dini hari. Tak terkecuali di sekitar bangunan yang terletak di kawasan selatan Panjalu itu. Tepatnya di perbatasan Lodoyong dengan wilayah Kotaraja. "Yang mana kamarnya?" gumam satu bayangan hitam yang mengendap tak jauh dari bangunan tersebut. Sepasang matanya yang merah tampak nyalang mengamati keseluruhan gedung. Sosok berupa bayangan hitam itu mendekam tak jauh dari gerbang masuk bangunan. Pada papan nama yang ada di dekat gapura paduraksa, terpampang satu nama, Penginapan Jatiwangi. "Aku tidak mungkin bertanya. Jangan sampai keberadaanku di sini diketahui orang,
Read more
Penyusup Rahasia
DALAM keadaan berbaring telentang di atas tilam, sepasang mata Citrakara jadi menatap ke atap. Pada saat itulah pandangannya menangkap satu sosok hitam di langit-langit kamar. Seolah melihat hantu, setengah melompat Citrakara kembali bangkit dan duduk di tepi pembaringan. Sementara sosok hitam yang berpegangan pada kayu-kayu atap melenting turun.Tap! Tap!Sepasang kaki bayangan hitam itu mendarat tepat di hadapan Citrakara. Membuat jalir itu menjerit sekali lagi, lalu meringkuk ketakutan di sudut pembaringan. Kedua tangannya menutupi wajah rapat-rapat."Sssh! Kara, ini aku!" Sosok tersebut berkata setengah berbisik, sembari mendekati Citrakara.Mendengar suara itu jantung Citrakar
Read more
Digeledah
CITRAKARA tak mau membiarkan orang berlama-lama menunggu. Terlebih ia hafal betul suara itu. Pastilah Ki Juru Jalir yang membawa para prajurit tersebut naik ke atas. Dugaan Citrakara tidak salah. Ketika pintu kamar ia buka, wajah Ki Juru Jalir langsung tersembul masuk. Meski sudah menduga, tak urung Citrakara kaget juga dibuatnya. "Oh! Kau membuatku kaget, Ki," seru Citrakara, seraya tersurut mundur satu langkah. Ki Juru Jalir menggerendeng, entah mengucapkan apa tidak jelas di telinga Citrakara. Tatapan mata lelaki paruh baya tersebut penuh selidik. Memandangi seisi kamar dengan saksama. Di depan kamar, tidak kurang dari sepuluh prajurit bersenjata lengkap berdiri. Sikap mereka tampak waspada, dengan beberapa di antaranya mengamati sepanjang lorong dan sekitar kamar Citrakara. "Ada apa, Ki? Kenapa banyak sekali prajurit kemari?" tanya Citrakara lagi. Tentu saja perempuan itu hanya berpura-pura tidak mengerti apa yang terjadi. Wajahnya menampakkan air muka keheranan. Dengan kedua
Read more
Meninggalkan Jatiwangi
SUARA berisik itu sampai ke telinga Tumanggala di dalam tempat persembunyiannya. Dalam diam ia coba membaca keadaan berdasarkan langkah-langkah kaki tersebut. Manakala didengarnya suara langkah-langkah kaki tadi semakin lama semakin jauh, legalah perasaan Tumanggala. Mereka telah pergi, desis sang prajurit dalam hati. Sementara itu, Ki Juru Jalir langsung tarik lengan Citrakara begitu punggung para prajurit tadi menghilang di ujung tangga. Sekali sentak saja ia balikkan tubuh Citrakara sehingga membuat si jalir berhadap-hadapan dengannya. Citrakara terpekik karena kaget. "Kau ini apa-apaan, Ki?" sentak Citrakara dengan ketus, seraya menarik lepas tangannya yang dipegang Ki Juru Jalir dengan gerakan kasar. "Kara, kau jangan coba-coba mengelabuiku. Orang yang tengah dicari itu adalah prajurit yang kau impi-impikan selama ini. Prajurit penolongmu waktu itu. Aku yakin dia memang bersembunyi di sini, di kamarmu ini," ujar Ki Juru Jalir tanpa tedeng aling-aling. Wajah Citrakara mengern
Read more
Penyelidikan Kridapala
SANG surya masih malu-malu menampakkan diri di kaki langit sebelah timur. Embun masih menempel di ujung-ujung dedaunan, bersama kabut yang belum sepenuhnya sirna dari udara pagi. Suasana yang masih cocok untuk tidur berselimut tebal. Namun Kridapala justru belum memicingkan mata sejak tadi malam. Selepas menerima perintah dari Rakryan Tumenggung, bekel tersebut langsung sibuk mempersiapkan pasukannya. Ini jadi kali pertama Kridapala mendapat penugasan sejak rencana busuk Senopati Arya Agreswara terungkap. Bahkan kali pertama pula ia kembali menginjakkan kaki ke jeron beteng istana. Kridapala sungguh beruntung sekali. Tak satupun yang mengendus keterlibatan dirinya dalam persekongkolan jahat rancangan Agreswara. Jika tidak, tentulah ia sudah dipancung di alun-alun sebagaimana anggota komplotan lain. "Ke mana kita akan mulai melakukan pencarian, Ki Bekel?" tanya Widarpa kepada Kridapala yang tampak termenung memandangi barisan prajurit di hadapannya. Widarpa adalah salah satu lurah
Read more
Sederet Pertanyaan
KRIDAPALA memungut seragam prajurit di balik semak-semak. Dengan kening masih mengernyit, dia memerhatikan benda tersebut dengan seksama. Sementara berbagai dugaan berkelebatan di kepala. "Seragam siapa ini?" desis Kridapala, seraya menjembreng pakaian di tangannya. Ada setidaknya tiga lubang pada seragam prajurit tersebut. Satu di bagian samping dan dua lagi di punggung. Ukuran ketiga lubang sama persis. Sepertinya ketiga lubang itu bekas tusukan anak panah, sebab di sekelilingnya terdapat noda darah yang telah mengering. Artinya, prajurit pemilik seragam itu terkena lesatan anak panah dan terluka. Jika menilik letak lubang pada bagian punggung seragam, itu artinya si prajurit dibokong dari belakang. Bisa dipastikan luka yang diterima prajurit tersebut sangat parah, bahkan boleh jadi menyebabkannya tewas di tempat. "Apa maksudnya ini? Mengapa ada pengawal Gusti Puteri yang merasa perlu melepas seragamnya dan meninggalkannya di sini?" gumam Kridapala, masih dengan kening berkerut.
Read more
Termakan Hasutan
DARI dua orang di dalam ruang tahanan, Senopati Arya Lembana yang paling kaget. Parasnya sontak berubah begitu sosok yang berucap tadi muncul. Benar, dialah Rakryan Tumenggung."G-Gusti Tumenggung?" ucap Arya Lembana tergagap, sembari cepat-cepat berdiri.Sedangkan Kridapala menyeringai lebar. Kini sang bekel berada di atas angin. Jika saat menemukan seragam prajurit di balik semak-semak tadi dia sekadar menaruh dugaan, kini niat jahatnya muncul.Sejak peristiwa perampasan upeti dari Wurawan beberapa purnama lampau, Kridapala memang menaruh dendam pada Arya Lembana. Dia selalu mencari-cari kesempatan untuk membuat celaka atasannya sendiri.Itu sebab Kridapala menerima ajakan Arya Agreswara untuk merong-rong wibawa kerajaan. Namun ternyata rencana busuk itu dibongkar oleh Tumanggala. Melihat kesempatan kini datang padanya, tentu Kridapala tak mau melepasnya begitu saja."Di mana kau temukan seragam itu?" tanya Rakryan Tumenggung yang sudah berdiri menjajari Kridapala. Telunjuknya terar
Read more
PREV
123456
...
15
DMCA.com Protection Status